[drama, apocalypse]
***
Ketika memejamkan mata, aku pun terlelap. Tempat di mana aku semestinya merasa nyaman bersama pikiranku, hingga menuntun ke alam mimpi.
Ketika aku bermimpi, yang kulihat adalah kehidupan. Sekelompok makhluk bercengkarama dalam sebuah ikatan. Namun, yang kualami saat ini jauh dari impian itu.
***
Begitu kembali membuka mata, aku hanya bisa melihat tumbuhan merambat dari sela lubang kamar. Merangkak mendekat setiap detiknya, tampak mencoba meraihku.
Kamar kini dipenuhi tumbuhan dari beragam bentuk dan rupa. Mulai dari warna putih, ada pula merah. Setiap hari, mereka tampak bergerak mengeliat ingin melakukan sesuatu. Tapi, saat itu juga aku berhasil memotong mereka sebelum meraihku.
Sulur yang mengekang pintu kamar sudah berhasil kupotong semua. Kupastikan tidak ada lagi yang mencoba menganggu. Setelahnya, aku akan keluar dari wilayah terkutuk ini.
Sudah seminggu semenjak wabah aneh menyelimuti daerahku. Ketika tanaman tumbuh dengan cepat membentuk rupa yang aneh. Ada yang menyerupai hewan, manusia, bahkan bentuk aneh dari kombinasi semua ini.
Sulur-sulur yang merambat di bekas kamarku ini bukan tipe yang berbahaya secara langsung. Tapi, bisa jadi mereka mengikat lalu mencekikku dalam tidur jika lengah. Maka, kuputuskan untuk pergi dan mencari tempat baru yang tidak dijamah.
Aku keluar dari bekas apartemenku. Semua orang sepertinya sudah pergi. Tentu saja, mereka pasti minggat sehari setelah mendengar kabar wabah aneh ini. Tapi, aku menunda karena mengira tidak akan separah tadi. Akhirnya, seperti yang lain, pergi juga dari wilayah yang sudah ditempati selama dua tahun ini. Niat hendak pulang kampung jika memang di sana belum terjangkit.
Sambil mengangkat tas punggung berisi barang bawaan, aku melangkah menuju stasiun, mencari-cari kereta yang masih beroperasi. Semenjak tumbuhan mulai merambat menguasai kota, seluruh alat komunikasi tidak terkecuali televisi seketika padam. Sehingga aku jelas ketinggalan banyak.
Stasiun tampak menyedihkan. Sulur-sulur merambat memeluk erat hampir setiap sisi, belum lagi beragam macam bunga tumbuh menghiasi stasiun yang mulai tampak mati ini. Layaknya kebun, semua hanya terdiri dari itu saja.
"Tolong! Tolong!"
Terdengar jeritan dari dalam. Entah naluri dari mana, aku sahuti mereka dari luar.
"Tunggu!" Aku pun melangkah masuk. Memberanikan diri mendekat tanpa memikirkan sulur-sulur yang bergerak ke arahku. Ini kesempatan terakhir, jangan sampai tertinggal.
Mereka menjerit lagi, kali ini lebih keras disertai isak tangis. Aku yang tidak tega, mempercepat langkah hingga tiba di sumber suara.
Aku terkesiap menyaksikan apa yang kulihat. Sesuatu yang kutakutkan sejak wabah aneh ini menyerang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantalaqa [Antologi Cerita Fantasi] [✓]
Short StoryPernah berpikir bagaimana kisah siluman yang hidup di pegunungan terpencil? Atau kisah para mermaid bersama keluarganya menyelami lautan? Maupun kisah yang diambil dari sudut pandang seekor kucing? Semua kisah yang ada di antologi ini menceritakan t...