Eleventh Cup

177 43 3
                                    

Sinar matahari pukul tiga sore memantul di atas permukaan danau biru cemerlang. Pohon-pohon flamboyan menjulang tinggi dengan dahan dan ranting menjulur ke tepian danau. Satu tempat yang menawarkan kedamaian di mana angin berhembus sejuk dan udara jernih tanpa polusi, jauh dari hiruk pikuk lalu lintas.

Simon memarkir mobilnya sekitar lima puluh meter dari tepi danau, di antara beberapa mobil lain yang terparkir di sana. Ada beberapa stand minuman dan makanan cepat saji di kawasan itu.

"Mengapa kau membawaku kemari?" bertanya seolah memprotes, tapi mata menyiratkan semangat, Zhehan menatap hamparan danau biru sejauh mata memandang.

"Sudah lama aku ingin mengajakmu jalan-jalan," melepas sabuk pengaman, Simon menggantung senyum tipis di sudut bibir. Dugaannya tepat bahwa Zhehan akan menyukai lokasi semacam ini. Duduk dalam keheningan ditingkahi suara alam menenangkan.

Mereka turun dari mobil, Zhehan turun lebih dulu dan tersenyum lebar.

"Indah sekali," tanpa menunggu Simon, dia bergegas lebih dulu menapaki jalan beralas batu tempel dan dibingkai semak bunga yang terpangkas rapi.

Matanya dengan cepat menangkap beberapa bangku panjang di tepi danau yang memang diperuntukkan bagi pengunjung. Duduk di sana, di bawah naungan rimbunan flamboyan dan sangat berdekatan dengan riak air danau.

Tak ada tempat yang lebih tenang lagi yang bisa ia temukan. Zhehan duduk di tepi danau menantang hembusan angin yang bertiup dari arah tengah, menyapu lembut wajah dan rambutnya.

Ketika Simon tiba di sisinya, mereka duduk santai memandangi beberapa perahu yang berlintasan di kejauhan.

Area tepi danau merupakan taman bunga yang dipenuhi aneka tanaman bunga berwarna-warni. Indah menggeleparkan kelopaknya di bawah sapuan lembut angin musim semi. Simon melihat beberapa ekor kumbang terbang di sekitar bunga sementara di sisi lain ada beberapa ekor kupu-kupu terbang mengitari taman.

Diam-diam Simon tersenyum. Di saat Zhehan memandangi perahu yang melaju membelah permukaan danau. Simon memandangi taman beberapa lama. Zhehan menyipitkan mata karena silau dan beralih menatap Simon.

"Kau terlihat sangat senang," Simon berkomentar.
"Jelas sekali kau kurang piknik."

Zhehan meniup helaian poninya. Tertawa kecil mendengar komentar si pemuda tampan yang duduk di sampingnya, mata jernihnya berkedip-kedip menikmati keindahan danau, ekspresinya mirip seseorang yang teringat sesuatu setelah lama melupakannya.

"Aku tidak pernah menyangka, ternyata aku sangat merindukan kebebasan seperti ini, "
dia bergumam pada diri sendiri, mengingat beberapa hal kecil yang sempat ia lupakan. Senyumnya terus mengembang.
"Berada di alam bebas rasanya damai."

"Solusinya mudah sekali. Sering-seringlah datang kemari," ujar Simon. Reaksi Zhehan cukup berlebihan dan tidak terduga, dia bahkan sedikit geli melihatnya.

Zhehan menoleh sekilas, hanya tersenyum-senyum tanpa mengatakan apapun. "Kau sudah berbaik hati mengajakku kemari. Seharusnya kau mendapatkan hadiah."

"Tidak masalah," Simon tertawa kecil.
"Kebersamaan ini sudah cukup bagiku, dan lebih dari itu, akan ada kenangan yang tertinggal. Kenangan manis adalah hadiah paling berharga yang bisa kuterima darimu."

"Kau juga memberikan kenangan manis bagiku."

Zhehan termenung sejenak, senyumnya perlahan memudar tergantikan oleh rona nostalgia yang sulit dijelaskan. Dia bangkit dari kursi, maju selangkah lebih dekat ke tepian danau, memandang semakin jauh ke tengah dan larut dalam keheningan untuk beberapa lama kala kenangan masa lalu lambat laun menghampirinya.

𝐅𝐫𝐚𝐩𝐩𝐮𝐜𝐜𝐢𝐧𝐨 𝐢𝐧 𝐋𝐨𝐯𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang