💕Part 14 💕

3.2K 188 5
                                    

Part 14
Didiamkan Mas Bayu sungguh menyiksa hatiku.. Berbagai acara sudah aku lakukan untuk berbicara dengan Mas Bayu. Mulai dari mendekatinya, berkirim pesan bahkan menjadikan Allea sebagai perantara. Tetapi nihil. Mas Bayu masih bungkam. Seberapa besarkah kesalahanku kepadanya?

Belum selesai masalah kami berdua Mas Bayu harus pergi ke Bali selama dua minggu. Makin runyam saja hubungan kami. Mau dibawa kemana pernikahan kami? Akhirnya aku pasrah. Aku kirim pesan kepadanya.

Mas maafkan aku. Mungkin kesalahanku besar sekali hingga berbicara denganku saja engkau enggan. Selalu menghindariku bahkan tidak membalas pesan-pesanku. Padahal ini salah satu cara kita berkomunikasi bila berjauhan.

Mas, aku tidak mau menjadi istri durhaka. Baktiku hanya untukmu, ridhoku di tanganmu. Aku hanya ingin minta maaf kepadamu. Tolong maafkan aku. Selanjutnya aku akan pasrah dengan pernikahan kita. Apa pun keputusan Mas, aku terima. Akan melanjutkan atau melepasku.

Sekali lagi maafkan istrimu. Aku Aku selalu mencintaimu.

Terkirim. Apapun keputusan Mas Bayu aku harus siap meski kalau berpisah bakal kehilangan Allea. Bisa saja aku menuntut hak asuh Allea tetapi tidak akan kulakukan. Aku capek, pengin hidup tenang. Melanjutkan mimpi yang tertunda.

Jika bertahan, hatiku harus seluas samudera. Lebih ikhlas menerima Mbak Sheila sebagai istri pertama. Tidak menuntut lebih banyak.

Aku menghela napas panjang. Melihat gawai. Rupanya pesanku sudah dibaca tetapi belum dibalas. Ada notifikasi masuk di Instagram. Unggahan dari Mbak Sheila. Menyebutkan kalau sekarang lagi di Bali. Mengapa kebetulan sekali. Ah mungkin Mbak Sheila ada perkerjaan di sana. Kalau menyusul Mas Bayu, kan dia juga suaminya juga.

Tidak, hilangkan cemburu kalau harus bertahan. Aku menarik napas dalam-dalam dan membuangnya. Bersiap untuk tidur ketika pintu kamar ada yang mengetuk.

“Belum tidur, kan? Boleh Bunda masuk?” Bunda masuk kamar setelah kupersilakan. Beliau duduk di tepi ranjang.

“Tumben Bunda belum tidur. Biasanya jam 9 teng sudah terbang ke alam mimpi.” Sejak menikah hubunganku dengan Bunda tambah dekat. Seperti ibu dan anak kandung saja jadi cara bicaraku ke Bunda juga lebih santai.

“Kinan lagi ada masalah dengan Bayu, ya?” tanya bunda mengawali pembicaraannya.

Aku menggeleng. “Hubunganku dengan Mas Bayu baik-baik saja. Kalau Mas Bayu jarang pulang ke sini karena sedang banyak pekerjaan.Sekarang lagi di Bali selama dua minggu,” terangku untuk menutupi hubunganku dengan Mas Bayu.

“Iya Bunda tahu Bayu di Bali. Bunda tidak memaksa Kinan bicara. Apapun yang terjadi jangan pernah tinggalkan Bayu.” Bunda meraih tanganku. Menggenggamnya erat. “Mungkin ini hanya pemikiran seorang ibu. Bunda bisa lihat pancaran mata Bayu ketika melihatmu, beda jika melihat Sheila. Terakhir datang pancaran itu meredup. Bunda tahu kalian sedang ada masalah.”

“Bicarakan, jangan saling mendiamkan. Ego lelaki sangat tinggi. Kita kaum perempuan harus sedikit mengalah. Apalagi Bayu anak tunggal, kentara sekali egonya. Perhatian yang Kinan berikan sejak kalian menikah membuat dia nyaman. Membuat Bayu sangat bergantung pada Kinan. Jadi .…”

“Maafkan aku, Bun. Belum bisa membahagiakan Mas Bayu, belum bisa menjadi seperti yang Bunda harapkan,” tangisku tumpah. “Aku ….”

Bunda membawaku ke pelukannya. Menepuk-nepuk punggungku untuk menenangkanku. ”Sssttt .… tidak ada yang perlu dimaafkan. Kinan tidak salah. Bayu juga. Kalian hanya perlu banyak belajar, saling memahami satu sama lain. Seperti yang Bunda katakan tadi,” Bunda melepas pelukannya dan memegang bahuku.

Aku (bukan) Istri Kedua (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang