7. DUA HATI

758 136 21
                                    

Langkah Yeona terasa begitu berat meskipun cepat. Tungkai itu mengantarkan sang gadis keluar dari stasiun. Gadis itu memperbaiki posisi kaca matanya, menghindari tatapan aneh orang karena mungkin matanya sangat terlihat bengkak dan sikapnya yang mencurigakan.

Binar mata dan semangatnya langsung pudar setiap dirinya kembali dari Busan. Dan ia tidak tahu sampai kapan dirinya bertahan.

Di depan sebuah kafe di depan stasiun, ia melihat mobil dengan plat yang sangat ia kenal. Itu adalah Ten, salah satu orang yang tahu perasaannya setelah pulang dari Busan selain Doyoung.

Tanpa bertindak lebih lanjut, Yeona segera mempercepat jalannya dan masuk ke dalam mobil tersebut. Di sana, ia langsung melepas kaca matanya dan mendesah lega.

Ten yang semula tengah memainkan ponsel itu menoleh. Segera ia simpan ponsel tersebut di saku sebelum memberikan satu gelas cokelat hangat kepada Yeona. Ia tahu gadis itu belum sarapan dan akan membahayakan jika meminum kopi.

"Bagaimana perasaanmu?"

Ditanya seperti itu, Yeona hanya terkekeh. Setelah menyeruput seperempat isi cup, ia menjawab, "Aku sudah terbiasa, Ten. Hanya kesal sesaat saja."

Senyum Yeona melegakan Ten. Tegang di pundaknya mulai lemas saat melihat senyum di wajah Yeona. Meskipun ia tahu masih ada rasa dongkol di dada sang gadis, ia percaya jika Yeona benar-benar sudah lebih baik.

"Mereka itu memang bangsat. Jika sudah tahu akhirnya akan seperti ini, kenapa tidak kau putuskan saja hubunganmu dengan mereka? Lagipula, kalian bukan keluarga lagi, 'kan?" cibirnya seraya menyedot kopi miliknya.

"Yeah. Itu hal yang sulit sebenarnya karena ini menyangkut tentang janji."

"Huh, jika aku jadi kau, aku sudah buat mereka sengsara." Tubuh Ten bergerak, memosisikan dirinya agar menghadap ke arah Yeona sepenuhnya. "Omong-omong, bukan kah semua uangmu ludes. Bagaimana kau bisa pulang?"

"Pak Jaehyun mengirimiku uang."

"Gila, Han Yeona. Kau sudah sedekat itu sampai-sampai kau berani memalaknya?"

"Bukan memalak! Aku hanya bertanya apakah aku mendapatkan uang pesangonku setelah uji coba tiga hari itu selesai. Aku tidak meminta, demi Tuhan! Dia yang mengirimiku."

Kedua mata Ten menyipit. "Pasti banyak."

"Lima ratus ribu won."

"Sialan! Bagaimana caranya mendapatkan orang tua murid yang kaya raya seperti itu?"

Reaksi iri yang berlebihan itu mengundang tawa Yeona. Gadis itu mengangkat dagunya, menyombongkan kehadiran Jaehyun yang entah sejak kapan sangat membantunya sekali.

"Suatu saat nanti pasti ada, Ten. Kau adalah guru yang terbaik di Oliver, jika kau lupa."

Ten mengangguk kecil meskipun tak begitu memperhatikan ucapan Yeona. Ia lebih fokus pada cara Yeona bersikap santai seolah tidak pernah terjadi apapun. Seolah mata bengkaknya bukan lah apa-apa.

"Yeona, kau benar-benar sudah tidak sedih lagi, 'kan?"

"Hm, kenapa?"

Kedua pundak Ten mengendik. "Aku jadi tidak perlu mengajakmu ke taman bermain dan membelikanmu es krim."

"Kau pikir aku anak kecil?" Yeona mengangkat tangannya tinggi, mengancam Ten yang sudah mulai menyalakan mesin mobilnya.

Tangan Ten ikut terangkat. Bedanya, tangan Ten kini mendarat di puncak kepala Yeona dan mengusapnya lembut. "Bagus. Jangan merengek seperti tadi lagi. Itu bukan kepribadian Yeona yang aku tahu," ucapnya lembut

THE SOUND OF SILENCE - Jung Jaehyun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang