💕Part 4💕

3.9K 250 2
                                    


Perempuan mana yang tidak berbunga-bunga hatinya jika cintanya dibalas. Meski belum mengungkapkan secara langsung aku tahu Mas Bayu mencintaiku. Bolehkah aku egois sebentar saja? Untuk tiga hari ini saja Mas Bayu menjadi milikku sepenuhnya seperti kesepakatan yang dibuat Mbak Sheila, Senin sampai Kamis Mas Bayu bersama Mbak Sheila, Jumat hingga Minggu bersamaku. Terkesan tidak adil karena Mas Bayu hanya tiga hari bersamaku tetapi aku bisa apa? Jadi aku mau menikmati tiga hari ini bersama Mas Bayu.

“Mas harus ke Bali, Dik,” kata Mas Bayu setelah ia menerima segelas es jeruk dari tanganku. Sejak hubungan kami semakin intim Mas Bayu memanggiku ‘Dik’. “Ada masalah di proyek Bali.”

“Bukan masalah besar, kan?” gusarku melihat Mas Bayu mengotak atik laptopnya.

“Bukan, sayang,” kata Mas Bayu lembut membelai tanganku.  Serasa ribuan kupu-kupu beterbangan di atas perutku. “Mas bisa atasi kok.”

“Aku bantu siap-siap ya, Mas,” aku bermaksud menyiapkan perlengkapannya selama di Bali tetapi Mas Bayu menahan langkahku.

“Duduk di sini saja. Mas berangkat dari apartemen. “Banyak berkas yang harus dibawa tertinggal di sana.”

“Trus Mas siap-siap sendiri dong.” Aku bergelanjut manja memeluk lengannya.

“Mas biasa menyiapkan sendiri.”

“Tetapi kan sekarang ada aku, Mas,” kataku cemberut, tak terima menjelaskan kalau aku siap melayaninya.

Mas Bayu menyeringai nakal. “Jadi sudah siap melepas segel?”

“Eh, maksudnya bukan itu,” Mas Bayu mengungkungku dengan kedua lengannya. Mata kami bertemu. Saling menatap dalam.

“Sebenarnya Mas ingin sekarang tetapi harus segera berangkat dan tidak mungkin kita melakukannya buru-buru karena ini pertama bagimu. Mas pengin melakukannya saat kita berdua relaks tanpa gangguan apapun,” kening kami saling bertemu hingga deru napas terdengar.

“Aku akan menunggu Mas,” lirihku pelan.

“Harus!” Mas Bayu mencium keningku lama. Ada kehangatan menjalari tubuhku. Beginikah rasanya dicintai seorang laki-laki. Setelah sekian lama aku kehilangan sosok bapak yang pergi dulu menghadap Sang Pencipta.

Baru kemarin Mas Bayu berangkat ke Bali tetapi rinduku sudah memuncak. Kemarin Bunda menyuruhku untuk ikut sekalian bulan madu tetapi Mas Bayu tidak mengizinkan karena ini urusan kerja bukan liburan. Kasihan aku kalau ditinggal-tinggal, bisa-bisa Mas Bayu tidak konsen kerja karena ada aku.

Hampir tiap jam Mas Bayu kirim pesan atau menelponku di sela-sela kesibukannya bahkan semalam kami bertelponan hingga dua jam jika aku tidak bilang menyudahinya karena esok harus kerja. Ia tutup  telpon dengan gombalannya. Ya Alloh begitu cepatkah Mas Bayu menjadi budak cintaku?

“Ki, ikut Bunda arisan yuk daripada di rumah diam saja. Nanti tambah kangen, lo?” goda Bunda yang melihatku bolak balik ke luar kamar, dapur, taman.

“Enggak lah, Bun. Enggak enak sama-sama teman-teman Bunda?’ tolakku halus menutup majalah yang dari tadi aku bolak balik saja.

“Mengapa enggak enak. Kamu menantu Bunda sama kayak Sheila.’

“Nghhhh … Bunda tidak malu mempunyai menantu seperti Kinan?’ tanyaku hati-hati memperhatikan ekspresi Bunda.

“Mengapa mesti malu? Kinan istri sah Bayu kecuali kalau selingkuhan,” canda Bunda mencairkan suasana. “Ayo ganti baju,” Bunda mengajakku ke ruangan khusus yang aku tahu ruangan tempat bunda menyimpan koleksi-koleksinya seperti tas, sepatu dan baju-baju brandednya.

Bunda  menyerahkan tas dan sepatu yang masih ada label harganya. Wow harganya sungguh fantastis.

“Ini Bayu yang belikan. Terlalu muda untuk orang seumuran Bunda. Mau dikasihkan Sheila pasti punya yang lebih bagus jadi buat menantu Bunda yang cantik ini,” Bunda mengangsurkan barang itu. Diajaknya aku ke kamar, mencocokkan baju dengan sepatu dan tas. Baju yang Bunda belikan beberapa hari sebelum aku menikah.

“Sempurna,” puji Bunda, pasti pipiku bersemu merah. “Ayo berangkat,” Bunda mengamit lenganku. Dan disinilah aku. Di sebuah resto hotel ternama tempat acara berlangsung.

Bunda mengenalkanku pada teman-temannya sebagai istri kedua Mas Bayu, tidak ditutup-tutupi sama sekali. Hingga kami sampai di sebuah meja yang berisi tiga sosialita sedang asyik ngobrol.

“Eh Jeng Diana,” sapa seseorang yang masih terlihat cantik dan modis di usia tidak lagi muda. Kukenal sebagai Maminya Mbak Sheila. “Lihat datang sama siapa, Jeng Rini, Jeng Dina.” Maminya Mbak Sheila menunjuk ke arahku.

“Kenapa kalau saya bawa Kinanti? Ada yang salah? Kalau Sheila punya banyak waktu luang pasti saya ajak,” bela Bunda yang membaca gelagat tidak menggenakkan dari Maminya Mbak Sheila.

“Sheila kan desainer terkenal, bukan perempuan yang banyak waktu luang jadi wajar kalau sibuk. Maklumi saja Jeng Diana,” tukas maminya Mbak Sheila memuji Mbak Sheila.

“Ayo, Nan pergi dari sini. Terlalu lama disini bisa-bisa tekanan  Bunda naik,” bunda menggandeng tanganku.

Sempat kudengar ancaman yang dilontarkan Maminya Mbak Sheila kepadaku.

“Ingat tempatmu dimana. Jangan ngelunjak! Suatu saat pasti kamu ditendang  setelah mereka mendapatkan keinginnanya.”

Aku segera berlalu. Tidak kuhiraukan kata-kata Maminya Mbak Sheila. Ketika Bunda  tidak disampingku, Maminya MBak Sheila datang dan kembali mengancamku.

“Ingat kata-kataku. Kamu pasti dibuang,” ancamnya dan kembali ke kurisnya karena melihat Bunda kembali.
Apakah perkataan Maminya Mbak Sheila benar? Bagaimana jika itu terjadi. Aku menjadi resah dan gelisah.
“Kenapa, Ki?” tanya Bunda melihatku bingung.

“Karena Maminya Sheila, ya?” tebak Bunda.

Aku menggeleng lemah. Aku tidak mau terjadi keributan antara besan karena masalah absurd Ini. Memalukan saja.

Bunda menyadari keresahanku dan mengajakku pulang. Sepanjang perjalanan pulang aku berusaha tenang dan mengusir pikiran-pikiran kotor yang bercokol di otakku.

“Jangan didengarin omongan Maminya Sheila. Yang penting sekarang kamu bahagia, Bayu bahagia dan segera kasih cucu buat Bunda,” hibur Bunda menepuk-nepuk punggung tanganku untuk memberiku kekuatan.


Malam sudah larut ketika aku hanya membolak balikkan tubuhku di ranjang besar ini. Mengapa Mas Bayu belum menelpon ya? Bukankah ia mau menelpon sebelum tidur. Apakah aku harus menelpon dahulu? Telpon, tidak, telpon, tidak,. Ah telpon saja. Kupencet nomor Mas Bayu.

“Halo Nan ada apa? Bayu lagi di kamar mandi. Kalau ada pesan penting nanti aku sampaikan,” sahut suara dari seberang yang ternyata Mbak Sheila.

“Oh tidak Mbak, tidak ada apa-apa. Salam saja buat Mas Bayu, “ buru-buru aku menutup telpon dan merebahkan tubuhku kembali. Tidak lama notifikasi instagram masuk. Sebuah akun yang ternyata milik Mbak Sheila.

Ia mengunggah makan malam dengan caption “Terima kasih sayang dinner yang romantis dan thank you hadiahnya. I love you now and forever.”

Hatiku terbakar membaca unggahan Mbak Sheila. Aku cemburu, ya cemburu. Betapa sakit hati ini. Dan inilah yang harus kuterima. Mas Bayu juga berhak dengan Mbak Sheila. Aku harus terbiasa karena ini selamanya, tidak sekarang saja. Inikah alasan   Mas Bayu melarangku ikut serta. Dan ini jawabannya. Lalu bagaimana cinta Mas bayu? Apakah juga semu? Aku tidak tahu jawabannya.

Tbc

Assalamu'alaikum...selamat sore

Kinan datang menemani sore kalian dengan secangkir teh dan camilan. Happy reading. Jangan lupa, vote dan komen. Thank you

Aku (bukan) Istri Kedua (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang