5. Mata yang Tidak Pernah Berhenti Mengawasi

78 19 1
                                    

Mono tidak pernah melihat anak yang waktu itu ditemuinya lagi. Dia secara misterius hilang entah ke mana, dan meskipun Pale City kelihatannya seperti kota yang cukup besar, namun jika kau sudah menetap di sana untuk waktu yang cukup lama maka kau akan menyadari kalau kota itu sebenarnya tidak terlalu besar. Nah, untuk anak seperti Mono yang tidak pernah bisa diam, dia bisa dibilang sudah menjelajahi seluruh kota sampai ke sudut terpencil walau hanya dengan berjalan kaki. Dan, yah, dia tidak tahu apa yang diharapkannya, tapi dia tetap tidak menemukan anak yang kemarin dilihatnya.

Mono tidak tahu kenapa dia terus mencarinya. Padahal dia cuma anak telantar biasa dengan sikap yang buruk bahkan pada seseorang yang telah menolongnya. Serius, memangnya anak itu punya masalah apa, sih?

Bunyi kereta yang melintas dari rel di atas membuat Mono menghentikan perjalanannya untuk memijat kedua pelipisnya. Dia terus diam begitu di pinggir trotoar. Saat nyeri pada kepalanya hilang, barulah ia kembali melanjutkan perjalanan pulangnya.

Belakangan ini Mono sering mengeluhkan kepalanya yang sakit. Bukan jenis sakit kepala yang disebabkan oleh stres gara-gara ujian atau PR yang terlalu sulit dari materi yang diajarkan seperti yang dikatakan si penjaga perpustakaan, Mono curiga ini ada hubungannya dengan dengung terus-menerus yang muncul dari Menara Sinyal. Awalnya dengung itu hanya terdengar beberapa hari sekali selama tidak lebih dari lima menit, tapi semakin hari durasinya semakin bertambah panjang, dan sekarang Menara Sinyal sudah berdengung nyaris setiap hari. Selama dua puluh empat jam pula!

Bukan bunyi dengungnya saja yang sangat mengganggu Mono, tapi juga cahaya yang muncul dari puncaknya. Pada awalnya Mono memang menyukai cahayanya, tapi setelah hampir satu bulan, dia perlahan-lahan mulai membencinya. Dia tidak bisa tidur nyenyak di malam hari karena mimpi-mimpi buruknya yang bertambah parah. Selain itu dia jadi lebih banyak melamun di kelas cuma gara-gara dia melirik keluar jendela selama satu detik. Dia bahkan tidak melihat langsung ke arah cahaya itu, tapi entah bagaimana dia tahu bayangan-bayangan aneh yang muncul dalam benaknya berasal dari sana.

"... Hello, hello we're lonely
Help her, help her and we'll see my way, my way
And you'll see a halo ascending above our sea ...."

Mono tersadar dari lamunannya dan terkejut sendiri ketika mendapati dirinya sudah tiba di depan panti asuhan di mana sekelompok anak perempuan sedang bermain lompat tali. Dua anak memegang kedua ujung tali yang sedang diputar, satu anak melompatinya sementara yang lain tengah menunggu giliran mereka sambil terus menyanyikan lagu yang sama terus-menerus. Mono tahu lagu yang mereka nyanyikan. Itu salah satu dari sekian banyak lagu yang seringkali dinyanyikan di kalangan anak-anak.

Mono melewati anak-anak perempuan itu begitu saja dan segera masuk. Di ruang duduk anak-anak lain tengah asyik menonton TV bersama dua orang suster yang begitu terpaku sampai rajutan mereka terlupakan. Mono naik ke kamarnya.

"Apa yang ...."

Mono berhenti dalam keterkejutannya saat mendapati kamar yang ia tempati dalam keadaan berantakan. Kertas-kertas ada di mana-mana sejauh mata memandang; di atas tempat-tempat tidur, di atas setiap nakas, di tempel bertindihan di dinding bahkan sampai hampir menutupi sebagian jendela.

Dia menutup pintu sepelan mungkin hingga tidak menimbulkan bunyi. Mono berjalan dengan sangat hati-hati agar tidak menginjak kertas-kertas itu. ini sulit dilakukan, sebab nyaris seluruh lantai tertutupi kertas yang didominasi oleh gambar ... mata? Ya, sepertinya memang mata. Satu mata besar yang digambar berulang-ulang di setiap kertas.

Di samping salah satu tempat tidur yang ada di tengah, teman sekamarnya, Ben, tengah sibuk mencoret-coret selembar kertas yang kelihatannya ia sobek dari buku catatan sekolahnya dengan krayon merah. Coretan yang kelihatannya jika selesai nanti akan membentuk ....

Fall ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang