Part 7.
Suasana kantin sangat ramai, para siswa seperti orang-orang kelaparan yang baru dilepaskan dari penjara. Membuat heboh dan pusing ibu kantin. Di Indonesia, khususnya di sekolah ini, budaya antri masih tidak dipedulikan, orang-orang meyerobot sesukanya tak peduli sekitarnya. Alasannya karena senioritas masih tinggi dan juga para siswa tak dibiasakan. Mungkin juga karena tidak ada contoh baik yang bisa ditiru. Padahal di area orang-orang berilmu seperti ini harusnya tertib namun justru tak ada bedanya dengan pasar.
Di sudut kantin, ada satu pasangan yang sedang makan, menjadi gunjingan orang sekitar dan tontonan bagi mereka yang begitu tertarik.
"Kamu nggak mau ke psikiater aja?" Tanya Yura hati-hati sambil menatap Theo di hadapannya yang menggigit baksonya dengan tenang.
Theo menggeleng pelan, "Kamu udah cukup Yu."
Yura menghela nafas kasar, "Aku cuman bantu kamu ngelewatin satu malam. Kamu udah mimpi buruk kayak gini hampir tiga tahun Yo dan semalam ak-aku dengar kamu nangis. Itu udah parah banget, kamu harus nyembuhinnya dari akar-akarnya Yo. Aku nggak tega lihat kamu menderita kayak gitu."
"Nggak akan sembuh Yu. Nggak akan. Ini hukuman buat aku," batin Theo namun berkata lain, "kita makan aja ya dulu. Aku nggak papa kok Yu."
"Nggak pa-" suara Yura menggantung di udara karena seorang tiba-tiba menyelanya berbicara.
"Gue boleh gabung sama kalian?"
Yura mendongak, menemukan wajah cantik dengan kulit cerah, riasan tipis yang mempertegas kecantikannya, serta kerlipan polos seperti anak bayi yang tak punya dosa. Yura lantas menatap sekeliling, melihat beberapa orang ternyata memandang ke arah mereka.
"Boleh. Duduk Dan!" kata Theo sambil menggeser pantatnya hingga Dania bisa duduk di tempat kosong samping Theo di hadapan Yura.
"Gue masih belum kenal banyak orang," kata cewek itu pada Yura.
Yura menatap Dania yang makan begitu anggun, rasanya aneh bagi Yura jika gadis dengan rambut lurus yang digerai itu tak punya teman. Justru ada banyak orang yang ingin berteman dengannya, dia sempurna untuk dijadikan kawan numpang tenar.
Yura makan dengan tidak nyaman, entahlah, ia hanya merasa cemburu pada gadis di depannya itu.
"Jajanan paling enak di kantin ini menurut kalian apa?" Tanya Dania masih sambil menatap Yura.
Yura tersenyum bussines lalu menggeleng, "kurang tahu. Aku juga masih baru di sini."
Dania manggut-manggut, ia mulai menyadari ketidaksukaan Yura padanya. Tak apa, ia juga tak suka dengan Yura.
Dania lantas menoleh pada Theo, "kalau menurut lo Yo?"
Yura merasa sangat gerah, bertambah gerah kala telinganya kembali menangkap omong kosong orang-orang.
"Si Yura ngerusak aja duduk di situ."
"Ya ampun, kak Theo sama kak Dania serasi banget."
Gila 'kan? Kenapa kesannya jadi seperti Yura yang mencoba merebut Theo dari Dania di sini.
"Kalau gue sih, paling suka seblak."
"Ooh, lain kali bakalan gue cobain," ucap Dania lalu kembali memasukkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.
Gadis cantik itu tiba-tiba tersendat, terbatuk-batuk beberapa kali. Theo jadi sedikit panik dan langsung menjulurkan minumannya pada Dania yang tak bawa minuman.
"Minum dulu Dan!" Dania segera meminum minuman dari Theo.
Yura hanya duduk diam di tempatnya, selain bola matanya, tak ada lagi yang bergerak. Ia menatap dua orang di depannya dengan tatapan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yura dan Bintangnya
Fiksi Remaja"Gara-gara Lo kapal gue karam." "Cantikan Dania. Yura mah ampas." "Theo lebih cocok sama Dania anjir. Si Yura ngerusak aja." "Chemistry Theo sama Dania dapat banget. Berharap mereka jadian di real life tapi sayang, ada batu terkutuk yang halangin." ...