Beri Kabar pada Ayah, Kak Kia

1 1 0
                                    


Sebulan berlalu, rumah hampa tak teruang. Tak ada lagi keceriaan yang terpancar dari raut wajah Mak. Keriput wajah semakin jelas terlihat. Rambut-rambut kian memutih terurai. Langkah tertatih seakan ia sudah menua. Padahal, umur emak baru setengah abad.  Untung beberapa hari ini banyak bantuan yang berdatangan ke rumah. Mulai dari sembako atau lauk pauk pemberian tetangga.

Mak belum terlihat bergairah melanjutkan hidup. Kami masih bergantung pada orang lain. Aku takut emak sakit, aku takut Mak berkumpul dengan ayah dan kak Kia. Aku takut kehampaan terlalu cepat menghampiri hidup. Pak Kepling setia menjenguk warganya. Memastikan keadaan Mak dan aku salah satunya. Sampai saat ini, kak Alika tak tahu di mana rimbanya. Masih berkelana mencari jati diri atau menambatkan diri pada kegelapan.

Ayah, apa kabar ? Setahun berlalu sepeninggal ayah, rumah perlahan-lahan kehilangan sinarnya. Cahaya terang yang kau tanam, tak lagi menampakkan dahannya apalagi dedaunan. Satu persatu memudarkan cahaya. Kau tahu ayah, di rumah tinggal aku dan emak. Kak Andira tak kembali semenjak pertikaian dengan emak. Bang Andre, masih merajut mimpinya di dalam hotel prodeo. Sedangkan bang Andre dan kak Fika masih berjuang untuk ikut menjaga cahaya mu, ayah.

Ayah, apakah kak Kia sudah memberi kabar pada mu? Apakah kalian sudah bertemu ? Kabar kami di sini sedang tidak baik-baik ayah. Sebulan lalu kak Kia terbawa arus sungai di belakang rumah kita. Apakah kak Kia sudah bercerita pada mu ayah? Kejadian itu membuat emak terpukul ayah, ia tak berselera makan, mencari nafkah saja sudah ia lupakan ayah. Kami mengandalkan bantuan dari pemerintah melalui pak Kepling.

Ayah, aku rindu! Aku ingin bertemu dengan ayah sekali saja. Walaupun itu di dalam mimpi ayah. Ayah, kak Kia sudah bercerita apa kepada ayah? Sudahkah ia bercerita kalau koh Aci depan rumah kita terbnuh oleh sekolompok geng motor ? Mereka sangat sadis ayah, rupanya, mereka dendam karena koh Aci yang memasukkan bang Dana ke penjara. Koh Aci yang lapor bang Dana. Jahat kali koh Aci ya ayah. Eh tapi, dia juga baik loh sama emak, sudah menganggap kami sebagai bagian dari keluarganya. 

Ayah, lucu kali kalau ingat koh Aci. Dia selalu membandingkan aku sama blacky. Ia, anjing koh Aci yang hitam itu ayah. Masa aku dibandingkan sama anjing yah? Hehehehe ...

Ayah, aku niat bantu emak cari uang untuk hidup kami. Bulan depan rencana aku mau masuk TK ayah. Tapi, apa mungkin aku sekolah ya ayah? Sedangkan emak aja gak ada uang untuk daftarkan aku sekolah. Jangankan sekolah, untuk makan aja kamu nunggu bantuan. Tapi aku harus sekolah ya ayah, aku ada mimpi yang harus aku capai seperti nasehat kak Kia dulu.

Ayah, apa kabar kak Kia? Dia sedang disamping ayah kan? Sampaikan rindu ku padanya ya ayah. Aku janji akan gapai mimpi supaya ayah dan kak Kia bangga pada ku.

Ayah, ayah tau gak kalau bang Andre udah lulus kuliah di Jawa. Enak kali ya ayah, bang Andre bisa sampai ke sana. Aku mau la kayak dia. Tapi aku gak mau kayak kak Alika dan kak Andira. Mereka bandal ya ayah. Gak kasihan mereka sama emak. Kabar kak Kia udah gak ada pun mereka mungkin gak tau.

"KINARA ... KINARA, enak-enakan kau tidur di situ macam sultan. Bangun kau, kita gak ada lauk untuk makan. Pergi keluar kau bawa aku lauk untuk makan." Bentak emak memecah laumanan ku.

Aku tersontak dan langsung pergi menghindar ocehan emak. Semenjak kak Kia meninggal. Emak semakin tempramen kepada ku. Apa aja selalu ia ocehkan. Aku jadi sasaran empuk di rumah. Masih sekedar ocehan, aku masih bisa tahan. Tapi kalau pukulan atau lainnya mungkin aku kayak kak Alika yang kabur entah ke mana.

Aku pergi ke rumah pak Kepling untuk meminta sedikit lauk. Tapi, dia tak ada di rumah karena ini masih jam kerja dan istrinya juga tak di rumah.

"Hei Kinara, ngapain kau di depan rumah pak Kepling. Sini! Tegur bang tigor.

"Aku disuruh emak minta lauk bang ke tetangga. Gak ada pak Kepling di rumah. Entah ke mana mau ku cari." Jawab ku cemas

"Ah, sudah. Kau ikut aku yok. Ke rumah makan Padang kita. Makan siang dulu di sana. Nanti kau bawa lauk untuk mak kau." Ajak bang Tigor.

Asik, makasih banyak bang. Tah kapan terakhir aku makan nasi Padang ku rasa." Jawab ku riang

Selepas makan siang, aku menuju rumah. Hari ini aku masih aman, besok aku harus bawa goni dan cari barang-barang yang bisa aku jual. Biar aku dan emak bisa makan tiap hari.

"Assalamualaikum, Mak ini lauknya. Mak ... Ooo Mak ... Kayaknya emak gak ada di rumah" gumam ku.

Aku letak lauk yang dibeli bang Tigor ke dapur sambil menyiapkan makanan untuk Mak. Aku lihat jendela dapur terasa air mata ingin menitih. Kak Kia, apa kabar ? Aku lihat Mak di sungai.

"Tolong ... Tolong ... Tolong ... Emak, naik emak, ngapain Mak di sungai. Janganlah emak ikut kak Kia dan ayah. Aku gak mau tinggal sendiri Mak." Jerit ku sambil memanggil warga.

Seketika, tukang becak sekitar rumah langsung turun ke sungai dan mencoba menarik emak yang mulai memberontak.

"Lepaskan aku, aku mau nolong Kia. Itu lihat, dia lagi minta tolong di ujung sana. Tukang becak dibantu oleh beberapa warga berhasil membawa emak naik ke atas dan segera dibawa ke puskesmas. Aku dibawa warga ke rumah pak Kepling agar tidak tinggal sendiri di rumah.

"Kinara, jangan jumpai Mak dulu ke puskesmas ya. Biar enak istirahat di sana. Emak masih depresi sepeninggal Kia." Tungkas pak Kepling.

"Ia pak, makasih." Jawab ku singkat.

Ayah, aku sendiri di sini. Kenapa hidupku kayak gini ayah. Kak Kia, sampaikan kabar ku pada ayah. Aku rindu dengan kalian.

Mimpi-Mimpi Cemara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang