10- Pondahan

894 44 0
                                    

Hari ini, adalah hari pindahan Hanin dan Rafka. Mereka akan pindah di rumah yang telah Rafka beli.

Hari dimana, hari terakhir Hanin untuk bersama orang tuanya.

Sungguh ini adalah bagian yang tidak pernah sekalipun ia pikirkan.

Hanin pikir, walau sudah menikah dia akan tetap bersama Ayah Bundanya. Tapi nyatanya tidak, takdir berkata lain.

Orang tua Rafka sudah lebih dulu pulang sedari pagi. Katanya Papa sudah tidak bisa libur lagi, hari ini pun ada meeting bersama klien yang sangat penting.

Hanin sudah memasuki barang-barangnya ke dalam bagasi mobil Rafka.

"Sudah semua, tidak ada yang ketinggalan?" tanya Rafka.

"Gak ada," jawab Hanin datar.

Setelahnya, mereka berpamitan. Hanin memeluk Ayah dengan erat. "Sudah... Ayah yakin kamu bisa, ini sudah saatnya Ayah ngelepas kamu."

"Kamu sudah menikah, dengarkan perkataan suamimu jangan membantahnya. Hargai dia, ya," ucap Ayah.

"Gak usah sedih gitu, pindahnya gak jauh. Masih satu kota 'kan, sayang," ucap Bunda dengan hiburnya.

Rasa sedih, ini tidak seperti yang di pikirkan. Karena ini adalah kali pertamanya ia harus pisah dengan kedua orang tuanya.

Hanin yang tidak pernah jauh dari mereka, kini sudah Hanin rasakan. Hanin yang manja dan sangat dekat dengan orang tuanya, harus rela terpisah oleh jarak.

"Kakak gak pulang? Jangan lama-lama di sini abisin beras Bunda aja," ucap Hanin sambil mencium tangan Kak Dannisa dan Kak Wilda.

"Heh! Nanti malam pulangnya. Aduuh, gak nyangka, adek aku udah mau minggat aja dibawa suami, perasaan kemarin masih menye-menye minta gendong Ayah sama manjanya gak ketulungan. Jadi istri dan ibu yang baik ya, jangan siksa anakmu," ucap Kak Wilda dengan terkekeh.

Hanin menanggapi ucapan Kakaknya dengan wajah ditekuk. "Dasar kakak laknat! Lagi sedih gini masih aja diejek!" Batin Hanin.

"Sudah, sudah ... Bunda sama Ayah nanti akan nyusul kalian, ya. Bunda dan Ayah udah serahin semuanya ke Rafka, kamu disana jadi istri yang baik, layani suamimu dengan baik sayang," Pesan Bunda.

Rafka mencium tangan Ayah.

"Jaga Anin ya, nak. Jangan pernah sakiti hatinya, tuntu dia menjadi lebih dewasa. Saya percayakan dia sama kamu, ya? Jangan pernah kamu buat air matanya terjatuh walau setetes pun," ucap Ayah lalu memeluk Rafka dengan sayang.

"Pasti Yah, insya allah Rafka akan menjaga Anin dan berusaha membahagiakannya, Ayah gak perlu khawatir," ucap Rafka seraya merangkul Hanin.

Hanin mendongak melirik Rafka yang berada di dekatnya karena memang Rafka terlalu tinggi darinya. Keduanya saling berpandang, menyeru apa yang terjadi sebelumnya.

"Ya sudah, kalian berangkat lah. Jaga diri kalian baik-baik," ucap Bunda.

Rafka dan Hanin kini sudah berada dalam mobil dan melaju dengan kecepatan sedang. Mereka akan pindah ke rumah baru dan hidup dengan keluarga kecil mereka.

"Kita ke rumah Mama dulu, saya mau ambil barang-barang saya sama anak-anak," ucap Rafka yang fokus mengendarai mobilnya.

Butuh waktu 30 menit untuk mereka sampai di rumah orang tua rafka. Setelahnya sampai, Rafka langsung sibuk dengan mengemasi barang-barangnya yang akan dia bawa.

Sedangkan Hanin, ia duduk bersama dengan Mama Ratih.

"Anin, mama minta baik-baik ya, sama anak-anak. Mereka pasti sudah tidak sabar ingin merasakan adanya Bunda yang perhatian sama mereka. Mama percayakan Kenzo dan Kania ke kamu ya nak, sayangi mereka," ucap Mama Ratih.

"Insya allah Mah, Anin akan menjaga Kenzo dan Kania. Mereka sudah menjadi bagian dalam hidup Anin. Anin akan menyayangi mereka seperti anak kandung Anin," ucap Hanin.

"Mama tenang mendengarnya nak, Mama tidak salah sudah memilih kamu sebagai pendamping Rafka," ucap Mama Ratih seraya menyentuh lembut tangan Hanin.

Mendengar ucapan Mama Ratih, Hanin hanya bisa tersenyum. Pernyataan yang ia hindari, kini keluar dari Mama mertuanya.
Hanin masih belum percaya dengan statusnya sekarang.

Benar-benar tidak menyangka ia akan menikah di usia yang masih sangat muda.
Haahh... hanya helaan nafas panjang yang bisa Hanin lakukan.

"Kita ini sudah menjadi keluarga, kamu jangan sungkan untuk datang main ke rumah Mama. Pintu rumah Mama akan selalu terbuka lebar untuk kalian, ya. Kalau ada kesulitan apapun, kamu telepon saja Mama," Hanin menjawab dengan anggukan dan senyuman.

Rafka dan Hanin berpamitan, mencium tangan mama. Papa sedang tidak di rumah, masih sibuk di kantor.

"Mah, Rafka pergi dulu," ucap Rafka.

"Iya sayang, kalian hati-hati ya," ucap Mama mengantar anak, menantu serta cucunya depan pintu.

Di mobil, dan Hanin duduk berdampingan di depan. Sedangkan Kenzo duduk di belakang dengan Kania yang tertidur di sampingnya.

Tak terasa, kini mereka telah sampai rumah yang akan di singgahnya.

Baru saja turun dari mobil, Hanin sudah di buat terkagum-kagum dengan rumah di depan matanya.

Sesuai dengan yang dia impikan, rumah yang tak terlalu besar dan minimalis untuk keluarga kecilnya.

Hanin menggendong Kania yang masih tertidur, mendekapnya agar tidurnya tidak terganggu dan membawanya masuk ke dalam rumah dengan Kenzo disampingnya.
Rafka sibuk sendiri dengan mengangkat barang-barang masuk ke dalam rumah.

•••

Matahari sudah mulai terbenam pada persembunyiannya, Hanin baru saja selesai membereskan barang-barangnya.

Sesuai dengan yang Hanin katakan kemarin sebelum mereka pindah, Hanin ingin tinggal di kamar yang berbeda.

Tapi, bukan Rafka namanya kalau dia sampai biarkan itu. Sama aja bodoh namanya. Kenapa dia harus dengarkan kata istrinya? Dia punya hak atas semua.

Dan berakhirlah Hanin sekamar dengannya. Tentu, itu sudah harus terjadi, karena mereka sekarang sudah menjadi pasangan halal.

Dengan alibinya, kamar di lantai bawah ada 3 buah, dan di atas 2 buah kamar.

Kamar di atas satunya akan Rafka jadikan ruang kerjanya, Sedangkan di bawah satu untuk di tempati Kenzo dan Kania, sisahnya lagi untuk asisten rumah tangga yang akan mereka kerjakan nanti.

Sekarang sore hari sudah mulai terganti oleh malam.

Hanin berjalan ke dapur, ia ingin memasak sesuatu untuk makan malam mereka.
Saat membuka lemari es, Hanin teringat bahwa ia belum belanja untuk kebutuhan dapurnya.

"Astaghfirullah... kenapa bisa lupa, kalo hari ini baru pindahan," ucapnya refleks menepuk jidatnya.

"Kenapa tadi gak mampir dulu aja ke supermarketnya," lanjut Hanin.

Hanin kembali berjalan mencari Rafka di ruang tv.

"Pak, belum belanja kebutuhan dapur. Saya mau masak," ucap Hanin.

Rafka langsung bangun dan berjalan naik keatas.

Hanin yang melihat itu dibuat melongo.

"Lah, si Bapak mantan duda maen nyelonong aja. Bodo amat! Biarin aja pada kelaparan," Gerutu Hanin.

"Ayok," ucap Rafka tiba-tiba.

"Apa?" Beo Hanin.

"Mau belanjakan? Kalo iya ayok, saya ke atas ambil kunci mobil dulu," ucap Rafka.
"Oh."

"Mau kemana?" tanya Rafka saat meliat Hanin berjalan ke arah lain.

"Panggil anak-anak," ucap Hanin sambil berjalan.

Hanin tidak perlu ganti baju. Baju yang ia pakai masih sangat sopan. Kecuali dia pakai baju gembel baru dia ganti.

••••

To be continue..

Mas Duda Itu Suamiku [ Repost ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang