Sabtu dini hari, tepatnya setelah sholat subuh, Almeera, Nanta, Bunda Mei dan Alvaro bersiap-siap untuk melakukan perjalanan menuju Madiun. Sesuai rencana, Alvaro menginap di rumah Almeera karena rencana berangkat pagi agar tidak terkena macet.
"Udah, dek?" tanya Nanta yang sudah duduk di kursi kemudi saat Almeera memasukkan tas ranselnya.
"Udah, kak." jawabnya sambil menutup pintu mobil kemudian duduk di sebelah Alvaro.
"Ok. Kalau gitu kita berangkat, ya. Bismillah, semoga sampai tujuan dengan selamat.
"Amin." sahut semua orang yang ada dalam mobil. Baru saja mobil bewarna putih itu melewati gerbang rumah, secara tiba-tiba Nanta menginjak pedal rem hingga semua orang yang ada di dalamnya kaget.
Mata Nanta membulat saat sosok laki-laki dengan hoodie hitam berdiri di depan mobil sembari merentangkan kedua tangannya.
"Astagfirllah, nyawa lo sembilan apa gimana?" tanya Nanta tak santai pada laki-laki itu setelah membuka kaca mobil. Bukannya menjawab, laki-laki yang tak lain adalak Albi itu malah nyengir tak bersalah.
"Elah, sorry. Gitu aja marah." ujarnya setelah masuk kedalam mobil dan duduk di sebelah Almeera.
"Bukannya marah, Al. Tapi itu tadi bahaya. Coba kalau kak Nanta nggak buru-buru injek rem, pasti kamu sudah ketabrak."
"Hehehe, iya, Te. Albi minta maaf deh."
"Iya. Tapi jangan diulangi, ya."
"Siap bos kuh."
Albi melirik pada Almeera yang tengah sibuk dengan ponselnya.
"Geser dong, Al." pinta Albi pada Almeera. Sebenarnya ini hanya akal-akalan Albi agar bisa berbicara dengan Almeera.
"Mata lo nggak lihat apa? Tempatnya udah nggak muat. Di belakang sono masih longgar." ketus Almeera.
"Sebelah lo aja yang suruh pindah ke belakang." Tunjuk Albi pada Alvaro dengan dagunya.
"Enak aja. Lo kan yang datang belakangan. Lo dong yang harus di belakang." suara Almeera terdengar semakin kesal.
"Yaudah, gue aja yang ke belakang." sambung Alvaro kemudian berpindah ke kursi paling belakang.
"Nah, gitu dong. Peka." Kata Albi sambil tersenyum penuh kemenangan.
"Gue ikut lo aja deh, kak." putus Almeera kemudian mengikuti Alvaro untuk duduk di kursi paling belakang.
"Lah, kok gitu? Gue kok ditinggal sendiri?"
"Lagian siapa juga yang ngajakin lo? Nambahin beban aja." celetuk Almeera.
"Albi yang ngajakin bunda, sayang." sahut Mei.
"Yaudah, kalau gitu bunda duduk sama Albi aja. Lagian, entar masih jemput kak Manda juga, kan?" tanya Almeera yang langsung dapat anggukan dari Nanta.
"Berhenti lagi, nih?" tanya Nanta pada Almeera melalui kaca spion yang menggantung di hadapannya.
"Nggak usah, kak. Aku lompat harimau aja," Almeera kemudian melangkahi kursi tengah mobil dengan susah payah. Untung di sana sudah ada Alvaro yang siap siaga membantunya.
"Makasih, kak." ucap Almeera tulus yang dapat anggukan dari lawan bicaranya. Setelahnya. Suasana kembali hening, Nanta fokus pada aktivitas mengemudinya. Bunda Mei tengah tertidur karena bangun terlalu awal. Sedangkan Almeera dan Alvaro tengah asik bercanda membuat Albi iri setengah mati.
"Gue ikutan dong." Pinta Albi namun tidak dihiraukan oleh Almeera. Kesal karena terus diabaikan, akhirnya Albi memutuskan untuk bermain game di ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny || Haechan
Roman pour Adolescents"Pertama bertemu, gue pikir itu hanya kebetulan." "Kedua kali ketemu, gue masih nggak percaya kalau itu takdir." "Sampai saat kita bertemu untuk yang ke tiga kalinya. Gue baru percaya bahwa Tuhan telah menakdirkan kita untuk bersama."