Apa Kabar Fika?

4 1 0
                                    

"Tin ... Tin ... Tin ..." Suara klakson terus menggema di setiap sudut kota Siantar. Orang-orang sibuk berdesakan ingin kembali ke rumah atau bertemu dengan teman sepermainan. Kota Siantar menjadi kota majemuk. Cina, Batak, Jawa, Padang dan suku-suku lainnya berbaur di kota ini.

"Apa kabar Fika?"

Lelaki paruh baya menyapa kasir yang ada di depannya seolah-olah sudah akrab pada Fika.

"Baik" jawab Fika singkat

"Berapa total belanjanya Fika" tanya pria paruh baya yang masih sok akrab pada Fika.

"269 ribu pak" jawab Fika yang masih penasaran.

Dia mengeluarkan uang tiga lembar seratus ribuan dan memberikannya pada Fika.

"Bapak siapa? Kenapa kenal dengan saya?" Tegas Fika

"Terima kasih Fika, semoga kita berjumpa kembali. Ambil aja kembaliannya"

Pria paruh baya langsung mengambil barang dan pergi meninggalkan Fika. Raut wajah Fika semakin penasaran melihat pria yang dipenuhi dengan uban.

"Siapa dia ya" gumam Fika dalam hati.

Matahari tergelincir di ufuk barat kota Siantar. Wara Wiri orang-orang menghiasi perjalanan Fika ke rumah. Kos Fika tak jauh dari tempat kerja, sengaja ia cari yang terdekat dengan tempat kerja. Pria paruh baya yang ia jumpa di supermarket tadi terlihat menuju taman bunga Lapangan merdeka. Dengan segera Fika berlari menghampiri pria itu.

"Pak, pak, pak. Tunggu" teriak Fika dari kejauhan.

Koh Aci mendengar teriakan Fika sambil tersenyum. Ia seperti menitihkan harapan pada anak kedua ibu Biring.

"Kenapa sambil lari-lari Fika? Saya kan gak ke mana-mana" koh Aci sambil tersenyum tipis.

"Bapak siapa?" Tanya Fika semakin penasaran.

"Apa kabar Fika? Wajah kamu sangat mirip" tangkas koh Aci

"Mirip siapa pak? Pertanyaan saya belum dijawab. Bapak siapa? Tegas Fika bernada marah

"Duduk dulu Fika, jangan marah-marah. Nanti wajah kamu tak lagi mirip." Canda koh Aci

Fika pun mengalah pada pria paruh baya ini, duduk menemani pria yang gak jelas maksud dan tujuannya apa dan herannya Fika buka menghiraukan tapi menghampiri.

"Nah, duduk gitu. Kalem jangan panas kali. Cukup kota Siantar ini yang panas, jangan kamu tambah kota ini semakin panas."

"Kamu anak Biring. Tegas, berani, cerewet, sok akrab. Sama seperti mamak mu. Titip salam mamak mu di Medan. Ini ada surat dari Mak Biring. Oh iya, aku koh Aci, tetangga kalian di rumah baru. Bukan di bantaran rel kereta tapi di tepian sungai Deli." Jelas koh Aci.

"Maaf koh, saya gak sopan tadi. Kabar saya baik. Sangat baik. Lebih baik dari Andira dan Dana. Mereka hidup tak punya mimpi. Awan kelabu selalu menghias hidup mereka. Hujan selalu menghujam keluarga kami. Aku sengaja pergi dari Medan, aku ingin memperbaiki kehidupan kami. Mimpi ku hanya ingin membahagiakan emak. Mengangkat derajat keluarga." Fika penuh emosi menjelaskan pada koh Aci.

"Baca surat yang ku beri tadi. Kamu akan tau jawabannya. Semoga besok-besok kita ketemu lagi." Singkat koh Aci menutup pembicaraan.

***

Malam ini, bulan tak berani memamerkan cahaya pada manusia di kota Siantar. Rinai hujan sedari magrib tadi tak berhenti sampai sekarang. Fika tak sabar ingin membuka surat yang dititipkan koh Aci sore tadi. Lantunan musik instrumen mengiringi hujan yang perlahan semakin deras.

Tersontak rasa ingin membaca segera surat yang yang diberikan koh Aci sore tadi.

Medan, 21 Juli 2017

Apa kabar anak ku, mungkin kabar mu tak sebaik kabar ku di sini. Fisik ku mungkin baik tapi pikiran ku sedang kacau. Semoga kamu tak menambah kekacauan ini di sana. Terima kasih sudah membantu emak, Alika, Kia, dan Kinara dengan menyisihkan sebagian gaji mu untuk kami.

Kau tahu Fika, tak lama engkau pergi ke kota Siantar, ayah pun ikut pergi tapi tak menyusul mu ke Siantar tapi kembali pada Tuhan. Sore itu, andre membawa badai dalam hati ku. Ayah terpleset dari bangunan yang sedang ia selesaikan.

Fika, Andira tak pernah lagi pulang ke rumah. Walaupun emak marah dengannya tapi emak berharap dia pulang dan menemani adik-adiknya di sini. Alika, Kia, dan Kinara. Tapi karang itu belum hancur walaupun telah dihantam ombak kerinduan.

Kau tahu Fika, Dana terkena hukuman 2 tahun 3 bulan karena ulahnya merampas motor di jalan Gatot Subroto. Aku dengar-dengar koh Aci yang melaporkannya ke polisi. Kalau kau baca surat ini maka kau sudah bertemu koh Aci. Emak gak marah dengan koh Aci. Justru emak berterima kasih karena membantu untuk mendidik Dana. Sepeninggal ayah kau Fika, tak ada lagi sosok pelindung di rumah ini. Sepi ku rasa Fika.

Fika, beban hati ku tak cukup sampai di sini. Alika, beberapa hari lalu ia pergi dari rumah. Bukan seperti Andira yang melacurkan diri, bukan juga seperti Dana yang membegal kendaraan orang lain tapi karena keegoan emak yang menentang mimpi dia. Dia bersikukuh untuk jadi atlet, di negeri ini atlet tak bisa menjadi kaya. Badan sakit, dan cuma buang-buang waktu. Emak mau dia sekolah seperti Andre. Bukan banyak bermimpi. Emak buang semua peralatan beladirinya ke sungai Deli. Oh iya, kau belum tau kalau kamu sudah pindah ya Fika. Tak lagi mendengar klakson kereta api setiap pagi tapi alarm kayu dari rumah pak Kepling kalau hujan terus melanda.

Fika, kalau ada waktu, pulang lah sebenter ke Medan. Lihatlah raut wajah emak yang kian menua. Kia yang sebentar lagi masuk SMP dan Kinara akan masuk TK. Mereka sehat sehat Fika. Kinara sudah dewasa sebelum waktunya. Sangat bijak padahal emak gak pernah ngajari dia baca tulis tapi dia sudah paham.

Kau pasti bertanya tentang siapa koh Aci bukan? Dia adalah tetangga sekaligus tempat emak mencari nafkah selama ini. Setelah emak menyapu jalan, emak ke rumah dia untuk cuci dan gosok baju. Dia sangat baik. Keluarga mereka pun sangat baik pada kita.

Ku harap kau sehat-sehat ya Fika. Emak tunggu hadir mu di rumah. Sampaikan salam emak pada Andre kalau kalian berkomunikasi. Hanya surat ini yang bisa emak sampaikan melalui koh Aci. Koh Aci bukan sengaja ke Siantar tapi dia sedang dicari oleh kelompok Dana. Salam rindu untuk anak ku. Fikania Putri Ningsih.

Derai hujan menutupi kesedihan Fika akan kerinduan pada keluarga. Tapi ia harus tetap di sini agar keluarganya tetap bisa menyambung nafas tiap harinya.

Fika ingin menutup malam lebih cepat daripada biasanya. Tapi dia melihat secarik kertas di dalam amplop yang sama. Agak kusam, kusut, terlihat sangat buru-buru menyusunnya.

***

Fika, jika surat ini telah sampai pada mu. Aku ingin kau pulang karena aku akan pulang. Sebelum aku ke Siantar, Andira menemui ku. Dia bilang kalau Kinara tidak dalam keadaan baik. Tolonglah Kinara sebelum terlambat. Cukup Alika yang jadi korban emak, jangan Kinara!

Hanya ini isi surat terakhir yang Kumal, tulisan tak tersusun rapi, dan tinta yang sedikit kabur.

"Kinara, kamu kenapa dek?" Gumam Fika .

Mimpi-Mimpi Cemara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang