Part 5
Kangen. Satu kata yang menggambarkan perasaanku saat ini. Padahal baru kemarin aku meninggalkannya dan semalam hampir dua jam kita video call. Namun, mengapa kangenku makin memuncak. Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta dengannya? Bagaimana mungkin secepat ini. Aku percaya cinta pandangan pertama tetapi yang terjadi padaku beda. Mungkin seperti pepatah Jawa witing tresno jalaran saka kulino.
Aku mengenal Kinan dari kecil, tumbuh bersama. Ketika dia datang ke Jakarta untuk liburan, tidak jarang kita main bersama. Sedikit tahu tentang kesukaannya, kepintarannya yang di atas rata-rata bahkan kecerewetannya. Apa saja diomongin. Meski aku agak pendiam tetapi dia tahu bagaimana caranya mengajakku ngobrol dan mengolah obrolan itu menjadi hal yang menyenangkan. Sehingga orang pasti betah ngobrol dengannya.
Sejak kuliah di Amerika hubunganku dengan Kinan agak renggang apalagi setelah menikah. Tanpa kusadari, Kinan tumbuh menjadi wanita dewasa yang cantik dan pintar.
Lamunanku akan Kinan melambung tinggi. Dan aku tersadar kini ada di mana. Pekerjaan sialan! Mengapa harus ada masalah sih. Kalau Alif bisa menangani biar dia yang turun tangan tetapi masalahnya hanya aku yang bisa menghandlenya. Untuk apa aku bayar orang mahal-mahal kalau tidak bisa kerja. Aku butuh Kinan. Rasanya hanya dia yang bisa mendinginkan kepalaku.
“Halo, Sayang. Ke Bali mengapa tidak bilang sih,” tiba-tiba Sheila datang dan menghambur ke pelukanku.
Aku terkejut dengan kedatangan Sheila. Apalagi dengan pelukannya. “Mendadak, Babe. Ada sedikit masalah di Bali,” aku berusaha menutupi keterkejutanku dengan membalas pelukannya erat. “Kamu ada acara di Bali? Kok tiba-tiba di sini?” sebelum aku menikah lagi, Sheila izin mau ke Singapura, menghadiri peragaan busana temannya. Meskipun mandiri Sheila kemana-mana masih izin sama aku.
“Baru tadi pagi sampai. Temanku ajak kerja sama buka butik disini. Eee tadi liat insta story Alif kalau bosnya di sini. Ya sudah aku samperin. Kangen,” manja Sheila mempererat pelukannya.
“Aku juga kangen,” kataku. Entah jujur atau bohong. Aku lepas pelukannya dan mulai membelai rambutnya yang lembut bak sutra.
“Kangen istri yang mana, tuh,” tangan Sheila bermain-main di salah satu rahangku.
“Penginnya yang mana,” godaku.
“Yang di sinilah,” sewotnya ketus sambil berdiri.
Aku menarik tangannya dan mendudukkan Sheila di pangkuanku. “Istriku bisa juga cemburu,” kujawil hidungnya gemas.
“Ya bisalah. Aku juga manusia biasa, cemburu kalau suamiku bersama wanita lain.”
Keningku berkerut. Bukankah kemarin ia memberiku izin untuk poligami. “Menyesal?” tanyaku sambil menatapnya dalam.
Sheila mengalungkan tangannya ke belakang leherku. “Menyesal juga tidak ada gunanya. Pernikahanmu sudah terjadi dan izinku ikut andil juga. Jalani aja yang ada, sampai berapa lama dan siapa yang bertahan.”
Deg apa maksud perkataan Sheila. Apakah dia akan minta cerai dariku. Tidak, aku tidak sanggup hidup tanpa Sheila. Kukecup bibirnya lembut. “Jangan pernah minta pisah dariku karena aku tidak sanggup hidup tanpamu,” kataku serak setelah bibir kami terlepas.
“Tidak akan kecuali kamu yang melepasku.”
*********
Pesona Sheila benar-benar memabukkan. Aku terbuai di buatnya. Masalah berat di proyek yang memusingkan agak ringan dengan kehadiran Sheila. Nyaris aku lupa akan Kinan kalau Sheila tidak bilang Kinan telpon.
“Barusan Kinan telpon,” Sheila mengangsurkan gawaiku. “Dia tidak bilang apa-apa hanya menanyakanmu saja.”
“Oooo,” aku berlalu melewati Sheila, mengambil kaos di lemari.
“Kok ekspresinya kayak gitu?” selidik Sheila membelai dada bidangku.
“Nyonya Bayu belum puas?” senyumku smirk.
“Kalau belum?” tantang Sheila.
Segera kugendong Sheila ala bridal style. “Ayo buat Bayu junior lagi,” aku mengungkung Sheila dengan kedua tanganku di samping kiri kanan kepalanya .
“Yakin bisa?” Sheila membangkitan gairahku kembali. Tangannya nakal membelai dadaku hingga berakhir di bawah pusar.
“Meragukanku, Babe?” mataku sayu memandangnya.
“Tidak pernah, Sayang,” desah Sheila diantara cumbuan-cumbuanku.
Lagi dan lagi. Permainan panas Sheila melambungkanku. Membuatku menjadi laki-laki paling bahagia. Sheila seperti menjadi candu bagiku. Tidak akan kulepasnya. Sampai kapan pun.
Jadwalku molor. Harusnya 3 hari di Bali menjadi seminggu. Selama itu Sheila selalu menemani sehingga aku tidak kesepian. Aku seperti bulan madu kedua. Kinanti? Beberapa kali aku kirim pesan menanyakan keadaannya. Untuk video call tidak sempat karena waktuku beanar-benar tersita dengan pekerjaan dan Sheila selalu mengekor kemana aku pergi. Bagaimana pun aku tetap menjaga perasaan Sheila.
“Sayang, Kinan ulang tahun?” tanya Sheila ketika aku sedang menyelesaikan pekerjaanku di depan laptop. Sheila duduk selonjoran di sofa. “Nih lihat Instagramnya penuh dengan ucapan.”
“Ulang tahun?” keningku berkernyit. Kuraih gawai yang tergeletak di atas meja, segera kubuka akun Instagramku. Benar Kinan ulang tahun. Banyak yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Suami macam apa aku, istri ulang tahun sampai lupa.
“Kamu tidak ingat Kinan ulang tahun?”
Aku menggeleng lemah. Pikiranku melayang ke Kinan, pasti dia sedih saat hari pentingnya suaminya tidak memberinya ucapan. Jangankan ucapan, ingat saja tidak.
“Lihat ini, ada perayaan kecil-kecilan di belakang rumah. Mengapa yang mengunggah Alif ya?” Sheila menunjukkan unggahan Alif di Instagram kepadaku.
“Ada hubungan apa antara Alif dan Kinan? Kamu tahu?”
“Maksudmu?” aku tidak mengerti arah omongan Sheila.
“Apa diantara mereka ada hubungan spesial? Kalau tidak spesial mana mungkin Alif mengunggah foto-foto Kinan,” jelas Sheila yang membuat otakku mendidih dibakar api cemburu. Namun, bukankah mereka teman dari kecil. Jadi wajar dong Alif kalau mengunggahnya, aku berusaha menepis pikiran kotor itu.
“Kok mereka mesra sekali, ya?”
Aku melihat sekilas video perayaan ulang tahun Kinan. Benar, terlihat Alif bersikap mesra kepada istriku. Beraninya Alif main-main denganku. Kukepalkan tanganku kuat-kuat hingga buku-buku tanganku memutih. Kupencet nomor Kinan. Lama tidak ada jawaban. Beralih nomer rumah.
“Kinan dimana?” tanyaku tanpa basa basi. Entah siapa yang mengangkat telpon.
“Oo … Mas Bayu?” terdengar suara Buk Mia di seberang. “Mbak Kinan di belakang Mas. Lagi ada acara di belakang. Syukuran.”
“Syukuran apa? Kinan ulang tahun?” potongku cepat.
“Salah satunya, Mas. Syukuran Nanda, anak Ibuk wisuda.”
“Mengapa Alif di sana?” cecarku. Pasti Buk Mia bingung mengapa aku tanya seperti orang marah.
“Mas Bayu tidak tahu?”
“Tahu apa?” ketusku pengin marah. Buk Mia ngomong yang jelas!”
“Maaf Mas,” Buk Mia sepertinya ketakutan mendengar suaraku.
Sheila menenangkanku sambil mengusap punggungku.
“Nan---da sama Bang Alif mau menikah?” jelas Buk Mia terbata.
“Bukannya Alif suka sama Kinan?” suaraku masih terdengar seperti orang emosi.
“Suka?” ulang Buk Mia. “Saya tidak tahu, Mas. Yang saya tahu beberapa minggu ini mereka dekat dan tadi Alif melamar Nanda. Bulan depan mereka menikah.”
Ada sedikit kelegaan mendengar penjelasan Buk Mia tetapi aku belum puas. Aku harus mencari tahu jawabannya. Apa benar Alif suka sama Kinan?
Tbc...Selamat sore...
Musuh besar kita berasal dari diri sendiri. Itulah yang sedang melanda diriku. Malas, pengin rebahan jadinya nggak nulis-nulis.Happy reading semua. Jangan lupa vote n komen. Follow aku juga ya. Terima kasih 🙏🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (bukan) Istri Kedua (TAMAT)
RomanceSiapa pun perempuan di dunia ini, tidak ada yang ingin menjadi istri kedua. Namun, jika menjadi istri kedua adalah takdir yang harus dijalani, apakah bisa menolaknya. Kinanti Keira Larasati, mau tidak mau harus menjadi istri seorang Bayu Zaydan Bag...