[Spirit]
Aku adalah pendamping dan tugasku hanya mendampingi. Sejak awal penciptaan, dia sudah ada bersamaku dan kami dibesarkan di tempat yang sama. Namun, dia tidak tahu tentangku sementara dia terus kuawasi. Sejak kecil hingga detik ini, perkembangan dan seluruh kisah hidupnya kutahu. Hanya itu yang kulakukan, mengamati dalam diam tanpa campur tangan selagi dia melukis takdirnya. Sejak matahari terbit hingga bulan terlelap, aku selalu ada. Ketika dia bersuka cita maupun berduka, setiap kisah tidak lepas dari pandanganku.
Aku menjadi pendamping bagi seorang anak lelaki yang diberi nama Dale. Meski nama itu terkesan monoton, tapi dia sepertinya suka nama itu mengingat dia sering mengucapkannya dengan bangga. Dia jalani hidup layaknya anak lelaki lain. Mulai dari belajar berjalan, bicara, hingga akhirnya memasuki bangku sekolah menengah akhir yaitu masa sebelum kuliah dimulai. Kujalani semua tugas ini dalam diam selagi mengamati.
Aku adalah pendamping dan aku pula cerminan darinya. Karena darinya saja yang kutahu. Selama dia masih hidup, aku harus selalu ada di sisinya. Semua kusaksikan dalam diam meski sesekali kubisiki ke dalam hatinya pendapat dan ajakan dariku. Ketika sedang menyendiri, aku bisikkan kata-kata di hati. Dia dengarkan dan renungkan, entah setelahnya. Dalam beberapa kisah Dale bergerak melakukan semua bisikanku dan bilang jika itu ungkapan dari hati, dalam beberapa kisah lainnya diabaikan atau hanya dia simpan dalam hati. Mengira jika semua pemikiran tadi murni berasal darinya karena yang didengarnya sama persis dengan suaranya sendiri. Selama itu Dale masih saja mengira bahwa pemikiran yang dianggapnya “aneh” atau “tidak biasa” ini berasal darinya, lagi dan lagi. Setiap ungkapan dariku merupakan cerminan dari hati dan sikapnya selama ini. Salah satunya ketika dia memutuskan untuk mengenal lebih jauh dengan seorang teman sekelas.
Anak itu pendiam dan tidak memiliki teman. Semua orang mengabaikannya selama di luar maupun dalam lingkungan sekolah. Orang yang kudampingi tentu muncul rasa iba darinya. Padahal sebentar lagi masa sekolah akan berakhir dan sayang sekali jika tidak meninggalkan kenangan berkesan bersama teman sekelas. Sebagai makhluk sosial, Dale merasa perlu bicara pada anak itu meski aku sendiri ragu.
Melihat tingkah anehnya, aku bisikkan kembali pendapatku dan kali ini kuharap dia memilih mengikuti ucapanku. “Sebaiknya abaikan saja. Toh, dia mungkin anak yang tidak ingin berteman seperti yang lain. Sudah, jangan diganggu.”
Tidak sesuai harapan, Dale mulai mendekat dan bicara pada anak itu. Mulai bahas sana dan sini hingga beberapa penggalan pengalaman kisah yang dilalui masing-masing. Aku dengarkan dengan saksama dan kutarik sebuah kesimpulan sederhana mengenai anak itu.
Anak lelaki itu tidak ingin banyak bicara karena dia tidak tahu cara memulai pertemanan. Nama dia Hail. Sejak kecil selalu di rumah dan tidak dibiarkan bermain di luar layaknya anak lain. Sementara Dale telah melewati rangkaian pengalaman bermain di luar rumah bahkan sampai nyaris disangka menghilang oleh orang tuanya. Namun, anak itu tidak pernah merasakan dan dia mengaku ingin mengalaminya. Aura yang dipancarkan anak itu memang janggal, tidak tampak tertarik dengan obrolan tapi langsung banyak berkisah pada orang yang kudampingi. Mungkin memang pemalu, tapi firasatku berkata lain.
Kudengar lagi Dale bicara padanya. “Bagaimana kalau hari ini kamu main ke rumahku?”
Aku rasa itu tawaran yang buruk. Aku pun berbisik padanya. “Apa yang kamu lakukan? Jangan secepat itu! Kalian baru saja mengenal!” Bukannya kenapa tapi aku merasa semakin janggal jadinya. Aku masih bisa hidup setelah Dale, tapi aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantalaqa [Antologi Cerita Fantasi] [✓]
ContoPernah berpikir bagaimana kisah siluman yang hidup di pegunungan terpencil? Atau kisah para mermaid bersama keluarganya menyelami lautan? Maupun kisah yang diambil dari sudut pandang seekor kucing? Semua kisah yang ada di antologi ini menceritakan t...