3

741 35 0
                                    

*kringgg*

Bel pulang sekolah akhirnya berteriak.

"Rachel, tolong bantu saya mengumpulkan data nomor telefon teman-teman sekelasmu sekarang juga. saya tunggu di meja saya. terimakasih"

Jadi walaupun bel sudah berbunyi, aku masih harus mengerjakan tugas ini.

Cukup memakan waktu untuk mengumpulkan semuanya, aku harus mengejar mereka yang sudah terlanjur keluar kelas.

**

Tibalah aku di halte bus, aku harus naik angkot dulu untuk tiba di halte ini. aku memang biasa pulang dengan bus sendirian. tapi bukan jam segini, hampir jam 6 sore, dan aku masih di halte menunggu bus.

"Ehm, cewek.." suara itu mengejutkanku.

berada sendiri di halte membuatku berpikir yang nggak nggak, mana yang manggil tadi suara cowo pula. aku menengok dengan hati-hati. Seorang pria sedang menutup muka dengan kedua tangannya.

"Ciluuuk baaaa!" Arnold mempermainkanku layaknya anak bayi. Aku mencubitnya lagi.

"ARNOLDDD! AKU TAKUT SETENGAH HIDUP TAUUU" raut muka ku yang hampir menangis sepertinya terbaca olehnya.

"Maaf maaf..abisnya kamu serius banget duduk disini, matung kayak patung es gitu. hahaha"

Bus tiba di halte.

"Aku naik ya, bye" aku lagi lagi pamit pada arnold.

"Aku juga mau naik" katanya

"Oh naik bus juga toh"

"Iya, oiya btw, kamu beneran tertarik sama carlo ya?" Dia memunculkan senyum yang berbeda kali ini, agak asal senyumnya.

"Dia tuh ganteng, manis, cute, keren, tinggi, jago basket pula, siapa yang gamau?"

"Oh..kamu bisa main?"

"Basket? Jangan bercanda, aku seumur umur nge shoot aja ga pernah masuk, nge dribble bola udah kayak bolanya yang ngedribble aku bukan aku yang nge dribble bolanya. susah, nyebelin" aku seakan melampiaskan kekesalanku pada arnold.

"Itu kalimat terpanjang yang pernah kamu sampein ke aku loh, kayaknya makin kesini kamu makin bawel deh hel" aku tersenyum miring.

"Kamu bisa main basket?" Melihat tubuh arnold yang atletis, tinggi, besar, sepertinya di bisa basket.

"Masih kalah dengan kakakku."

"Tapi bisa kan? Ajari aku dong, aku mau daftar ekskul basket"

"Boleh, tentuin aja kapan waktunya. kamu mau ekskul emang suka basket tapi ga bisa main?"

Aku menggeleng lalu tersenyum mistis.

"Aku....hmmm....ingin sering melihat kak carlo main basket hehehe, dia ganteng banget kalo lagi main nold. tapikan ga enak aku ikut ekskul tapi ga bisa sama sekali gitu.."

Bus tiba di halte dekat rumahku

Arnold ikut turun

"Rumahmu di dekat sini juga?" Aku memecah hening.

"Tidak" katanya santai.

"lalu?"

"Aku mengantarmu pulang putri es"

aku terkejut mendengarnya.

"Aku biasa pulang sendiri! Kamu ga penting tau ga sih ngintil sampe sini cuma mau nganter?ih" kataku kesal.

"Nona, ini udah gelap. kalo kamu diapa apain sama orang jahat gimana?" Lagaknya seperti orang yang mengenalku lama. padahal baru juga 2 hari.

"Sana pulang!"

"Nanggung udah sampe sini, aku anter sampe rumah aja baru balik ya" katakatanya seperti memohon.

"Baiklah. memang rumahmu dimana?" Aku mulai tenang karena dia sangat tenang.

"Di dekat sekolah, aku harus mengambil mobil dulu di sekolah, barulah aku pulang"

"Harusnya kamu sudah di rumahmu dengan nyaman. tidak perlu keringetan mpet mpetan di bus kayak tadi. aku jadi merepotkanmu. maaf"

aku terkejut orang bermobil seperti arnold mau naik bus yang sesak hanya untuk menemaniku agar aman.

"Tidak, rachel. Aku baik-baik saja. jangan berpikir seperti itu" padahal dari wajahnya saja sudah ketahuan bahwa dia kegerahan. naik bus, jalan kaki di gang sempit seperti ini.

Aku hanya diam karena tidak enak padanya.

"Besok kuajari main basket mau?" Dia jelas sekali mencoba memecah ketegangan.

"Dimana?"

"Aku ajak kamu ke gor ya?besok pulang sekolah kamu tunggu di kantin aja. kita pergi dengan mobil aja gapapa kan?"

"Baiklah, kamu atur aja deh" suaraku pasrah.

*tik tik tik tik tik*

Suara hujan terdengar makin lama makin cepat tanda hujan makin deras, rumahku di depan mata, tapi bagaimana dengan arnold?

"Kamu meneduh dulu saja ya di rumah? Aku ambil payung kalo ngga"

"Gausah gapapa. udah malem, mama pasti udah nyariin aku. sampai jumpa besok rachel" dia tersenyum, melambaikan tangan sekilas, lalu berlari menerobos hujan dengan cepat sementara aku masuk ke dalam rumah.

MystifyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang