Mono berlari dengan si wanita tanpa wajah tak jauh di belakangnya, mengejar Mono dengan langkah yang mengentak-entak seolah ia tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya dengan benar. Meskipun pergerakannya menyerupai mainan robot yang rusak, Mono harus mengakui kalau wanita itu berjalan dengan cukup cepat, namun cepat saja tidak cukup baginya untuk bisa menangkap Mono. Anak itu bertubuh jauh lebih kecil sehingga gerakannya lebih gesit, dan segera saja Mono tak hanya berlari di jalur biasa, tapi ia juga menyusup ke bawah meja dan laci-laci seperti kucing. Ketika Mono melakukan ini si wanita sering mengeluarkan suara-suara frustrasi dan berusaha menyingkirkan perabotan-perabotan itu dari hadapannya. Pada saat ia berhasil menggulingkan satu lemari kecil, Mono sudah bersembunyi di bawah meja makan di dapur.
Bahaya yang terus mengintai memaksa otak Mono agar bekerja lebih cepat dari biasanya. Mono mengawasi kembali area dapur. Jalur yang tadi dilewatinya ketika masuk masih bisa lewati—
Mono menyentak kepalanya ke samping. Kursi-kursi di sekitar meja makan digulingkan ke lantai. Salah satu tangan si wanita tak berwajah meraih-raih lantai.
Jika tidak sekarang, maka Mono tidak akan punya kesempatan lain. Jadi ia pun melompat berdiri dan lari dari tempat persembunyian tepat ketika jari si wanita menyapu tempat di mana Mono berada sedetik lalu. Dia berlari lurus langsung ke arah kursi yang terletak paling dekat dengan konter, naik ke atasnya lalu melompat lagi ke atas kompor. Suara langkah kakinya di atas logam terdengar cukup nyaring meskipun ia bertubuh kecil sehingga si wanita menyentak kepalanya ke arah Mono. Dia ganti berusaha menangkap Mono dengan langkahnya yang tersendat-sendat sambil mengeluarkan suara marah yang mengingatkan Mono akan sesuatu yang terbuat dari baja beradu dengan benda lain dari bahan yang sama. Mono ingin menutup telinga, tetapi kedua tangannya sibuk meraih rak penyimpan piring yang baru dicuci di samping wastafel. Terburu-buru serta sedikit panik membuat ia hampir melepaskan cengkeramannya pada tepi rak, namun ia berhasil menghela tubuhnya ke rak paling atas tanpa tergelincir lalu kembali melompat ke bingkai ventilasi.
Mono yang kini berada di luar jangkauan si wanita tak berwajah kini bisa sedikit bernapas lega, namun degup jantungnya secepat kepakan sayap burung kolibri. Wanita di bawahnya membuka mulut untuk mengeluarkan jerit serak yang menurut Mono seharusnya bisa memecahkan benda-benda dari kaca.
Mono mengangkat sedikit jaring kawat di sudut kiri ventilasi, merangkak di bawahnya kemudian melompat ke tumpukan kotak di luar dinidng kabin. Si wanita yang terjebak di dalam masih mengeluarkan jeritan yang sama. Mono melompat ke tanah, rerumputan hampir membuatnya tergelincir. Mono berlari ke jalan setapak, namun tidak benar-benar menggunakannya. Dia mengambil jalur di sebalah jalan itu yang tertutup rumput tinggi hanya siapa lebih aman.
Dinding kayu kabin tersebut masih terlihat jelas ketika Mono menoleh sedikit melalui bahunya, tapi napas Mono sudah tersengal-sengal dan kakinya mulai berat karena lelah. Saat ia hendak berhenti untuk menghirup udara dalam-dalam, didengarnya bunyi familiar dari pintu yang dibuka paksa hingga membentur dinding di sebelahnya, membuat Mono melompat saking kagetnya. Dia menelan ludah, satu tangan diletakkan di dada sementara ia berdoa dalam hati pada siapa pun yang bersedia mendengarnya agar apa yang ditakutkannya tidak benar-benar terjadi. Tidak mungkin wanita dengan wajah aneh itu bisa mendobrak pintu yang terkunci rapat hingga terbuka. Tubuhnya kurus dan kurang nutrisi. Seharusnya dia tidak bisa membuka pintunya. Biarkan saja dia terkunci di dalam sana sampai mati kelaparan—
Wajah tanpa mata dan hidung itu muncul dari tepi dinding kabin, tangannya yang berjari kurus seperti ranting tua mencengkeram papan kayunya seperti cakar binatang. Dan meskipun matanya telah hilang entah ke mana, Mono bisa merasakan tatapannya yang langsung tertuju padanya.
Mono tidak tahu kenapa, tapi sesuatu dalam dirinya terus berteriak bahwa wanita itu berbahaya. Sangat berbahaya baginya jika ia berada terlalu dekat dengan Mono. Karena insting itulah, meskipun ia sudah cukup kelelahan, Mono tetap melangkahkan kakinya secepat yang ia bisa. Sebisa mungkin membuat jarak yang cukup besar antara dirinya dengan wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Apart
FanficMono hanya punya dua penyesalan dalam hidupnya: Satu, seharusnya dia tidak pernah menghiraukan bisikan anak-anak itu agar pergi ke Menara Sinyal. Dua, seharusnya dia tidak pernah berteman dengan Six. Atau lebih tepatnya, dia seharusnya tidak pernah...