Almeera sudah memakai hoodie hitam yang nampak kebesaran di badannya. Ya, itu hoodie milik Alvaro. Laki-laki yang tadi memeluknya. Karena hujan masih saja turun, Alvaro berinisiatif membawa Almeera berteduh pada sebuah rumah-rumahan berbentuk jamur raksasa yang ada di taman.
"Udah lama banget gue suka sama dia," Tutur Almeera membuka pembicaraan, "kalau nggak salah dari kelas 1 SMP." jelasnya.
"Terus, lo nggak pernah coba kasih tau dia?"
"Udah, pas kelas 3 SMP."
"Terus?"
"Saat itu di cuma tertawa."
"Itu doang?"
Almeera mengangguk dengan tatapan jauh kedepan.
"Gue nggak ngira, kalau rasa suka gue ke Albi jadi sebesar ini. Bahkan berubah menjadi rasa sayang. Sayangnya, rasa ini pula yang bikin gue terluka." Almeera menghapus kasar air matanya. Dia tidak mau menangis lagi. Tapi sayang, air matanya terus saja terjatuh.
"Nggak papa, luka ini bakalan bikin lo makin dewasa, Al." Almeera menoleh pada laki-laki yang duduk di sebelahnya. Dia dapat melihat jika wajah Alvaro memang sangat tampan, bahkan di tempat minim cahaya seperti sekarang.
"Kita sembuhin luka lo bareng-bareng, ya?" Tutur Alvaro sambil menatap dalam pada netra Almeera. Seketika hawa dingin karena hujan menghilang begitu saja saat satu kata manis itu keluar dari mulut Alvarilo. Entah seperti terkena sihir atau mantra, Almeera mengangguk menyetujui ucapan laki-laki itu.
Hujan sudah berhenti. Menyisakan genangan dan tetesan air yang jatuh dari dedaunan. Namun dua anak manusia itu masih betah berada di dalam rumah-rumahan berbentuk jamur raksasa.
"Mau balik sekarang?" Tanya Alvaro yang langsung di balas anggukan oleh Almeera.
Laki-laki itu lebih dulu berdiri, kemudian mengulurkan tangannya pada Almeera. Awalnya gadis itu sempat ragu, namun sebuah anggukan dari Alvaro membuatnya yakin untuk membalas uluran tangan itu.🌻🌻
"Ntar nyampek dalem, langsung mandi pakek air anget. Habis tuh buat teh, lanjut istirahat. Nggak usah mainan hape. Lo butuh istirahat, oke. Kalau besok pagi mau berangkat bareng, kasih kabar pagi-pagi." Seolah semua perkataan Alvaro terekam di kepalanya dan secara otomatis berputar berulang-ulang tanpa di minta. Dan sialnya, semua pesan itu Almeera lakukan tanpa terpaksa. "Toh itu juga buat kebaikan gue. Dari pada ntar gue sakit." Ujarnya pada diri sendiri saat menuruni tangga menuju dapur.
Tubuh Almeera terlonjak kaget mendapati seseorang mengendap-endap berjalan tak jauh darinya. Tanpa babibu, gadis itu mangambil sapu yang di gantung si bawah lorong tangga kemudian memukul pencuri itu sekuat tenaga.
"Berani-beraninya lo maling di rumah gue, njir!" Almeera terus memukul orang yang dia anggap pencuri. Sedangkan orang itu terus saja mengaduh kesakitan namun tak bisa menghindar.
"Woe, njir! Ini gue, Nanta. Abang lo." Pekik Nanta kesal. Seketika Almeera menghentikan pergeraknnya. Menjatuhkan sapu di lantai, kemudian menyalakan lampu ruang tengah lantai dasar.
"Lo ngapain sih, kak?" Tanya Almeera heran.
"Mau nyolong!" Jawab Nanta sewot sambil mengusap-usap bagian badan yang kenak pukul adiknya. "Sakit banget, setan."
Almeera terkekeh, dia tak percaya jika yang di pukuli barusan beneran Nanta, sang kakak. Bukan pencuri.
"Eh, maaf kali, gue pikir lo pencuri. Lagian kenapa juga pakek jalan mengendap-endap. Mana pakek nutupi kepala pakek sarung lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny || Haechan
Novela Juvenil"Pertama bertemu, gue pikir itu hanya kebetulan." "Kedua kali ketemu, gue masih nggak percaya kalau itu takdir." "Sampai saat kita bertemu untuk yang ke tiga kalinya. Gue baru percaya bahwa Tuhan telah menakdirkan kita untuk bersama."