"hey lingling, ke sini oe. Oe jadi anak udah mirip kayak blacky. Duduk depan rumah lihat Olang-olang hilir mudik."
Koh Aci udah ku anggap seperti orang tua ku sendiri. Dia begitu baik pada keluarga kami. Bukan karena emak yang sudah lama bekerja di sana tapi memang perawakannya yang baik pada anak-anak. Jadi apa yang dia bilang tentang aku yang menyerupai blacky tak ku permasalahkan. Sambil menuju ke ruko koh Aci, aku lihat anak-anak seusia ku dengan girangnya pulang sekolah. Sebenarnya usia ku sudah cukup masuk TK, tapi karena emak ku belum cukup uang makanya aku ditunda tahun depan untuk masuk TK. Nantinya bakal aku yang paling tua di TK.
"Ada apa koh" sambil menghampirinya di depan ruko.
"Oe sini aja, rumah oe gak akan ada yang mau maling. Jangankan maling, blacky aja gak mau masuk rumah oe." Tegas koh Aci.
"Jadi aku mau ngapain di sini koh," dengan nada bingung.
"Oe ke dapur, ada Cici di dapur"
Sesampainya di dapur, aku malah di suruh makan sama Cici. Aku kira di suruh bantu masak atau cuci piring. Lauk dendeng balado, sayur daun ubi tumbuk yang menggugah selera. Aku jadi teringat pesan ibu, "sesusah-susahnya kita, jangan pernah makan di tempat orang lain. Apa adanya di rumah, itulah yang kau makan." Melihat aku terbengong, Cici langsung menyodorkan piring ke hadapanku.
"Tenang Kinara, bukan babi yang kami sajikan dan bukan juga daging anjing. Blacky masih setia di depan" sambil tersenyum pada ku.
Melihat aku masih ragu-ragu, Cici tiba-tiba ke depan meninggalkan ku sendiri di dapur. Tak berapa lama, koh Aci menghampiri ku.
"Oe makan aja, itu makanan halal. Tadi Cici udah bilang sama emak oe, dan dia mengijinkan. Tak apa, jangan takut." Tegas koh Aci.
Mendengar perkataan koh Aci, aku tanpa basa-basi langsung menghajar makanan di depan ku. Koh Aci sambil bercerita tentang emak. Ternyata emak banyak cerita tentang perjuangan hidup bersama ayah. Ketika kak Andira kecil, mereka hidup Luntang-lantung. Dari jalan ke jalan, toko ke toko sampai akhirnya mereka bisa menghuni rumah pinggir rel. Kak Andira sebenarnya menjadi saksi hidup perjuangan ayah dan emak. Tapi sekarang malah kak Andira yang menjadi beban keluarga.
Mendengar cerita koh Aci, mimpi ku semakin menggebu. Rasanya aku ingin cepat besar dan membantu keluarga ini.
"Oe jangan kayak kakak dan Abang oe, gak bisa diharapkan untuk keluarga. Syukur si Andre sedikit membanggakan keluarga dan kak Fika sedikit bisa membantu keluarga. Oe sekolah yang betul. Percayalah, sukses akan datang pada orang yang berjuang."
"iya koh, jangan merepet aja koh. nanti oe kena stlok la." canda ku pada koh aci.
matahari perlahan kembali keperaduan. orang-orang hilir mudik menjemput kerinduan pada keluarga yang ditinggal lelah dalam menyambung hidup. koh aci juga memasuki barang dagangannya ke dalam rumah. pegawai-pegawai nurut padanya, bukannya karena gaji yang didapat. tapi, memerlakukan manusia selayaknya manusia. makanya karyawan, pelanggan, dan tetangga-tetangga begitu menyeganinya.
malam kian larut, tapi mata ku ini belum juga nurut untuk memulai mimpi. apa mata ku ini tak mau lagi bekerja sama untuk mengukir mimpi dalam tidur? lamunan ku terusik ketika suara lemparan seperti benda keras menghujam ruko koh Aci. ada beberapa kereta yang menyerang ruko koc Aci. tetangga gak ada yang berani keluar, hanya melihat dari balik jedela. begitu juga aku, kak kia, dan emak. gak ada yang berani keluar rumah. diantara mereka ada yang membawa kelewang, parang, golok yang diacungkan ke atas. firasat ku mereka adalah geng motor. tapi, apa hubungannya geng motor dengan koh Aci?
***
keesokan harinya ruko koh Aci ramai oleh warga. matahari belum bergulir tapi warga mulai terbit. lebih panas daripada matahari dan lebih panas dariada emosi emak ke kak alika. aku sebenarnya dilarang emak untuk ke rumah koh Aci, tapi aku tetap kekeh untuk lari ke ruko koh Aci.
"Kembalikan Dana." Tulisan besar, jelas dan terpampang di dinding ruko koh Aci. Dana? Dana siapa? Apa hubungannya dana dengan koh Aci? Pemikiran ku bukan seperti bocah 6 tahun yang penuh dengan rasa penasaran. Memang, kehidupan ku hampir sepenuhnya dipengaruhi lingkungan. Bahasa, sikap, serta tingkah laku semua melekat pada tubuhku. Lantas emak bertanya pada koh Aci yang sedari tadi dikerumuni warga.
"Koh, dana siapa? Tanya emak pada koh Aci. Hayya, dana anak berandal. Anggota geng motor yang sering buat onar di daerah sini." Jawab koh Aci.
"Geng motor? Anaknya tinggi, rambut panjang se leher, kulit agak hitam?" Tanya emak semakin penasaran.
"Hah, lu Olang kok tahu sampai sedetail itu? Jawab koh Aci.
Tanpa satu kata yang keluar dari mulut emak, dia langsung lari menuju rumah. Koh Aci asik merepet kepada warga yang mengerubungi dia. Sayup-sayup aku dengar kalau Dana yang dia maksud seperti ciri-ciri bang Dana. Abang ku yang beberapa bulan lalu tertangkap polisi.
"Hey, anak kecil. Pulang sana. Pagi-pagi oe udah ikut nguping masalah Olang." Tegur koh Aci pada ku.
Seperti emak, aku tanpa basa-basi langsung pulang ke rumah.
***
"Woy, Aci. Keluar! Bebaskan Dana atau kau akan mati." Ucap salah satu anggota geng motor.
Suara mereka sampai membangunkan aku, kak Kia, emak dan para tetangga. Tapi tak ada satupun yang berani keluar. Aku lihat dari kejauhan, bayang-bayang koh Aci seperti mengintip dari ruko lantai 2. Sepertinya ada dendam yang membara antara geng motor dengan koh Aci. Emak yang awalnya antusias melihat kejadian itu, kembali ke kamar. Aku sepertinya paham isi hati emak. Tak lama kemudian aku mendengar suara lemparan batu menghujam pintu ruko koh Aci. Warga yang sedari tadi hanya memantau dari rumah masing-masing, sekarang beramai-ramai menuju rumah koh Aci. Serentak gerombolan geng motor pergi dari rumah koh Aci.
Esok harinya, tak terlihat aktivitas di ruko koh Aci. Biasanya, bang Anto dan bang rian sudah siap mengepak barang dagangan untuk dipasarkan ke masyarakat. Hari ini, ruko terlihat sepi, seperti tak ada orang ku lihat. Emak-emak di depan rumah berkerumun membicarakan sesuatu. Aku yang gak mau dibilang mamak urus hanya melihat dari kejauhan. Emak dan kak Kia sudah pergi sebelum fajar menyingsing. 3 hari berlalu semenjak kak Alika pergi ke Binjai untuk mengikuti POPDA cabor taekwondo. Banyak peristiwa yang ia lewatkan.
"Eh eh, tau gak kalau Dana yang dimaksud koh Aci adalah Dana anaknya emak biring!" Ucap salah satu emak-emak tukang gosip.
Aku yang perlahan jalan menuju ruko koh Aci tak memperdulikan mereka. Semakin dekat dengan ruko koh Aci terlihat lagi tulisan yang lebih kecil dari sebelumnya. "Bebaskan Dana atau mati!"
"Wah, ini masalah serius." Pikir ku.
Ada hubungan apa bang Dana dan koh Aci ? Aku terduduk melamun di depan ruko.
"Dek, jangan duduk di sini. Nanti kamu jadi sasaran amukan orang gak dikenal" tegur pak Kepling.
"Iya pak" menunduk dan berdiri.
"Kamu anak buk sembiring" tanya kak Kepling.
"Ia pak, ada apa emang pak?"
"Dana, Abang kamu yang dimaksud koh Aci?"
"Emmm, iya pak" jawab ku pelan.
"Koh Aci tadi pagi sudah berangkat ke Siantar untuk beberapa hari karena ia selalu di teror segerombolan geng motor. Dia melaporkan Dana ketika dia bertamu ke ruko koh Aci." Jelas pak Kepling.
"Bertamu? Emang ada perlu apa bang Dana ke sini? Beli semen, paku, atau apa pak?" Jawab ku semakin penasaran.
"Bukan beli apa-apa. Perihal orang dewasa. Kamu gak perlu tau dengan jelas." Tegas pak Kepling
Aku meninggalkan pak Kepling di ruko koh Aci sambil penasaran apa hubungannya koh Aci dan bang Dana? Ada masalah apa mereka? Sampai bergulirnya senja aku masih menyimpan pertanyaan-pertanyaan ini. Apa kabar bang Dana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi-Mimpi Cemara
FantasyPohon Cemara di seberang sungai terlihat menawan ketika rinai hujan membasahi, ketika desiran sungai Deli melintas di telinga, ketika bayu menyelimuti tubuh kecil Kinara. Keluarga harmonis yang perlahan runtuh diterpa diskontinuitas hidup. Ada yang...