Sebilah bambu

2.4K 485 6
                                    

"Wehh abang layangannya nyangkut!" ujar Adam menunjuk satu layangan yang tersangkut di ranting pohon.

Juniar yang paling besar sendiri pun langsung memanjat pohon dengan lincah, "Bang Juniii itu ada buah mangganya!" teriak Ucup.

Refleks Juniar menoleh menatap ke arah yang di tunjuk Ucup, ada dua mangga muda yang bergelantungan tak jauh dari dahan yang dia pijak. "Abang ambilin Cup, sabar yaaa"

Juniar mengambil posisi untuk berpindah tempat menuju dahan yang besar yang terdapat dua buah mangga muda yang tadi di tunjuk Ucup.

Anak-anak di bawah bersorak ramai menyemangati Juniar yang sedikit lagi berhasil mengambil mangga muda, padahal tujuannya naik ke atas pohon ini adalah layangan juntai yang tadi di perjuangakan dengan cara berlari cukup jauh.

"Bang Juni! Bang Juni! Bang Juni!" 

Seketika Juniar membusungkan dadanya, merasa bangga karena saat ini dirinya seperti tengah mengikuti lomba tingkat internasional. Membayangkan anak-anak kecil di bawah sana adalah fans sejatinya, yang selalu mendukung dan meng-support dirinya di segala kondisi.

Juniar memeluk dahan, bayangan dirinya tengah berdiri di atas panggung dengan sinar lampu yang hanya menyorotnya. Suara teriakan para penonton yang histeris mendengarnya mengeluarkan suara emas miliknya lalu dengan bersamaan menyanyi melepas semua penat dan menuangkan semua emosi lewat lagu.

Belum selesai Juniar menghalu di atas pohon tiba-tiba terdengar suara yang memanggilnya dengan nada cukup kencang.

"JUNIARRRR!!!" ternyata Mama Wendy. 

"Ada mama abang, kabur semuanya kabur!" hasut Ucup yang membuat semua teman-temannya berlari ketika mama mengacungkan sebilah bambu yang di bawa dari rumah.

"EHHHH TUNGGUIN ABANGGG!!!" panik Juniar ketika gerombolan anak-anak itu kabur berlari meninggalkan Juniar di atas pohon sendirian. "Mampus gue!"

***

Sepanjang perjalanan Juniar hanya berjalan pelan sembari menunduk memegang dua mangga muda yang dengan cepat ia petik ketika mama mengancam ingin memukul Juniar dengan sebilah bambu itu.

Sepanjang perjalanan pula Juniar di tertawakan oleh orang-orang sekampung apalagi Ale. Wajah mama terlihat sangat tidak bersahabat, membuat orang-orang yang berpapasan atau melihat momen ini hanya tertawa tanpa berani menegur.

"Assalamualaikum," salam Juniar dengan lemas. 

Terlihat Bang Tama yang membukakan pintu, sedangkan Jeno, Nathan dan Mas Juna malah mengintip dari jendela. Hal itu terlihat menyebalkan di mata Juniar, apalagi ketiganya menertawakan Juniar tanpa suara.

Juniar melotot seolah bilang "jangan tawain gue!"

Tapi sayangnya Juniar tak seberani itu, di tambah kondisinya sekarang ini sama sekali tidak baik.

"Masuk habis itu mandi," ujar mama dingin.

Mendengar ucapan mama yang dingin baik Mas Juna, Jeno dan Nathan langsung mengalihkan pandangan. Pura-pura sibuk tak ingin ikut campur karena tak mau ikut terkena omelan mama.

"Mukanya ngakak banget anjir," ujar Mas Juna tak tahan menahan tawanya.

Begitu juga dengan Jeno dan Nathan, mereka berdua bersusah payah menahan tawa supaya tak terdengar keras di telinga mama. Bang Tama pun ikut tertawa melihat wajah melas milik adiknya yang baru saja pulang di kawal mama yang membawa sebilah bambu.

JUNIARKA || HAECHAN✔ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang