Evelia merasa perasaannya membaik, ternyata bukan hanya menistakan tokoh fiksi yang seru, menggoda mereka juga ternyata cukup menyenangkan. Calix masih memalingkan wajah, pria itu seringkali tidak memahami kata-kata sang author, tapi jelas itu adalah godaan yang disengaja.
"Jangan ngambek dong~"
Evelia mengulum senyum manis, dia mengulurkan tangan menyentil dahi pemuda pirang yang kini menghindar. "Berhenti menggodaku." Gadis itu terkekeh manis, telinga Calix yang memerah menunjukkan seberapa malu pria itu. Baru saja niatnya ingin menggoda Calix, dia bisa mendengar suara listrik statis tanda penghubung radio dari ransel.
"Ha- Hal- Lo. Evelia. Bisa denger aku, cek, cek. Ganti."
Evelia bergegas membuka ransel dan meraih walkie-talkie, segera menekan sisi lain dia menjawab. "Pesan masuk. Ganti," jawabnya lancar, dia menghela napas lega. Akhirnya benda ini bisa berguna, sementara di sisi lain Calix menatap penasaran tentang benda apa yang dipegangnya.
"Oke, aku sama Cavin ada di air terjun disebelah selatan. Aku juga udah ngasih salah satu walkie-talkie aku ke Cavin. Hey! Hentikan memainkannya seperti itu, nanti rusak!" Suara Luna galak terdengar dari seberang, tampaknya mereka berdua sudah lebih dekat, "berikan juga walkie-talkie kamu ke Calix, oke? Ganti," lanjut Luna kembali fokus pada percakapan.
"Oke, sip. Kita mau ketemu di titik mana? Ah, karena kita juga punya dua tokoh utama bagaimana kita ke tempat penyihir? Ganti." Evelia mengangguk-angguk berpikir rencana ke depannya, masih serius dia melirik Calix memberikan kode untuk menunggu.
"Boleh, boleh. Kita ketemuan di titik tepat di belakang rumah sakit jiwa aja gimana? Dari sana baru kita nyusun rencana. Gimana? Ganti." Luna kembali memberikan konfirmasi, itu mudah untuk disepakati, mereka akan bertemu di titik awal.
"Oke, fiks, ya? Ketemuan di sana. Ganti."
"Oke."
Sambungan walkie-talkie ditutup dengan kebingungan tergambar jelas di wajah Calix. Evelia tersenyum simpul, memberikan satu walkie-talkie dan menyodorkan tas, sekarang kondisinya sudah lebih baik. Mereka bisa pergi ke titik temu kembali berkumpul dengan anggota lain.
Sesaat menyodorkan walkie-talkie, Evelia menggenggam tangan Calix dan mengecup punggung tangannya singkat, membuat sang empu terkejut kembali menarik tangan. Evelia terkekeh, tapi tidak ada seringai main-main di sana. "Kita butuh kekuatan kamu. Kita pergi sekarang. Bakal aku jelasin gimana cara gunanya di jalan."
Calix menghembuskan napas, mengibaskan tangannya, entah kenapa dia tidak bisa menahan senyum di bibir, sudut bibirnya berkedut. Ada apa dengan author gila ini? Apa dia tidak merasa malu? "Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu."
Evelia menuruni anak tangga mengangkat bahu, dia menyeringai jahil menggelengkan kepala, menengadah menatap antagonis. "Aku juga sama, santai aja." Calix berdecih tetap memimpin jalan, pergi mengikuti suara-suara alam di sekitarnya.
.
.
.
Luna memandang langit, sudah mulai terang sekarang, fajar menyingsing dari arah timur sedangkan mereka sudah bersiap pergi. "Apakah aku harus menggenggam tanganmu sepanjang perjalanan?" tanya Cavin polos berharap demikian. Itu keinginan sederhana yang tidak pernah didapatkan pemuda itu.
Luna tetaplah Luna. Author itu melirik Cavin yang kini tersenyum cerah, siap menghancurkan harapannya. "Gak." Sebagai balasan
Cavin berdecak malas dengan ekspresi lesu. "Yang benar saja. Kau tahu, kan? Kalau aku dekat dan bersentuhan denganmu. Aku tidak akan terkena sial dan kamu juga tidak akan tertular kesialan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Away From The Authors! [TERBIT]
Viễn tưởngComedy - Fantasy Sebagai seorang penulis, biasanya mereka akan mencintai semua tokoh yang dibuatnya, bahkan tokoh penjahat sekalipun. Alasannya cukup simpel, karena para karakter adalah anak-anak yang mereka ciptakan. Walau begitu dua author laknat...