prologue

2.7K 175 19
                                    

Terkadang, sulit bagi manusia untuk memiliki mimpi. Karena yang termudah adalah bagi takdir untuk menjatuhkan mimpi itu.

Jadi, pada dasarnya, perlu atau tidak manusia memiliki mimpi? Jika pada akhirnya dihancurkan, bukan kah bermimpi adalah suatu hal yang sia-sia.

Tidak lagi, tidak lagi Jung Jaehyun bermimpi. Jika disuruh memilih, ia pasti memilih jalan untuk mengubur semua impiannya dan hidup sesuai yang takdir lukiskan. Toh, impiannya semua telah hancur.

Hancur bersama tragedi miris yang menimpa keluarga kecilnya.

Semua berawal dari kegembiraan. Jaehyun pikir semua baik-baik saja. Bahkan dengan langit cerah yang terus mengikuti, ia yakin semesta menyertainya. Membawa angan akan hidup bahagia selamanya bersama wanita cantik berambut panjang serta lelaki kecil berlesung pipi sepertinya.

"Jaehyun di depan nanti sepertinya ada tempat istirahat jika kau lelah."

Dia adalah Park Haesoo, wanita mungil yang Jaehyun kenal sebagai wanita paling ia cintai di dunia. Wanita yang begitu tegar menghadapi krisis ekonomi keluarga dengan menjadi balerina. Wanita yang kemudian harus terpuruk saat keluarganya membabat habis hartanya dan hampir merusak kariernya.

Jaehyun bersamanya saat itu. Jaehyun melihat dengan jelas bagaimana Haesoo selalu tersenyum dan berusaha menyimpulkan kebaikan dari tragedi yang menimpanya. Wanita itu tak pernah menyalahkan keluarganya untuk hal itu.

Dan itu lah alasan yang membuatnya yakin untuk mempersunting Haesoo sebagai wanita hebat yang mengandung anaknya.

Satu tahun setelah pernikahan mereka, lelaki hebat lahir dengan nama Jung Haneul. Haneul yang berarti langit merupakan langit paling berwarna bagi Jaehyun dan Haesoo. Kadang temaram menghapus terang wajahnya, namun langit akan kembali cerah dalam sepersekian detik agar semestanya tidak kegelapan.

Jaehyun tersenyum kecil tanpa mengalihkan tatapannya dari kaca depan mobil. "Tidak, Sayang. Lagipula, sebentar lagi kita akan tiba. Haneul juga pasti sangat merindukan Nenek dan Kakek."

"Iya!" Haneul, lelaki berambut cepak di kursi belakang melonjak girang. Ia meringis lebar saat mendapati sang ayah meliriknya lewat spion.

Yang Jaehyun maksud Nenek dan Kakek adalah orang tuanya tentu saja. Ia tidak akan membiarkan Haesoo kembali kepada keluarga penuh racun yang mungkin di masa depan hanya akan merusaknya lagi.

Haesoo melirik ke arah peta di mobil yang menampilkan estimasti waktu perjalanan mereka. Tidak lama lagi, rupanya. Hanya butuh 45 menit sebelum mereka tiba di rumah orang tua Jaehyun.

"Bunda, sepertinya sabuk Haneul kendor." Lelaki berusia 6 tahun itu menarik-narik sabuk pengaman yang mengekang tubuhnya di kursi tambahan miliknya.

Kedua orang tua muda itu kompak menolehkan kepala ke belakang. Bedanya, Jaehyun dengan cepat kembali fokus ke jalanan. Sang wanita terlihat begitu tenang saat tubuhnya berusaha berbalik dan meraih Haneul.

"Oh, benarkah? Biar Bunda benarkan." Namun, jarak kursi depan dan belakang rupanya tak mengizinkannya untuk meraih Haneul. "Ouh, sulitnya," keluhnya kecil, masih berusaha untuk merenggangkan tubuhnya ke belakang.

Jaehyun melirik ke samping dengan was-was. Jalanan cukup ramai saat ini sehingga ia tidak bisa membantu banyak. Ia pelan kan sedikit mobilnya agar dirinya bisa melihat ke belakang dengan kilat. "Bisa tidak? Apa aku perlu menepi agar kau bisa pergi ke belakang?"

Pada akhirnya, Haesoo mengalah dan melepaskan sabuk pengamannya. Dengan itu, ia bisa lebih merenggangkan tubuhnya ke belakang dan meraih tubuh Haneul. "Bisa, Ayah," ujarnya seraya mengencangkan sabuk milik Haneul yang rupanya memang kendor. Sepertinya memang mereka harus mengganti penguncinya.

THE SOUND OF SILENCE - Jung Jaehyun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang