Mobil bewarna putih berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Setelah beberapa waktu dalam perjalanan yang cukup padat, kini Almeera dan Nanta sampai di sekolah.
"Kak, adek masuk, ya."
"Iya. Sekolah yang bener, jangan cowok mulu."
Almeera berdecih, kemudian meraih tangan sang kakak untuk menyalaminya.
"Lah diem baek dia."
"Iya, iya, kak. Mulai deh ngeselinnya."
Nanta terkekeh kemudian mengacak rambut sang adek yang langsung dapat hadiah cubitan.
"Kakak, jangan dia acak-acak lagi. Kan udah rapi." Protes Almeera sambil merapikan rambutnya.
"Iya. Udah sana masuk. Keburu bel entar."
"Siap, kak."
Almeera keluar dari mobil sambil melambaikan tangan pada sang kakak. Setelahnya Nanta melajukan mobilnya meninggalkan area sekolah.
Dari gerbang, Almeera dapat melihat seorang laki-laki yang sudah memasang senyum manis untuk menyambutnya.
"Pagi, kak." Sapa Almeera pada Alvaro.
"Pagi, Al. Sama siapa tadi?"
"Oh , itu tadi sama kakak. Kakak kenapa nggak masuk? Masih nunggu temen-temen kakak?"
"Enggak. Gue nungguin lo."
"Gue?"
"Iya, buat mastiin lo tetep sekolah soalnya lo juga nggak ngasih gue kabar mau gue jemput atau enggak."
"Oh soal itu. Maaf kak, gue lupa. Hape gue aja masih mati." Jujur Almeera di akhiri cengiran.
Saat mereka tengah asik ngobrol, sebuah motor berhenti tepat di sebelah tempat Alvaro memarkirkan motornya. Seketika tubuh Almeera bergetar saat melihat Albi tengah datang bersama Zea. Dan tepat di depan matanya, Albi melepas helm Zea. Jujur saja, rasa sesak yang semalem kembali tarasa, namun saat tangan seseorang tiba-tiba menggegamnya, Almeera merasa sedikit tenang.
"Tenang. Ada gue di sini." Bisik Alvaro pelan.
Almeera menatap Alvaro. Di sana Alvaro bisa melihat ada genangan air di mata gadis cantik itu.
"Pagi, Al." Sapa Albi.
"Pagi."
Albi menatap heran pada Alvaro yang ada di samping Almeera dan lebih heran saat tangan merka saling bertautan.
"Dia?"
"Di__" ucapan Almeera terpotong saat Alvaro memperkenalkan dirinya pada Albi sebagai cowok Almeera.
"Pacar Almeera."
Almeera di buat kaget dengan pengakuan Alvaro. Bagaimana bisa Alvaro mengaku kalau dia pacarnya. Sedangkan mereka saja, baru kenal beberapa hari yang lalu.
"Kita duluan, ya." Pamit Alvaro pada Albi yang masih menatapnya heran.
"Iya."
Sejujurnya dalam kepala Albi saat ini banyak sekali pertanyaan. Dimana Almeera kenal tuh cowok? Kapan mereka mulai dekat? Kapan mereka jadian? Bahkan sampai, kenapa semalam Almeera nggak datang ke cafe? Tapi semua itu berhasil dia telan bulat-bulat kembali karena hanya untuk bertanya, dia sangat tidak enak. Tidak enak pada cowok tadi dan terlebih pada Zea.
"Al," Alvaro menghentikan langkahnya begitu pula dengan Almeera."maaf ya, gue ngaku jadi cowok lo."
Almeera terdiam, masih belum menjawab. Tapi dia bisa melihat dari mata Alvaro, jika laki-laki itu tulus minta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny || Haechan
Novela Juvenil"Pertama bertemu, gue pikir itu hanya kebetulan." "Kedua kali ketemu, gue masih nggak percaya kalau itu takdir." "Sampai saat kita bertemu untuk yang ke tiga kalinya. Gue baru percaya bahwa Tuhan telah menakdirkan kita untuk bersama."