{14} Romansa Di Masa Lampau

7 2 0
                                    

Waktu berlalu. Mungkin sudah terhitung sekitar 1 bulan lamanya sang gadis cantik bersurai indigo ini tinggal didalam Kerajaan Maksovo.

Desas-desus mengenainya yang tinggal di Kerajaan sudah menjadi gosib hangat bagi para kalangan kelas atas, maupun bawah.

Mereka menerka-nerka, dan berspekulasi kalau wanita yang dibawa oleh Raja mereka adalah calon Ratu Kerajaan ini.

Bukan hanya itu saja. Banyak yang bilang Atasia adalah gadis bangsawan murahan, yang berkedok mendekati Raja sebagai teman tidurnya ataupun semacamnya. Berbau perjalangan dan wanita penghibur sahaja, membuat isu ini semakin menarik kesimpulan yang negatif untuk sang dewi.

Mungkin Atasia bisa menutup telinga, akan omongan buruk terhadapnya. Tapi mata nan suci itu, terkadang sedikit ternodai oleh setiap tatapan para pelayan yang memandangnya seperti rendahan saja.

Bibirnya tersenyum, seolah ini adalah hal yang lumrah. Dia tahu akan konsekuensi yang akan diterimanya, bila ia bersikap selayaknya putri bangsawan yang dilayani oleh dayang.

Sang dewi tak marah, namun Natsumi yang geram. Dirinya tak terima, bila sang nona sekaligus gurunya ini diperlakukan selayaknya wanita rendahan seperti itu.

Andai ia bisa berkata. Andai ia bisa berteriak. Andai ia bisa mengungkapkan segalanya. Tapi sayangnya, itu semua hanyalah andaian semata. Gadis indigo ini tak mau indentitasnya sebagai seorang dewi diketahui oleh para rakyat yang dilindunginya.

Cukup Exorda, Natsumi, dan Akihiko saja yang tau. Memang pemuda bermanik emerlad ini juga diberitahu, tapi untuknya itu sedikit terlambat. Walau dirinya tidak percaya mengenai hal ini, tapi pada akhirnya juga ia mempercayainya setelah melihat kenyataan yang ada.

Mungkin nanti saat waktunya tiba, Atasia akan mengungkapkan identitas aslinya sebagai seorang dewi keseluruh rakyatnya. Nanti, dan itupun tidak pasti kapan waktunya.

Jauh dari sudut pandang Exorda, pemuda dengan gelar Raja ini sebenarnya juga khawatir dengan perasaan Atasia.

Bisakah gadis itu menanggapi setiap caci maki warga busuknya dengan baik, ataupun memendam rasa kesalnya seperti ini?

Dirinya bingung. Haruskah ia bertindak selayaknya laki-laki sejati, yang bertanggung jawab karena telah membawa gadis asing ke ranah rumah besarnya ini? Pantaskah demikian?

Ah, dirinya kalut. Berulang kali Akihiko melayangkan protes berat, agar sahabatnya itu mau bertindak tegas. Bukannya kenapa. Semakin lama dirinya bungkam, maka semakin banyak malam pula yang dilewatkannya dengan sia-sia.

"Semakin kau bungkam, maka semakin lama pula para anjing itu menggonggong. Apa kau mau mereka membuat gigitan, hingga menularkan luka rabies bagi Istana ini? Coba kau pikirkan perasaan Atasia yang telinganya mungkin sudah panas mendengar hal buruk tentang dirinya. Apakah kau tidak kasihan padanya?" Pemuda bersurai merah ini terus mengulang kata-kata itu, hingga membuat Exorda jengah dan lelah.

Lelaki ini sadar akan kesalahannya. Tapi bisakah dia beristirahat sejenak dari sekian banyak keluhan yang didapatkannya?

Dia membangun pemerintahan ini demi menyejahterakan rakyat serta pengikutnya dengan aman. Tapi apa yang mereka balas? Seperti inikah yang mereka torehkan setelah dirinya bekerja keras dengan sangat serius? Dasar, rakyat tidak tahu diri.

Hingga akhirnya batas kesabarannya itu sudah mencapai puncaknya. Akhirnya sang Raja dengan surai putih ini mengamuk di ruang kebesarannya.

Ruang Takhta...

Prang

Exorda melempar cawan emas yang dipegang olehnya didepan hadapan sang sahabat. Hal itu membuat pemuda bersurai merah ini kaget setangah mati, karena sang Raja terlihat marah.

Keajaiban CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang