Sudah jam delapan malam. Tidak mungkin aku menemuinya malam-malam begini, Arthur membatin. Kini ia sedang duduk di dalam mobil.
Beberapa menit lalu, ia masih duduk di sofa ruang tamu rumah Sir James Poirot. Sekarang, ia telah menjauhi rumah itu dengan mobil hitamnya.
Ya sudahlah, aku pergi besok saja. Beberapa detik Arthur berpikir, kemudian ia kembali menghidupkan mobilnya. Sepersekian detik kemudian, mobil hitamnya melaju di jalanan aspal.
***
“Ah, lihat siapa tamu kita ini!” Seorang pemuda dengan celana jeans dan baju kaos tersenyum bahagia sambil menatap tamu yang ia maksud.
Tiga orang yang sedang duduk di atas sofa menoleh. Seketika mengukir senyum ketika melihat orang yang menjadi tamu mereka pagi itu.
“Profesor Scorpius Arthur, selamat datang, Prof!” Pria lain yang memakai hoodie berdiri, memeluk tamu yang ia panggil Profesor Scorpius Arthur—ya, itu Arthur—tersebut.
“Hei, Wezen. Apa kabarmu—”
“Ayo, duduk dulu, Prof,” potong seorang gadis dengan kulit sawo matang—tampak seperti kulit-kulit model dunia sehabis berjemur di pantai—sambil melambai ke arah Arthur.
Arthur pun akhirnya duduk terlebih dahulu, begitu pula dengan Zeen yang tadi menyambut Arthur di pintu depan, dan Wezen yang tadi menyapanya.
“Ah, kalian. Sejak dulu tidak pernah berhenti memanggilku Profesor. Hei, hentikan kebiasaan itu, aku tidak suka mendengarnya. Ibu Panti sudah memberikanku nama yang bagus, Arthur.” Arthur menggelengkan kepala, yang lain hanya tertawa.
“Tidak apa, Prof. Kamu 'kan memang Profesor, tidak layak seorang biasa memanggil seorang Profesor dengan namanya,” ungkap Zeen sambil menepuk bahu Arthur dengan ramah.
Arthur tertawa, tetapi sepersekian detik kemudian pandangannya menuju ke arah seorang gadis dengan rambut pendek sebahu yang duduk di samping Azrella—gadis yang tadi mempersilahkannya duduk.
“Hai, Adik Manis. Kamu sangat menggemaskan dan lucu sekali, siapa namamu?”
Gadis berbadan pendek yang dipanggil Adik Manis itu langsung bermuka masam. Tangannya hampir saja mau menampar Arthur, tapi sudah dihentikan oleh Ella—nama singkat Azrella.
“Hei, sudahlah, Prof. Kasihan Ai jika kamu goda terus. Mukanya akan kesal terus hingga kamu pergi.” Ella tertawa, menatap muka bete Ai—si Adik Manis.
“Omong-omong, kenapa kamu datang ke sini, Prof? Bukankah seorang Profesor jarang sekali punya waktu luang untuk bertemu teman lama—seperti kami?” Zeen bertanya tepat setelah Arthur tertawa lepas atas perkataan Ella.
Arthur menoleh. “Ada hal sangat penting yang ingin kubahas bersama kalian semua. Beruntung sekali aku datang saat semua sedang berkumpul di apartemenmu, Zeen,” ucapnya sambil mengukir senyum.
Zeen, Wezen, Ai dan Ella mendengar dengan saksama. Mereka menunggu Arthur melanjutkan perkataannya dengan pikiran yang sungguh penasaran. Bahkan Ai—Adik Manis yang tadinya sangat kesal padanya—pun turut menatap Arthur tak berkedip.
“Aku ingin pergi ke Segitiga Bermuda, kawan.”
***
“Satu vote setara dengan bibit semangat untuk kami." ♡´・ᴗ・'♡
Ada kritik, saran, atau sesuatu yang ingin disampaikan? Please drop it in the comment. ✧(。•̀ᴗ-)✧
![](https://img.wattpad.com/cover/290423307-288-k231300.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Triangle
Ciencia Ficción• Bloody Triangle • (a collaboration stories) Written by RiVeRa Terletak di perbatasan Miami, Kepulauan Bermuda, dan Puerto Rico, Bermuda Triangle atau yang biasa dikenal dengan nama Segitiga Bermuda masih menjadi salah satu misteri dunia. Apa yang...