Masih pagi bahkan matahari baru saja menghangatkan bumi tetapi air mataku jatuh seperti hujan. Aku tidak mampu menghentikannya. Semakin aku berusaha semakin deras turun dari mataku. Tiba-tiba Milan muncul dari balik punggungku. Ia menatapku seraya tersenyum kemudian memapahku memasuki gerbang sekolah.
Suasana saat ini tampak romantis tetapi justru mencekam bagiku. Beberapa pasang mata indah dari gadis-gadis cantik itu mengintimidasi. Aku segera menjauh dari Milan. Seketika ekspresinya berubah datar. Ia lantas berucap, "Seharusnya aku tidak berekspektasi banyak, benarkan?"
"Aku tidak bermaksud-mengertilah." balasku. Ia hanya mendengus
"Aku akan mengantar sampai kelas. Setelah itu kamu bisa memberikan bayarannya." Milan kembali menatapku lalu mengerjabkan mata beberapa kali. Kurasa ia berpikir dirinya adalah kucing padahal lebih mirip kelinci.
"Jangan sok manis di hadapanku. Aku tidak suka jadi bahan perbincangan."
"Banyak sekali yang menganggu pikiranmu. Mau kubantu?"
"Kalau kamu menjauh dariku, aku akan sangat berterima kasih."
Milan menggeleng sembari menyandarkan sebelah bahu pada ambang pintu. Ia masih menatapku sampai aku duduk. Kami masih bisa berbincang dengan posisi seperti ini sebab aku duduk di bangku depan nomor dua dari pintu.
"Ini, sesuai yang dijanjikan."
"Terimakasih." Milan tersenyum lagi saat mengambil bekal nasi goreng buatanku.
Aku pikir ia akan langsung pergi. Akan tetapi, Milan justru mengambil alih bangku yang tengah aku duduki. Aku tidak punya pilihan lain selain berdiri karena temanku baru saja tiba.
"Dia sedang apa disini?" tanya Sofia.
"Kamu lihat saja sendiri."
"Jadi benar kalian ada hubungan spesial?"
"Hah, siapa yang berkata begitu?" seruku dengan nada tinggi penuh penekanan.
Semua orang kini beralih menatapku, orang yang lewat dan bahkan Milan yang sedang makan juga.
"Maaf, gosip dari mana?"
"Semua orang di sekolah ini. Aku kira kalian sudah putus malahan."
"Putus dari mana, jadian saja tidak pernah."
"Ran, mau kutembak tidak?" sela Milan tiba-tiba.
Aku dan Sofia tidak bisa berkata-kata. Kami terpaku menatap Milan seperti orang bodoh.
"Aku serius."
Milan lantas mengorek isi tasnya mencari sesuatu. Jantungku jadi berdebar-debar menebak benda yang akan ia gunakan untuk menyatakan perasaanya. Apakah mawar, boneka, cincin, oh atau mungkin coklat. Aku terus memikirkan hal-hal manis tetapi apa ini. Jantungku rasanya mau loncat ketika kulihat Milan mengeluarkan pistol dari tasnya.
"Mi-mi-Milan itu pasti mainan. Aku gak akan bisa kamu tipu semudah itu."
"Ya sudah kita buktikan saja palsu atau benar. Kamu hanya perlu menjawab ya atau ya."
"Yaaa!" teriakku bersamaan dengan bunyi keras berasal dari pistol yang diarahkan ke pelipis Milan. Setelahnya Milan terkapar di bawah meja. Aku panik segera mendorong meja tersebut agar area sekitar luas. Sudah takut terjadi sesuatu pada Milan tetapi ia malah meringis.
Milan bangkit dari tidurnya sembari menggosok bagian samping kepala.
"Ternyata sakit juga walau cuma peluru karet. Bahaya kalau sampai dipakai anak kecil."
Saat Milan menghabiakan sisa bekal nasi goreng dariku mendadak ponsel yang ia letakkan di meja berbunyi. Pesan dari Haikal membanjiri ponsel tersebut sampai bosan aku mendengar nada ponsel tersebut. Karena tidak kunjung dibalas Haikal lantas menelepon. Milan menggeleng sembari bergumam tidak jelas.
"Ada apa?"
"Kamu dimana? Kami menunggu di kantin."
"Kalian makan sendiri saja, aku sedang sarapan."
"Di rumah?"
"Di kelas Ayangie."
"Heh, ngaku-ngaku. Bohong, jangan percaya," sahutku.
"Oh bersama Kiran. Okay, take your time."
"Kak Milan semangat."
"Maju terus Bro sampai nabrak."
Terdengar juga suara Vero dan Netra di sebrang. Sepertinya mereka sedang rapat pagi untuk membuat rencana rutin menggegerkan seantero sekolah.

KAMU SEDANG MEMBACA
TREAT ME LIKE A QUEEN [ COMPLETED ]
Novela JuvenilSedikit cerita tentang masa remaja. Ketika gadis pemalu bertemu dengan pemuda yang dipenuhi kasih sayang dan perhatian. Kirana yang keras kepala dan kekanak-kanakan dengan Milan pemuda yang memberikan perhatian tanpa meminta balas budi.