Part 10
Seperti terlahir kembalil. Yah itulah aku. Mendapat anugerah bernama anak. Tidak henti-hentinya aku mengucap syukur Alhamdulillah atas anugerah ini. Mempunyai dua istri yang tidak hanya cantik tetapi juga baik dan lihat sekarang mereka akur, buah hati yang cantik dan sehat, karirku jangan ditanya. Perusahaan warisan keluargaku berkembang pesat juga perusahaan yang aku bangun. Nikmat mana lagi yang aku dustakan.Aku merasa menjadi laki-laki yang paling bahagia dan beruntung. Aku tidak sendiri merasakan kebahagiaan ini. Ayah dan bunda juga. Sudah lama menantikan kehadiran cucu jadi jangan ditanya bagaimana perasaan mereka.
Limpahan kasih sayang datang buat Baby Al dari mana saja. Tidak heran Baby Al menjadi princess dalam keluarga Bagaskara. Kamarnya penuh dengan aneka mainan, lemarinya jangan ditanya. Penuh sesak pakaian bayi model terbaru. Kalau sudah begini bundanya yang protes tetapi bunda tetaplah bunda. Pakaiandan mainan buat Baby Al terus mengalir saja.
Selalu ada alasan untuk segera pulang. Melihat perkembangan Baby Al dari hari ke hari juga melihat makin cantiknya bundanya, membuatku semakin jatuh cinta kepada Kinan. Perasaanku kepadanya membuncah tinggi. Tidak bosan aku memandang wajahnya. Sayang Baby Al masih terjaga, kalau tidak akan kubawa Bundanya untuk merengkuh surga dunia.
“Sudah Mas jangan digangguin babynya. Orang ini mau tidur jadi enggak tidur-tidur,” protesnya ketika aku menciumi pipi gembul anakku.
“Habis gemes lihat pipinya.” Tidak terasa anakku menginjak 3 bulan. Karena ASI eksklusif perkembangan tubuhnya pesat sekali. “Duh Bundamu makan apa sih kok kamu montok sekali.” Sekali lagi aku menjawil pipinya yang disambut dengan lemparan bantal Kinan.
“Mas kerja atau apa kek. Aku mau nidurin Adik,” usir Kinan dari ranjang.
“Nanti Mas kerja kalau Baby Al sudah tidur.” Seringaiku kepada Kinan dibalas dengan pelototan matanya.
“Mesum.”
“Sama istri sendiri enggak apa-apa daripada mesum sama yang di luar.”
Apa perkataanku salah ya mendadak raut wajah Kinan berubah. Ya ampun dia masih saja sensitif kalau aku salah ngomong. Juga kalau menyinggung Sheila meski tidak menyebut namanya. Beringsut aku mendekatinya.
“Sayang dengar Mas. Kamu, Baby Al dan Sheila adalah wanita-wanita istimewa yang menempati hati ini. Mempunyai porsi sendiri-sendiri,” kataku sambil memeluk Kinan dari belakang. Untung saja Baby Al mulai tertidur. “Sampai kapan pun tidak tergantikan. Kalian kebahagiaan Mas.”
Pelukanku makin erat ketika mendengar isak tangisnya. Aku paling benci kalau Kinan menangis karena merasa tidak bisa membahagiakannya. Kubalik tubuhnya dan menghadap kepadaku. “Please, jangan menangis. Mas merasa gagal jadi suami kalau kamu menangis,” kuhapus air mata Kinan dengan jariku. “Bukankah ibu menyusui harus bahagia. Kalau ibunya bahagia pengaruh juga ke ASI dan perkembangan anak.” Dapat kata-kata bijak darimana sih.
“Terima kasih, ya Mas sudah memahamiku. Maafkan kalau aku mudah sensitif,” Kinan memelukku. Aku balas dengan ciuman di pucuk kepalanya.
“Ssst … tidak perlu minta maaf. Kamu enggak salah mungkin Mas yang tidak paham. Ajari Mas ya untuk selalu memahamimu. Perlu kamu tahu Mas makin cintaaaaa sama bundanya Al.”
“Gombal,” ujar Kinan sambil mencubit pinggangku. Sakit juga.
“Sakit ini. Tanggung jawab,” aku menarik Kinan ke pelukanku lagi ketika ia mau beranjak dari ranjang. “Tanggung jawab,” bisikku di telinganya.” Ia pasti tahu apa keinginanku sekarang.
“Malam ini libur,” katanya singkat.
“Mana ada libur. Ayo kita buat adik Baby Al,” gairahku mulai menaik dengan sikapnya yang pura-pura menolakku.
“Masssss.”
“Kamu di sini, Babe,” kataku ketika aku baru pulang dari kantor mendapati Sheila sedang bermain dengan Baby Al. Panggilanku terhadap Sheila tidak pernah berubah meski aku menikah lagi.Kinan mendekatiku dan meraih tasku, sebelumnya dia mencium tanganku dan ku balas dengan mencium keningnya. “Mas mandi dulu gih, nanti aku buatkan teh mint lalu makan,” tawar Kinan membantu melepaskan jasku.
Aku hanya mengangguk. “Daddy mandi dulu ya. Nanti kita main lagi. Sekarang main dulu sama mommy.”
“Iya Daddy yang bau asem,” kata Sheila menirukan suara anak kecil.
Aku mengacak rambutnya dan bergegas ke kamar mandi. Selesai mandi ada pemandangan luar biasa yang aku lihat. Dua istriku tampak akur sedang becanda dengan Baby Al. Kinan menyodorkan teh mint ketika aku datang menghampiri mereka.
“Akur banget sih istri-istriku.” Aku cium pipi Sheila dan Kinan.
“Akur dong. Ya enggak, Nan,” timpal Sheila yang malam ini kelihatan cantik dengan dress pinknya.
Kinan hanya mengangguk. Tidak ada suara keluar yang dari mulutnya. “Ulu-ulu adik ngantuk ya, pengin nen,” Kinan mengambil Baby Al yang menangis karena mengantuk. “Mas makan sekarang atau nanti? Aku tidurin adik dulu.”
“Nanti saja. “ jawabku pendek. “Minum teh jadi agak kenyang.”
“Ayo aku temani. Kebetulan aku juga belum makan,” ajak Sheila mengamit lenganku.
“Tumben. Pasti ada maunya,” heranku.
“Melayani suami salah, ya? Memang Kinan saja yang bisa melayanimu, Babe.”
“Nah itu sadar. Aku makan sama Sheila ya,” kataku yang diikuti anggukan Kinan. Nanti Mas kembali.” Dengan Sheila yang mengamit manja lenganku, aku keluar menuju ruang makan.
“Kamu bahagia, Bay?” tanya Sheila di tengah-tengah acara makan kami.“Jelaslah. Alasan apa yang membuatku tidak bahagia. Terima kasih ya,” aku mengelus punggung tangan kirinya. “Sudah mengizinkanku menikah lagi. Memberi kebahagian pada keluarga ini. Membuatku merasakan memiliki seorang anak.”
“Aku tidak melakukan apa-apa. Hanya izin saja.”
“Akan tetapi kamu telah mengikhlaskanku untuk berbagi. Aku tahu itu sulit. Aku bisa melihatmu dengan ikhlas dan lapang dada menerimanya.”“Begitukah?”
“Aku melihatnya begitu.” Kukecup punggung tangan Sheila.
“Jangan pernah tinggalin aku,” ujar Sheila menatapku lembut.
“Tidak akan. Kita akan bersama selamanya,” kataku meyakinkan Sheila.
Tekadku sudah bulat. Tidak akan meninggalkan mereka, kedua istriku yang telah banyak berkorban dan memberi kebahagiaan kepada diriku. Hanya dengan itu aku bisa membalasnya.“Semoga selalu begini ya, Shei?” kataku setelah acara makan kami selesai.
“Maksudnya?”
“Selalu melayaniku sebagaimana seorang istri melayani suami,” jelasku tanpa menggurui. Aku tahu tidak mudah bagi Sheila menjadi sosok istri yang baik. Sheila baik tetapi kalau soal pelayanan istri kepada suami harus banyak belajar kepada Kinan.
“Pelan-pelan, ya. Aku tidak bisa langsung seperti Kinan. perlu penyesuaian.”
Aku mengambil tangannya dan menautkan jari-jari kami. “Aku tidak menuntut kamu seperti Kinan, perlahan saja, senyamannya kamu. Namun, aku akan sangat bersyukur dan senang sekali jika kamu seperti dia meski kalian pribadi yang berbeda.”
Sheila menatapku lembut. “Terima Kasih Bay, kamu selalu bisa memahamiku. Dari dulu sampai sekarang tidak berubah. Tetap seperti ini. Karena inilah Bayu yang aku kenal. I love yoo.”
“I love you too.”
Bersambung...
Assalamu'alaikum
Pagiii...Kinan dan Mas Bayu sudah tayang gaess. Yuk ramekeun dengan bombardir vote, komen dan follow aku. Eits, yang mau peluk bukunya juga bisa ya.
Maacih udah baca 🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (bukan) Istri Kedua (TAMAT)
RomansaSiapa pun perempuan di dunia ini, tidak ada yang ingin menjadi istri kedua. Namun, jika menjadi istri kedua adalah takdir yang harus dijalani, apakah bisa menolaknya. Kinanti Keira Larasati, mau tidak mau harus menjadi istri seorang Bayu Zaydan Bag...