9. Kembali ke Permukaan

66 13 0
                                    

Hanya ada satu bintang yang bersinar terang di langit malam itu. Namun dia bukanlah bintang sungguhan, melainkan satu mata seputih bulan yang jangkauan penglihatannya mencakup seluruh Pale City. Melumpuhkan seisi kota, memporak-porandakan semua yang dilihatnya, menghipnotis penduduknya, menghipnotis Mono sampai tidak berkedip. Cahayanya yang putih terang terpantul di mata si bocah lelaki yang tampak tumpul, mati seolah kehidupan telah lama meninggalkan raganya.

Angin bersiul, membawa serta aroma debu, tanah lembap, kehancuran, dan darah bersamanya. Suaranya yang menyerupai tangisan seorang wanita yang baru saja kehilangan anaknya terdengar sampai ke dasar jurang, membuat rambut-rambut halus di bagian belakang leher Mono berdiri. Jika pun ia takut, dia tidak terlalu menunjukkannya. Baginya angin hanya angin, tak peduli seberapa mengerikan suaranya, Mono tahu angin tidak akan pernah menyakitinya.

Sisa-sisa glitch di sekitarnya berdiri diam. Sosok mereka yang sepenuhnya berwarna hitam dan kerap kali hilang timbul dari penglihatan masih terus memberi Mono sensasi menggelitik di sekujur tubuhnya yang masih belum bisa ia pahami maksudnya. Mereka menunggu Mono mengambil langkah pertama, gelisah dan takut jika anak yang mereka andalkan akan menolak permintaan mereka.

Hujan kembali turun. Tetes pertamanya jatuh di mata Mono, membuat mengedipkan matanya yang perih. Sambil menggosok matanya menggunakan lengan mantelnya yang kini lusuh dan kotor, dia mengintip sisa-sisa anak-anak tersebut. Meskipun tak memiliki wajah, Mono tahu mereka tengah mengawasinya.

Sekarang air terus turun seperti ada yang baru saja menumpahkan seember besar air laut ke dasar jurang. Mono basah kuyup, rambut serta pakaiannya menempel ke kulit.

Keputusan sudah dibuat. Dia tidak bisa kembali.

Begitulah, Mono akhirnya menggerakkan kaki-kakinya yang sekaku beton melintasi tumpukan tubuh yang dijejalkan dalam satu tempat yang bahkan tidak bisa disebut sebagai pemakaman massal. Di luar garis yang menandakan akhir dari tumpukan mayat, tanah yang sudah seringkali diguyur hujan terasa lembek dan berlumpur ketika dipijak Mono. Dia nyaris tergelincir jika saja ia tidak meraih pada sebatang besi yang mencuat di dekatnya dari puing-puing bangunan. Dia terus berlari dalam keadaan setengah buta karena kurangnya pencahayaan. Para glitch mengikuti di belakangnya, sesunyi bayangan yang bersembunyi di sudut-sudut tergelap. Mereka setengah berlari dan setengah melayang di udara, hilang di satu saat dan saat berikutnya muncul tepat di sebelah Mono.

Jarak yang terlalu dekat dengan si glitch memberi Mono sensasi aneh. Sesaat dia mengira pandangannya kabur karena air hujan kembali memasuki matanya, tapi ternyata tidak. Selain itu, ketika Mono menunduk, dia melihat kedua tangannya menghilang sedikit demi sedikit. Belum sempat ia menyuarakan kepanikannya, kedua tangannya sudah kembali normal dalam sekejap ketika si bocah glitch kembali menghilang dari dekatnya. Mono berhenti, memandangi tempat di mana bocah tadi berdiri dengan alis bertaut.

Sekujur tubuhnya kembali terasa seperti digelitik lagi, tapi bukan dalam cara yang menyenangkan.

Memutuskan kalau dia tidak akan mendapatkan apa pun kalau hanya dengan berlari menyusuri jurang, Mono memilih untuk memanjat tumpukan puing yang tampaknya aman untuk dinaiki. Dia memanjat dengan tergesa-gesa dan tanpa memperhatikan apa yang diraihnya. Lebih dari sekali telapak tangan dan kakinya tergores oleh tepi batuan yang tajam, atau ujung batang besi dan kawat atau bahkan sedikit serpihan kaca yang masih menempel pada sisa-sisa bingkai jendela. Tapi dia tidak berhenti. Dan ketika ia sudah kehabisan puing untuk diraih, Mono berdiri di atas kedua kakinya yang nyeri.

Dengan mata menyipit dan sedikit cahaya dari puncak Menara Sinyal, Mono mempelajari wilayah sekitar. Di kedua sisi ia dihadang oleh dinding tanah yang tinggi menjulang seperti dinding pertahanan yang berdiri mengelilingi kota. Pipa-pipa air tak terhitung jumlahnya mencuat dari permukaan tanahnya, patah, bengkok, dan terpilin. Air kotor masih terus mengalir dari pipa-pipa tersebut, tapi yang menarik perhatian Mono adalah air terjun dari saluran air bawah tanah Pale City yang terbelah akibat gempa yang menyebabkan terbentuknya jurang tersebut. Bunyi air terjun itu mengalahkan suara air hujan yang turun tanpa ampun.

Fall ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang