2. Sial, Sialan

458 43 91
                                    

"Apa yang kau lakukan Calista?"

"Aku gak ngapa-ngapain."

Saat ini Evelia tengah disidang oleh kakak Calista. Ini semua sebab dia hampir menggoda semua pria yang melewati ruang kerja kakaknya dan melancarkan godaan sampah yang membuat muka para pria tersipu. Padahal kan menarik, Evelia menggigit bibir bawahnya menyembunyikan senyum nakal agar tidak membuat Alfie semakin murka.

"Kau tadi menggoda siapa saja?"

"Cuman yang lewat aja, Kak."

Alfie mengembuskan napas panjang memijat pangkal hidung. Lantas dia mendekati Evelia sembari menepuk kepala gadis itu pelan. "Kakak tidak masalah kalau kau jahil dan berbuat aneh-aneh. Tapi, kalau menggoda pria. Itu berbahaya. Apalagi kau masih polos. Sekarang kau harus mengaku. Dari siapa kau belajar seperti itu?"

Polos? Evelia ingin tertawa. Tidak di dunia nyata atau fiksi. Orang-orang selalu salah sangka dengan ekspresi wajahnya yang selalu terlihat polos seakan tidak tahu apa-apa. Dalam arti lain bodoh. "Dari Kakak Cavin."

Awokwok, mampus. Sekarang dia mengkambing hitamkan pemeran utama pria. Tokoh utama itu kan fungsinya untuk dinistakan. Evelia menggulirkan pandangannya beralih pada Alfie yang terkejut bukan main.

"Astaga. 'Anak itu' kenapa tidak mengajarkan yang baik-baik pada anak polos sepertimu?"

Evelia dengan santai mengangkat bahu dengan ekspresi polos. Dia benar-benar pantas mendapatkan penghargaan oscar dengan akting ini. Semoga setelah ini si sial atau Cavin itu diusir dan gak menyebarkan kesialannya lagi.

"Ya, sudah. Lain kali jangan mengikuti yang buruk lagi. Kau sudah besar sekarang. Harus belajar sedikit demi sedikit membedakan mana yang baik dan buruk, ya."

Evelia mengangguk tersenyum kecil memasang ekspresi polos, suaranya dia perhalus sembari lengan yang bergelayut pada tubuh kotak-kotak sang kakak. "Iya, kakak. Tapi, pas aku kaya tadi seru loh." Netra Alfie melirik ke arah Evelia yang masih bergelayut manja. Kembali menghela napas Alfie berpikir sebelum menjawab. "Kalau begitu, kalau kamu mau seperti itu ke kakak saja, Oke?"

Evelia mengangguk cepat menyembunyikan wajah dalam pelukan sang kakak. Di balik dada bidang Alfie dia menyeringai lebar. Aduh, tubuh kakak sendiri kok menggoda banget sih?

"Jangan sentuh-sentuh tubuh kakak. Itu geli Calista."

Evelia yang sedari tadi meraba-raba dada bidang sang kakak langsung berhenti. Ekspresi mesumnya yang tadi berada dalam dekapan Alfie langsung berubah seketika menjadi anak polos.

"Kakak..., kenapa gak boleh sentuh-sentuh? Padahal kata Kakak Callista cuman boleh aneh-aneh sama kakak aja." Mata gadis itu mengerjap pelan sembari menatap kakak seolah-olah tidak mengerti.

"Tapi, tetap ada batasan Calista.., kita kan saudara. Pasti ada batasan- batasannya," jawab Alfie lelah.

"Terus sama siapa yang gak ada batasannya?"

Alfie terdiam sesaat, matanya menatap balik Calista yang kembali bertanya. "Suami kamu nanti, mungkin," ucapnya ragu-ragu.

"Kalau gitu Calista tinggal nikah aja sama kakak 'kan? Nanti Kakak bisa jadi suami Calista. Terus nanti bebas deh kalau mau apa-apa."

Alfie mengernyitkan dahi, lantas memijat pelipis. Entah dia yang salah atau memang adiknya semenjak tadi pagi lebih aktif dan lebih menggunakan otak dibanding biasanya. Namun, lebih jelas lagi adiknya seperti orang mesum yang mencintai pria tampan. Itu meresahkan.

"Tentu saja tidak boleh. Kita saudara kandung."

Evelia mengerucutkan bibir lantas dengan mata berkaca-kaca ia hendak menangis. Omo, menjadi anak bodoh memang punya keistimewaan sendiri. Dia bebas bertindak tanpa perlu memikirkan konsekuensi atau akibat dari apa yang dia perbuat.

Stay Away From The Authors! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang