4. MAAF

794 144 20
                                    

Merasakan mobilnya terhenti, kedua mata Jaehyun terbuka perlahan. Ia menghirup napas panjang sebelum kemudian melepaskan kacamata hitamnya dan menyimpannya di tas selempangnya.

Pintu di sampingnya terbuka ke atas, menciptakan sebuah sayap yang terangkat. Ia menunduk kecil ke arah sang supir sebelum melesat masuk ke dalam istananya.

Sang pengasuh sekaligus asisten rumah tangga itu membukakan pintu untuk Jaehyun. Membungkuk sedikit sebelum kemudian mempersilakan sang tuan rumah untuk masuk. Sedikit ia lirik ke arah Haneul yang tengah duduk manis di ruang tamu, membelakangi pintu, sebelum kemudian pergi dan memberi waktu bagi Jaehyun untuk berbincang dengan anaknya.

Di atas sofa yang masih terlalu tinggi untuknya, Haneul duduk. Kedua kakinya menggantung dan kepalanya yang terus berputar mencari maaf yang tepat untuk ayahnya. Namun, ketika ia mendongakkan kepala, ia terkesiap. Dari layar televisi yang mati, ia melihat bayangan sang ayah sudah berdiri diam tepat di belakanhnya.

Dengan gelagapan, ia turun dari sofa. Ia remas kedua tangannya di depan perut ketika dirinya berjalan menghampiri Jaehyun. Kepalanya menunduk, membiarkan tangannya yang berbicara, "Ayah, maafkan kenakalan Haneul hari ini. Haneul membuat Ibu Guru kabur."

"Apa yang Haneul lakukan?" Jaehyun sedikit merunduk, menatap lurus ke arah mata sayu milik Haneul. Mata yang begitu mengingatkannya akan Park Haesoo.

"Haneul katakan jika sampai Ibu Guru jatuh cinta pada Ayah, maka Haneul memilih untuk mati saja. Haneul juga meremehkan Ibu Guru karena hanya terus bermain tanpa mengajar. Terakhir, Haneul mengusir Ibu Guru."

Tangan Haneul bergetar saat menjelaskan secara rinci pada Jaehyun. Matanya juga bergerak cepat menghindari tajamnya mata Jaehyun saat menatapnya.

"Ada lagi?"

"Tidak." Haneul menggeleng lemah. "Ayah maafkan Haneul?"

Sekali lagi, Jaehyun tatap bola mata bersalah yang begitu menusuk jantungnya itu. Ia selalu gagal menemukan cara membuat anaknya itu bersikap baik. Ia meraup oksigen banyak-banyak sebelum kemudian merengkuh tubuh Haneul erat. "Bagaimana caranya?" tanyanya putus asa saat ia merasakan pelukan Haneul melingkar di pinggangnya.

Perlahan, ia melepaskan pelukan itu kemudian mengusap kepala Haneul lembut. Ia berikan senyuman kecil pada Haneul, memastikan bahwa sang anak tak lagi merasa sungkan menatapnya. Ia menunjuk bibir tebalnya, mengisyaratkan Haneul untuk memperhatikan ucapannya.

"Ayah berikan waktu 3 hari bagi Ibu Guru untuk mengajar Haneul, itu berarti tersisa 2 hari baginya. Jika selama 3 hari itu Haneul merasa tidak cocok, Haneul bisa bilang pada Ayah. Jangan seperti tadi lagi. Paham?"

"Paham." Haneul mengangguk, memberikan senyuman kecil yang sangat mirip dengan senyuman Jaehyun.

"Good boy." Jaehyun kembali mengusak rambut Haneul. Ia begitu lega, setidaknya, saat melihat keyakinan di mata Haneul. "Sekarang pergi lah tidur," ucapnya lugas seraya bangkit dari posisinya untuk segera pergi ke kamarnya.

Namun, belum selangkah kakinya menjejak, sebuah tangan mungil menahan tasnya. Ia kembali menoleh, menangkat alisnya saat melihat Haneul masih menahannya.

Perlahan, tangan yang menahan tas itu terangkat. "Ayah, boleh kah Haneul tidur bersama Ayah malam ini?" tanyanya dengan tangannya yang begitu lihai.

Senyuman Jaehyun mengembang semakin lebar di antara wajah lelahnya. Ia mengangguk kecil kemudian menjawab dengan isyarat tangan, "Tentu. Ayah bersih-bersih dahulu, ya?"

Kedua Jung itu saling melempar senyum damai sebelum kemudian berjalan beriringan menuju kamar besar milik Jaehyun. Walaupun perdamaian ini sunyi, ada riuh bahagia di dada Jaehyun dan Haneul.

THE SOUND OF SILENCE - Jung Jaehyun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang