Cermin

113 10 0
                                    

[drama, curse]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[drama, curse]

“Cermin ini istimewa, aku membelinya dengan harga mahal.” Maia baru saja pamer kepada adiknya. Dia bangga dengan hasil tabungannya selama ini. Sudah lama dia menginginkan cermin ini.

Cermin itu memiliki warna biru tua dengan rangkaian ukiran menghiasnya. Bentuknya memang cukup kecil, hanya segenggam tangan Maia. Tetapi, warna dan hiasan yang tampak seperti tiruan berlian itu yang menarik minatnya. Tentu Maia tidak mau cermin itu direbut.

Meski harganya lumayan mahal dan nyaris menghabiskan tabungannya, Maia tidak begitu peduli. Selama masih bisa memiliki cermin ini, tidak masalah.

Dia membeli cermin itu dari sebuah stan yang baru muncul dekat sekolahnya, lebih tepatnya di bagian belakang sekolah di mana beberapa pedagang menjaja dagangan mereka. Ada yang menarik perhatiannya waktu itu, yaitu pantulan dari cermin yang dipajang di sebuah stan itu.

Seorang gadis yang sedang menjaga stan itu tersenyum pada Maia. Dia membiarkan Maia terus menatap cermin itu hingga beberapa detik.

“Cermin ini kudapatkan dari seseorang beberapa tahun silam,” ucap gadis itu. “Ini benda antik, harus terus dijaga dan dirawat.”

Maia yang tidak terlalu memusingkan, langsung menanyakan harganya dan dari situ saja sejarah di mana dia mendapatkan cermin itu. Tanpa bertanya banyak melainkan ingin segera mendapatkan cerminnya.

“Kakak tidak bertanya dari mana asalnya?” tanya adiknya. “Kakak tidak mungkin membeli tanpa berpikir terlebih dahulu, ‘kan?”

Maia terdiam. Dia kembali menatap cermin yang digenggamnya, hasil tabungan yang seharusnya akan dipakai untuk kebutuhan lain justru berkurang demi sebuah cermin yang cantik.

“Aku yakin ini cermin yang datang dari pabrik seperti kebanyakan cermin lainnya,” jawab Maia.

Adiknya hanya mengiakan sebelum akhirnya meninggalkan Maia sendirian di kamarnya.

Maia senang memandangi dirinya di cermin, terutama jika dia suka warnanya. Apalagi kalau bentuknya yang sedang cukup mudah dibawa ke mana saja.

Saat memandangi pantulan wajahnya, Maia tersenyum. Melihat kulit kuning langsatnya yang mulus tanpa jerawat, manis cokelat tua seolah menambah kepercayaan diri bagi Maia. Dia memang merasa lebih cantik dibandingkan teman sebayanya, tapi itu tidak membuatnya terlalu berbangga diri.

“Aku jadi penasaran, bagaimana rasanya jika bayanganku melihat aku di seberang sini.” Maia membatin selagi memandangi pantulan dirinya di cermin itu.

Fantalaqa [Antologi Cerita Fantasi] [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang