💕Part 11💕

3.4K 216 7
                                    


Sakit. Itulah yang kurasakan. Melihat pemandangan indah di depan mata begitu menyesakkan dada. Harusnya aku tidak keluar kamar. Harusnya aku menahan rasa haus ini kalau harus melihat kemesraan mereka. Ini yang pertama kali sejak aku menjadi istri Mas Bayu. Tidak terasa aku meneteskan air mata. Kuseka kasar mukaku. Tidak, aku tidak  boleh menangis.

Aku bermaksud balik ke kamar ketika berpapasan dengan ibu di pintu yang menghubungkan dapur dan ruang tengah. “Ibu darimana?” tanyaku berusaha memalingkan muka dari  tetapi terlambat, ibu terlanjut melihat mukaku yang berlinang air mata.

“Kamu kenapa, Nduk?” Mata Ibu melirik ke ruang makan. “Sudah jangan menangis. Ayo kembali ke kamar. Nanti Allea nangis mencarimu.” Ibu menuntunku menuju ke kamar.

Aku menurut. Mencoba menghapus jejak sisa-sisa tangisanku. Aku tidak mau Mas Bayu tahu.

“Kuat ya, Nduk? Ini pilihanmu,” nasihat Ibu mengelus tanganku.

Aku mengangguk sambil memperbaiki posisiku yang bersandar pada kepala ranjang. Kupandangi Allea lekat-lekat. Dia penyemangatku yang membuatku bertahan sejauh ini.

“Lho Ibu di sini?” Mas Bayu memasuki kamar beriringan dengan Mbak Sheila. Lagi Mbak Sheila mengamit lengan Mas Bayu.

“Iya tadi Ibu lihat pintu kamar terbuka ya udah Ibu masuk. Ternyata Kinan belum tidur. Jadi diambilkan minum?” tanya Ibu kepadaku.

“Haus kok enggak bilang sih Dik. “ Mas Bayu melepas tangan Mbak Sheila perlahan berjalan mendekatiku. “Mas ambilkan, ya?”

“Eh enggak usah Mas. Biar aku ambil sendiri.” Aku beringsut turun dari ranjang tetapi Mas Bayu mencegahnya.

“Sudah di sini aja! Diambilkan apa lagi?” tanya Mas Bayu manis.

“Roti sama buah juga boleh.” Kadang malam aku lapar. Biasanya aku stok air dan makanan di kulkas kecil dalam kamar tetapi hari ini lagi habis semua.

“Enak ya, Nan?” kata Mbak Sheila sepeninggal Mas Bayu.

“Maksud Mbak Sheila apa, ya?
“Bayu perhatian banget sama kamu.” Ada aroma cemburu dari perkataan Mbak Sheila.

“Wajar dong Mbak perhatian sama istrinya. Bukankah sama Mbak juga begitu?”

“Tidak selalu apalagi kalau kami sama-sama sibuk.” Mbak Sheila mengambil duduk di depanku. “Kamu beruntung banget punya suami kayak Bayu. Ada Allea juga.” Mbak Sheila mengusap-usap punggung Allea yang tertidur pulas.

“Maaf Mbak. Andai aku tidak hadir di pernikahan kalian,” kataku lirih.

“Aku bisa melihat Bayu benar-benar bahagia sejak ada kamu apalagi Allea lahir. Andai aku juga punya anak.”

Aku raih tangan Mbak Sheila. “Suatu saat  Alloh pasti akan kasih Mbak asal mau bersabar,” hiburku padanya.

“Amin.”

***

Malam ini Mbak Sheila menginap karena sudah larut malam. Kami berdua ngobrol banyak hal. Ini yang pertama sejak kami berdua menjadi istri Mas Bayu. Bolehkah dibilang akur? Entahlah. Aku tidak bisa membaca hatinya. Lalu dimana suami kami ketika para istri sedang berbincang akrab? Mas Bayu mengerjakan pekerjaannya di ruang kerjanya.

“Benar enggak apa-apa aku menginap?” tanya Mbak Sheila sekali lagi setelah aku meyakinkannya untuk menginap.

Aku mengangguk sedang Mas Bayu hanya menatapku. “Kamar tamu kosong. Iya kan, Mas?” kataku meminta persetujuan Mas Bayu.

“Kalau Sheila nyaman tidak apa-apa.” Mas Bayu terlihat ragu-ragu.

“Antarin aku Babe. Temani tidur juga enggak apa-apa,” canda Mbak Sheila yang membuat aku dan Mas Bayu berpandangan.

Aku (bukan) Istri Kedua (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang