16- Jalan-jalan Mall

829 36 0
                                    

Dua hari kemudian..

Setelah hari kejadian Kenzo yang memukul temannya dan menjemput mereka untuk pulang.

Rafka langsung saja meminta kejelasan atas yang terjadi hari itu, ia hanya tidak menyangka bahwa anak sulungnya berbuat seperti itu.

Tapi.. setelah mendengarkan penjelasan secara rinci berulah Rafka mengerti. Karena ia memang sudah yakin, bahwa Kenzo tidak akan berbuat semacam itu kalau tidak dimulai lebih dulu oleh orang lain.

•••

Azan subuh berkumandang, memecahkan kesunyian pagi. Rafka yang sudah berpakaian rapi dengan baju kokohnya membangunkan Hanin dengan mengusap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.

"Anin, bangun udah subuh."
Hanin menggeliat, ia bangun dari tidurnya.
Karena hari libur itu sebabnya ia jadi ogah-ogahan untuk bangun.

Dengan tampangnya yang cemberut dan mata yang masih terpejam.

Hanin mengucek sekilas kedua matanya,
"Ayok, bangun subuhan dulu. Nanti kesiangan," ucap Rafka yang sedikit mengeraskan suaranya.

Hanin mengerjap, bayangan wajah tampan Rafka dihadapannya mendominasi penglihatannya.

"Bapak sholat dulu aja, aku nanti nyusul."

"Eh– eh, jangan tidur lagi. Wudhu sekarang," ucap Rafka dengan sekali angkat dia membawa Hanin ke dalam kamar mandi.

Dengan bungkusan selimut, maka wudhu yang Rafka ambil akan tetap sah.

"Iihhh, bapak apaan sih."

"Ambil wudhu cepat, saya tunggu," ucap Rafka.

"Ish, Dasar tua!"

Dengan sedikit malas, Hanin terpaksa menuruti, ia membersihkan dirinya dan berwudhu.

Tau aja kan, kalau Hanin masih manja meski bukan pada orang tuanya lagi, atau dalam rumahnya dulu.

•••

Pagi ini Hanin akan memasak menu simpel untuk sarapan pagi ini. Ia memilih untuk memasak nasi goreng dan telur ceplok, sekali-kali tidak akan apa-apa. Bosan juga hanya memakan roti setiap paginya.

Saat mengiris bawang putih, jari Hanin tak sengaja teriris pisau, hanya goresan kecil tapi itu cukup terasa sangat perih.

Rafka yang sekilas berjalan depan dapur, melihat itu terjadi. Ia menghampirinya segera meraih jari tangan Hanin dan mengemutnya dengan mulutnya agar pendarahannya berhenti. Ada gambaran kekhawatiran yang mendalam.

"Jari mu terluka. Kenapa kamu sangat tidak berhati-hati?" ucap Rafka menatap tajam Hanin.

"Ih, ih, ada apa dengan si pak tua? Tumben sekali perhatian. Tapi .... kok jantung aku jadi debaran kencang gini ya?" ucapnya dalam hati.

Hanin merasa ada debaran tak menentu untuk pertama kali dia menatap jauh ke dalam sorotan mata tajam Rafka yang malah terlihat  terlihat tenang.

"Sini, saya obat obatin dulu."

"Eh? Gak perlu pak, nanti juga sembuh sendiri," Hanin menarik jari tangannya dari genggaman Rafka.

"Mau saya bantu?" tanya Rafka.

"Hah? Emang, bapak bisa masak?" tanya Hanin memastikan.

"Eng– enggak juga sih," ucap Rafka sembari menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

"Ck! Ngapain minta mau bantuin, kalo masak aja gak bisa." Decakan kesal Hanin.

Mas Duda Itu Suamiku [ Repost ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang