Sekali lagi, tumpahan cairan pekat kental membuatku menggeram. Buihnya perlahan meletus, menunjukkan betapa segarnya darah itu jatuh dari atas. Aku jatuh membungkuk untuk mengendus aroma darah. Manis dan amis di waktu bersamaan. Sangat membakar tenggorokan, sehingga racun menetes di antara sela-sela gigi. Aku kesulitan mengendalikan rahang bawah terkatup rapat menahan diri. Racun terus jatuh mengenai celanaku.
Namun, tak cuma aku yang menggila. Banyak pasang mata kehausan sedang menggerang murka. Racun yang jatuh, telah menandai kepemilikan darah yang hadir untuk diminum bersama.
Tapi siapa yang sudi berbagi? Di atas cawan yang terbalik itu, beberapa mili darah bak emas segunung. Perkelahian dari hari ke hari terus terjadi, sampai di salab satu sisi dinding, terdapat tumpukan kerangka mayat vampir malnutrisi.
Sudah sejak bertahun-tahun semua orang berada dalam ruang bawah tanah, dengan satu lubang berdiameter 1 sentimeter menjadi satu-satunya jalur pipa makanan. Mereka menjadi beringas.
Ah....
Aku menggeram tak terima jika darah itu disentuh yang lain.
Kehidupan yang kuhadapi tidak pernah manusiawi. Aku adalah manusia yang secara sadar tidak pernah lapar. Aku hanya kehausan, dengan tubuh panas dan agresif. Satu-satunya penenang adalah berhasil mencabik siapapun yang berebut setetes darah di bawah kakiku.
Kubalas sepasang mata putus asa. Menggeram tanpa gentar siapa aku. Aku bisa melihat bayangan di iris merah tembaga di depanku. Rambutku acak-acakan, bertelanjang dada dan berbalut tanah yang menempel belasan tahun sejak Gyeonghui mengurung siapapun yang dianggapnya berbahaya. Bayangan itu sama putus asanya terkurung sebagai seorang bocah kelaparan. Aku putus asa.
Kuterjang dia, merasakan gigitan dari taring tajam dan cakaran dari semua arah. Aku melakukan hal yang sama. Melawan salah satu sekutu kemarin yang menjadi lawan hari ini. Tak ada harapan jika setetes darah menjadikan jiwa manusia menguap sebagai iblis dari bawah tanah.
Aku akan keluar bagaimana pun caranya, untuk mencabik segaris kehidupan yang membawaku ke surga.
Darah manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘽𝙡𝙤𝙤𝙙 𝙈𝙤𝙤𝙣 [KIM SUNOO ENHYPEN]
Hayran KurguMalam membayang. Percik api memantul lewat darah yang menggenang di seluruh Gunung Jiri. Bulan telah muncul, senada dengan api dan darah. Sunoo, yang terpenjara sekian purnama, menatap putus asa ingin kebebasan. Dia memilih untuk mati, tetapi ragany...