17. Antagonis kok gitu?

91 18 19
                                    

Evelia merasa kepalanya semakin ringan, tapi matanya sangat perih karena terlalu banyak menangis. Dengan menarik diri dengan mata bengkak dia menatap Calix yang memandangnya khawatir. "Apa kau sudah baikan?"

Oh, sial. Evelia menunduk, merasa akalnya sudah kembali. Apa yang sebenarnya dia lakukan?! Segila-gilanya dia, mengapa dia bisa-bisanya menangis dengan tangannya menggenggam tangan tokoh antagonis yang telah dia buat tersiksa selama ini? Evelia benar-benar mengumpat pada sakit kepala yang membuatnya malu seperti ini.

Evelia yang sedari tadi tertunduk malu menarik napas, tenanglah Evelia, tadi itu di luar kekuasaan karena dia sedang sakit. Iya, dia tadi sedang sakit. Calix yang mendapati Evelia yang sudah tersadar kemudian terkekeh kecil, tapi tangan mereka masih menggenggam kecil. Calix menaikkan sebelah alis. "Kau malu?"

"Ng- nggak lah! Mustahil!" Evelia mengibaskan tangannya di depan wajah, wajahnya memerah seperti kepiting rebus dimakan rasa malu. Calix merasa itu sedikit lucu melihat Evelia salah tingkah kemudian menyeringai. "Ini tidak mau dilepas?" Evelia melirik ke arah tangannya yang menggenggam tangan antagonis sedari tadi, buru-buru dia melepaskannya. Tunggu! Dia kan buaya betina, harusnya kan antagonis yang baper, kok malah dia sekarang yang salting?

"Ekhem! Pokoknya aku minta maaf. Seharusnya aku tidak begitu. Kamu pasti merasa terganggu."

Calix yang mendapatkan gadis itu benar-benar pulih dan berekspresi seperti biasa mengulum senyum geli.
Tapi, ada satu hal yang dia ketahui sekarang, reaksi Evelia sebelumnya adalah serangan panik atau kilas balik jika mengalami trauma, karena dia salah satu yang pernah mengalaminya. Walau Evelia tidak menjelaskan apa pun, dia merasa gadis itu telah melewati hal buruk hingga bisa bereaksi demikian.

"Sekarang jam berapa ya?"

"Sekitar dini hari."

Evelia mengangguk, pikirannya sudah mulai tenang dan kembali santai. Pikiran buruk itu perlahan memudar digantikan kekosongan asing, tapi seringai main-main tidak lepas dari bibirnya. Obat yang diberikan antagonis bekerja dengan baik. "Kamu tahu, kan? Seharusnya kamu membenciku." Calix kembali pada kenyataan, pikirannya melayang untuk beberapa saat kemudian melirik Evelia lagi.

"Harus kuakui aku masih tidak menerima keegoisanmu. Tapi, mau dipikirkan bagaimana pun kamu hanya menuliskan kata-kata. Bukan menciptakan kami, jadi, kupikir ini sepenuhnya bukan kesalahanmu."

Calix lagi-lagi menatap wajah dengan seringai menyebalkan itu. Awalnya ketika Ayudia- maaf, Luna membawa Evelia ke istana, Calix mengira gadis ini adalah pribadi yang ceria dan polos. Tidak disangka, itu adalah sandiwara yang diciptakan dengan sempurna. Dia ingat ketika tadi dia hampir saja mengambil kudanya yang terjatuh ke dalam retakan pertama, Evelia segera menarik dirinya ke dalam hutan dengan tindakan yang tegas.

Gadis itu bukanlah gadis yang dilihat semua orang. Polos, baik hati dan kekanakan. Tapi itu pribadi yang diciptakannya untuk membuat orang lain merasa nyaman akan kehadirannya, menyelinap dalam ketidakwaspadaan dan mengendalikan orang itu dengan sikap ketidaktahuan.

Gadis itu pemanipulasi, penipu, juga pribadi licik yang unggul. Dia bisa melakukan apapun yang dia mau, dia bisa mendapatkan apa pun yang dia inginkan dan bisa mengendalikan siapa pun. Gadis berbahaya. Tapi nyatanya gadis itu, setidaknya di sini, dia tidak memiliki ambisi yang besar. Namun, dirinya memiliki rencana sendiri untuk menstabilkan dunia dari kiamat. Setidaknya dia harus bekerjasama dengan Evelia untuk kebaikan dirinya dan ibundanya di masa depan.

"Kamu tidak perlu berbicara formal jika tidak ingin. Kamu bisa bicara dengan bebas. Lagipula aku sudah memutuskan untuk bekerjasama denganmu untuk menghentikan kiamat."

Evelia yang mendengar penuturan pria itu menaikkan sebelah alis dengan jahil. "Yakin?" Calix tertawa lembut, untuk seukuran dirinya yang kaku dan serius, Evelia seperti angin segar membawa kenyamanan tersendiri. Benar-benar licik.  "Benar, aku yakin."

Menatap pria itu seolah menilai dan menghitung, Evelia akhirnya memutuskan mengulurkan tangan yakin. "Baiklah, bukan kesepakatan buruk. Akan kupastikan kamu dan ibundamu baik-baik saja. Percayakan saja padaku." Calix terdiam menatap uluran tangan tersebut, setidaknya gadis ini sekarang tidak tengah bersandiwara dan tidak akan menyakitinya. Jadi dia harus mempercayainya, jika Evelia berbohong tidak ada pilihan lain selain memanfaatkan gadis itu lebih jauh.

Evelia melambaikan tangan pada Calix yang termenung dalam dunianya sendiri. "Halo..., kesepakatannya mau jadi nggak nih? Aku tarik balik persetujuannya kalau kamu gak setuju." Evelia masih bercanda menakut-nakuti Calix yang kini segera mengangguk dan membalas uluran tangannya , tentu saja Calix tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. "Kau sudah berjanji. Tepati janji itu."

Evelia yang mendengarnya tertawa keras menarik Calix mendekatinya yang membuat pria itu tersentak kaget. Evelia ingin bermain-main sedikit, dia menghentakkan tangannya di dinding kayu, mengungkung Calix yang terkejut akan serangan tiba-tiba. "Kenapa? Kaget?"

Evelia bertanya dengan seringai nakal, khas buaya betina. Wajah mereka berdekatan ketika Evelia menarik tangan Calix dan mencium punggung tangan sang antagonis penuh godaan menarik. "Pasti. Percaya aja deh sama aku. Aku pastiin kalian bakal baik-baik aja. Aku janji itu."

"A- apa yang kau lakukan?"

Evelia semakin menyeringai lebar, ekspresi terkejut Calix pantas dijadikan mahakarya.
"Lucunya~" Calix yang mendengarnya memalingkan wajah berdecak kesal-- menyembunyikan rasa malu, lebih baik Evelia menangis saja seperti tadi dibanding bertingkah seperti ini. "Menyingkir. Aku tidak mau jadi bagian haremmu."

Evelia terkikik menggelengkan kepala. "Aku gak bakal jadiin kamu harem... Kamu kayanya baper deh, gak sadar sama sekitaran kamu, coba lihat lagi~" Calix ingin keluar dari kungkungan buaya betina ini sebelum merasakan sekitarnya mulai berubah. Dia bisa melihat luka di wajah gadis itu menghilang, begitu juga di lengannya yang tadi dikecup Evelia.

"This, your magic~ Kekuatan tersembunyi kamu adalah penyembuhan dan juga berbicara dengan alam. Apa kamu bisa dengar kunang-kunang itu saling berbincang? Atau bagaimana rimbunan daun yang saling berbisik siapa yang akan luruh?"

Evelia menjauhkan diri dari Calix dengan kedipan jahil, manik emas pria itu mengkilat, bersinar terang. Wajahnya yang kaku kini memerah karena terpesona. Pria itu bisa merasakan tubuhnya yang nyeri sembuh total, dia juga bisa mendengar suara samar dari hewan-hewan kecil di sekitarnya. "Daripada menjadi antagonis, kamu sebenarnya malah cocok jadi protagonis."

Calix menatap sekitarnya kagum, ah... ini indah. Dia tidak pernah berpikir bisa begini. "Bagaimana kau melakukannya?" Evelia mengangkat bahu santai, itu bukan hal istimewa. Evelia ikut melirik keluar di mana kunang-kunang berterbangan. Evelia kembali menarik tangan pria itu, dan mengecup punggung tangannya-- itu membuat sensasi seperti listrik bagi Calix yang menarik tangannya terburu.

Evelia tertawa lagi, "Sihirnya aktif kalau punggung tanganmu dicium seseorang, juga tertutup lagi jika dicium seseorang. Kamu tidak pernah mendapatkannya, jadi yah, itu rahasianya." Gadis itu masih santai melihat keluar, tidak memperhatikan wajah antagonis yang merah padam-- menutup wajahnya dengan punggung tangan. "Memangnya siapa juga yang mau mencium punggung tanganku?" gumam Calix malu. Lagipula itu biasanya dilakukan pria bangsawan untuk para lady, bukan sebaliknya.

"Aku," jawab Evelia enteng dengan sebelah alisnya terangkat. Aduh, Evelia mulai menyukai tingkah malu-malu antagonis. Sepertinya jika dia membuat cerita lagi nanti, Calix yang akan jadi tokoh utamanya, bukan Cavin yang sialan.

"Jangan baper gitu dong," goda Evelia.

"Aku tidak!"

"Oh, masa?~"

Bersambung...

12/04/2023

Stay Away From The Authors! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang