{11} Rantai Belenggu

6 2 0
                                    

Ketiga remaja itu berjalan menuju ruang Kepala Sekolah. Tak berapa lama, pintu bercatkan hitam telah terlihat didepan mata.

"Ini ruangannya," ucap Athisa memberitahu.

"Kalau begitu, aku undur diri dulu," lanjutnya berpamitan.

Sementara kedua orang yang dituntunnya ke ruang kepala sekolah, hanya tersenyum saja. Entah itu senyum tulus, atau senyum palsu.

Ya, kedua orang itu adalah Lexo dan Rion. Peliharaan dari Lexo itu, kini sedang berada di wujud manusia, hingga membuat Athisa berspekulasi kalau kedua remaja itu adalah kakak beradik. Dalam segi penampilan, mereka memang sedikit mirip. Surai abu-abu mereka juga sama.

Namun ada sedikit perbedaan yang tertera jelas. Mulai dari perawakan, hingga model rambut. Lexo memiliki rambut pendek. Sedangkan Rion memiliki rambut pendek, dan sedikit rambut panjang yang di ikat rendah ke belakang.

"Dasar, dewi tidak peka akan situasi," sindir salah satu dari mereka saat melihat punggung gadis bersurai indigo itu pergi menjauh.

"Kalau dia peka, mungkin kita akan ketahuan, Lexo-Sama," ujar pemuda itu menyindir balik tuannya.

"Apa kau bilang, Rion?" Lexo sedikit menyipit saat mendengar ucapan dari peliharaannya.

"Maksud anda?" Rion mengangkat alisnya. Dia bingung akan maksud—ah, sekarang ia ingat.

"Gomen nasai, Lexo. Saya akan mengingat untuk tidak menggunakan sufix—Sama saat disekolah," peliharaan Lexo itu menunduk hormat pada tuannya. Dia menginggat letak kesalahnnya tadi.

Lexo memejamkan matanya. Ia membuka kembali, dan mengarahkan netranya untuk melihat kearah Rion.

"Rion. Aku sudah bilang sejak lama sebelum kau merubah wujudmu ke bentuk manusia. Kita ini adalah kembar. Mau itu diluar, atau kita hanya berdua saja. Kau ini keluargaku. Satu-satunya keluargaku. Aku sudah menganggapmu seperti kakak sendiri. Jadi kali ini, tolong aku untuk menyelesaikan tugas ini," Lexo mengeluarkan sebuah penuturan yang membuat pemuda didepannya tersenyum.

Rion mendengus. Senyum hangat tercipta dibibirnya. Sorot matanya mengelurakan sirat kedewasaan untuk sosoknya yang lumayan tegas.

"Haik~ haik~. Aku akan melakukan itu, Otouto," ujar pemuda berambut abu-abu itu dengan senyum menawannya. Tangannya mengusap kepala Lexo dengan lembut.

Putra Doveri ini sedikit menepis tangan saudaranya. Ia memalingkan wajah yang mungkin sekarang terlihat imut oleh Rion, karena semburat malu seperti anak kecil yang bahagia.

"Rion, kau tunggu disini. Aku akan kedalam untuk mengurus semuanya," perintah Lexo sembari mengetuk pintu bercatkan hitam itu.

"Haik, Wakatta," balas Rion sembari berjaga didepan pintu.

Klap

Suara pintu yang tertutup, menjadi pengakhir dari pembicaraan mereka. Dan kini...sebuah drama akan tercipta.

Di Dalam Ruang Kepala Sekolah...

"Konichiwa, Kepala Sekolah," sapa Lexo yang sudah memasuki ruangan petinggi sekolah ini.

Pria paruh baya berusia sekitar 50 tahun yang menjabat menjadi kepala sekolah ini memalingkan kepalanya kearah pintu masuk.

"Siapa ya?" Pria itu bertanya. Matanya menunjukan sebuah sirat bingung saat melihat sesosok remaja laki-laki menggunakan seragam sekolah tempatnya bekerja ini.

"Hmmmm, apa ya sebutannya? Mungkin...murid baru," jawab Putra Doveri ini dengan seringai jahatnya.

"Murid baru? Sepertinya akhir-akhir ini aku tidak mendapatkan pendaftaran murid baru," gumam pria yang terlihat sudah beruban dirambutnya.

Keajaiban CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang