Di sebuah kafe bawah tanah, Yeona menunggu kehadiran Jaehyun. Bukan dia yang meminta untuk datang ke kafe ini. Jika ia boleh memilih, ia lebih baik menunggu di rumah Jaehyun daripada harus membuat pria itu berpergian dengan mobil malam-malam.
Oh, bukan, ini bukan bentuk perhatiannya pada Jaehyun. Ini murni perasaan peduli sesama manusia.
Yeona tengah meminum kopi susunya yang sudah suam-suam kuku saat suara bel pintu berbunyi. Sang barista perempuan di sana menyambut kedatangan tamu dengan suara nyaring khasnya. Namun, itu tak membuat Yeona menoleh dari posisinya yang membelakangi pintu.
Suara keras yang ditimbulkan oleh jas hitam yang dibanting ke meja membuat Yeona mendongak. Bisa ia lihat Jaehyun dengan raut wajah marahnya dan keringat yang membasahi keningnya. Matanya bergurat merah tanda ia baru saja turun dari mobil dan langsung menuju ke tempatnya duduk.
"Haneul sakit? Kenapa tidak memberi tahu saya?" tanyanya dengan suara tertahan. Bisa-bisa ia diusir karena terlalu ribut.
Yeona meletakkan cangkirnya ke tatakan sebelum kembali mendongak menatap pria yang menjulang di sampingnya. "Apa kau peduli?" Ia balik bertanya dengan sangat santai.
"I do! Dia anak saya."
Dengan ujung kakinya, gadis itu mendorong kursi di depannya hingga keluar dari meja. Sudut matanya melirik ke arah kursi tersebut, meminta Jaehyun untuk duduk. Setidaknya menghentikan tatapan risih 4 orang pelanggan lainnya.
Jaehyun mengusap wajahnya kasar sebelum akhirnya duduk di hadapan Yeona. Wajahnya sangat kacau. Kentara sekali, pria itu belum pulang ke rumah jika melihat dari pakaian yang dipakainya. Masih sama dengan yang dipakai saat acara tadi.
"Okay, maaf jika saya kasar. Tapi, saya sangat khawatir."
"Lalu kenapa malah menemuiku? Temui saja Haneul di rumah dan tanyakan sendiri."
"Hubungan kami semakin rumit, Nona. Dia tidak pernah berbicara pada saya. Saya sudah mencoba, tapi sangat sulit."
"Begitu?"
Tangan Jaehyun mengepal di bawah meja. Ada rasa iri saat melihat bagaimana hubungan Yeona dengan Haneul sekarang. Gadis itu lebih banyak memiliki waktu dengan Haneul, sementara ia sebagai ayahnya tidak pernah mendapatkan itu.
"Dia mengatakan banyak hal pada Anda, 'kan? Anda menjadi orang yang paling dia percaya saat ini."
Yeona membawa tangannya yang terlipat ke atas meja. Tubuhnya condong ke depan, menatap wajah Jaehyun yang terlihat lebih tenang dari sebelumnya. "Sangat banyak. Termasuk mempertanyakan posisinya di matamu," ujarnya sedikit berbisik.
Pria itu menutup matanya seraya mendesah kecil. "Saya akan selalu salah di matanya. Terutama setelah saya memberitahunya tentang implantasi koklea."
Ada jeda diam di antara mereka. Pria itu berulang kali menghela napas panjang, menenangkan dirinya yang entah sejak kapan sangat kalut. Bahkan dengan keseriusannya saat ini, barista perempuan yang semula hendak melayaninya itu segan dan memilih untuk menunggu agar perbincangan itu sedikit santai.
Yeona menyodorkan sehelai tisu pada Jaehyun. Keringat Jaehyun terlihat semakin intens keluar. Pendingin ruangan tak membantu sama sekali nampaknya.
"Kau merasa kau salah, Tuan?"
Jaehyun menerima tisu tersebut dan segera menyeka wajahnya. Napasnya terdengar begitu berat saat berkata, "Yeah. In the end of the day, I'm not a perfect father for him. Ada masanya saya melukai perasaannya."
Tangan Jaehyun jatuh ke atas meja. Ia meremas tisu yang sudah basah itu hingga tak lagi berbentuk. Seketika, ia merasa gagal menjadi seorang ayah. Ia gagal menepati janjinya pada mendiang istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SOUND OF SILENCE - Jung Jaehyun✔
Fanfic[Finished] - Bahasa Baku Selamat datang di dunia Jung Jaehyun. Orang akan menganggap dia pria biasa. Tapi jauh di balik itu, dia adalah pria rapuh yang kehilangan mimpinya untuk hidup bahagia. "Duniaku sudah hancur, Yeona. Kini tinggal aku seorang d...