6

2 1 0
                                    

VIONA

Jujur saja, aku deg-degan setengah mati saat ini. Mas Hari sedang mengurus check in di resepsionis sedangkan aku berdiri tak jauh darinya, pura-pura jadi turis. Sesuai kesepakatan, masing-masing dari kami harus membawa tas besar, terserah apa isinya. Kalau aku jelas berisi tali yang sudah kubuat simpul longgar, aku nggak mau dia curiga dengan rencanaku makanya kusarankan supaya kami berpura-pura jadi 'tamu hotel'. Wajar kan jika seseorang membawa tas besar saat menginap di hotel? Karena besok Minggu, kami akan betulan menginap sampai batas waktu check out.

Selesai urusan kamar, Mas Hari mengajakku ke arah lift. Kamar kami di lantai enam, kukira di tempat yang lebih tinggi. Kuingat-ingat lagi 'pelajaran' dari Ela di kursus kilatnya kapan hari. Aku dan Imel jadi murid yang mencatat segala 'ilmu', Ela sebagai tutor kami, sedangkan untuk korbannya kami pilih Zein. Ela sudah berpengalaman sejak pesta sweet seventeen dulu itu, jadi dia mengajari kami beberapa trik dan tips. Dari sanalah aku tahu gambaran dari rencanaku ini akan seperti apa dan bagaimana.

Tiba di kamar, jantungku makin nggak karuan. Tenang, rileks. Mas Hari nggak akan curiga kalau aku nggak berbuat apa-apa dan jadi anak baik. Aku harus bertindak sesuai dengan yang dia pikirkan dan sesuai perjanjian. Kalau dia yang khilaf aku nggak nolak juga sih. Kami sepakat untuk makan siang dengan memesan room service, nanti sore dia akan mengajakku jalan-jalan. Aku benar-benar dianggap anak kecil olehnya. Yakali orang check in sama gebetan malah diajak jalan. Ck!

Nggak banyak yang kami lakukan sampai waktunya makan malam. Kayaknya aku harus sedikit mengubah rencana deh, modifikasi lebih lepatnya. Seperti yang dibilang Ela, rencanaku rawan gagal karena lawanku lelaki dewasa normal yang sangat sehat. Tenaganya berkali lipat dariku. Sedikit saja meleset justru aku yang kena. Makanya tadi aku mampir toko perkakas dan beli cable ties ukuran paling panjang dan besar dari yang tersedia sebagai pengganti tali. Sudah kubuat simpul juga untuk mempersingkat waktu.

Sambil mandi aku terus menerus mengingat lagi semua yang Ela ajarkan. Cowok dewasa seperti Mas Hari katanya agak susah terpancing apalagi kalau dia nggak tertarik. Makin susah lagi karena sifatnya begitu, kayaknya butuh waktu deh cuma buat ngerayu doang. Biar dia lengah aku mesti ngapain ya? Dicium? Heh, boro-boro ciuman. Aku baru mendekat saja dia sudah mundur jauh-jauh.

Saat aku keluar kamar mandi, Mas Hari refleks menoleh sampai dua kali. Awalnya dia cuma sekilas berpaling dari hape, tapi sedetik kemudian malah betulan menatapku bahkan nggak berkedip. Ela benar, cewek itu paling sensual kalau habis mandi.

"Kenapa, Mas?," kumanfaatkan momen ini untuk mendekatinya.

Mas Hari tersadar dan buru-buru buang muka. "Nggak papa."

Untungnya tadi aku bawa beberapa cable ties waktu mandi, latihan menyimpul gitu. Aku kan baru kali ini tahu benda itu, semacam berkenalanlah. Dari hasil latihan tadi ada dua simpul yang siap pakai, aku nggak sempat buat lebih. Sekali lagi aku mendekat, mengalihkan perhatiannya, dan dengan cepat kedua tangannya berhasil kuikat. Kudorong tubuhnya hingga telentang dan mengikat kakinya cepat-cepat, lalu aku duduk di perutnya. Wajahnya frustrasi, bahkan aku bisa melihat jelas ketakutannya. Aneh, dia kan jauh lebih kuat dariku. Asal dia mau berusaha juga aku pasti tumbang kok.

"Takut ya?," tanyaku sambil menahan tawa.

"Mau apa kamu?!"

"Sssh, biasa ajalah. Kayak nggak pernah aja."

Kedua tangannya yang terikat kupegangi, sorot mata Mas Hari lurus ke dalam mataku. Masih bertanya-tanya apa yang akan kulakukan. Sebenarnya nggak ada, aku nggak berniat melakukan apa-apa. Cuma biar dia merasakan perbuatannya dulu padaku, bahwa aku memang setakut itu. Pikiranku mendadak kosong, dan ketika waktu itu dia membuka bungkus kondom kukira hidupku akan hancur seketika. Sekarang akan kubalik semuanya, persis sama.

Secretary's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang