Sumpah ya, Mas Bram parah banget.
Aku sudah mempersiapkan mental selama dua jam bertapa di kamar mandi untuk menggunakan baju yang benar-benar transparan ini sekaligus mempersiapkan diri untuk melakukan anu skala besar.
Namun, setelah aku keluar dari kamar mandi, Mas Bram tidak ada di kamar.
Argh! Aku kesal banget.
Aku mengentakkan kakiku di lantai lantas menjatuhkan tubuhku tepat di atas ranjang. Awalnya aku ingin mencari keberadaan Mas Bram, tetapi masa aku keluar kamar dengan memakai baju seperti ini. Malas banget ah.
Untuk itu aku memilih menarik selimut dan memejamkan mata. Biarin aja nanti pas Mas Bram masuk, aku sudah tertidur. Lagian dia nyebelin banget, sudah tahu aku sudah siap buat di-gas, tapi dia malah meninggalkan aku di kamar sendirian.
Beberapa saat kemudian, aku terbangun karena merasakan hawa dingin yang seakan menusuk ke dalam tulangku. "Mas, dingin," ucapku sayup-sayup saat melihat Mas Bram yang berada di sebelahku.
Dengan sigap, dia langsung mematikan AC di kamar kami lantas tangannya bergerak untuk mengelus rambutku dengan lembut. "Bobo lagi," ucapnya dengan sebelah tangan yang membenarkan posisi selimutku.
"Aku benci Mas Bram. Bodo! Aku benci!" ucapku sambil membalikkan tubuhku.
Tiba-tiba tangannya melingkar di pinggangku, merengkuh lebih dalam. "Mitha," panggilnya.
"Aku dua jam di kamar mandi. Mempersiapkan diri buat anu skala besar," mataku seketika berkaca-kaca, "tapi setelah aku keluar, Mas Bram enggak ada."
Aku terisak kencang. Entah kenapa ya rasanya sakit banget. Seperti aku baru saja dibohongi.
"Mitha," panggilnya dengan tangan yang mengelap air mataku.
Aku terisak semakin kencang dan tanpa pikir panjang aku langsung membuka selimut yang membalut tubuhku. "Tubuh aku jelek ya, Mas?"
Mas Bram menggeleng lalu buru-buru menarik selimut sehingga tubuhku kembali terbalut benda itu. Dia menarikku untuk masuk ke pelukannya. "Enggak begitu, Mitha."
"Ya, terus kenapa?"
"Mitha."
"Ih, Mas! Jawab!"
Dia mengecup puncak kepalaku beberapa kali lalu turun ke keningku. "Saya enggak mau hanya karena kata-kata orang lain, kamu jadi melakukan itu dengan terpaksa. Hanya karena ingin terlihat seperti wanita dewasa, kamu memaksakan dirimu untuk melakukan itu."
Dia tersenyum tipis sambil mengecup bibirku. "Saya menunggu kamu benar-benar siap, Mitha."
"A-aku," aku menjatuhkan kepalaku di dadanya, "aku mau membuktikan kalau aku bukan anak-anak, Mas."
"Iya, Mitha, iya," dia mengelus pipiku, "tapi kamu enggak perlu pengakuan dari semua orang. Jangan memaksakan sesuatu hal hanya karena ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain. Kamu enggak butuh itu, Mitha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Manja Kesayangan Mas Bram
Roman d'amour"Mas, aku kalau tidur harus pegangan tangan." "Kalau aku sedih aku suka minta pelukan." "Aku kalau ngambek harus dibujuk-bujuk." "Aku enggak bisa melakukan apa-apa sendiri. Aku enggak mandiri. Apa-apa harus ditemani." "Aku juga cemburuan, Mas." Bram...