Alasan

105 10 0
                                    


Anjana berjalan mendekati tumpukan barang yang tertutup kain. Dari siluet nya, ia merasa yakin mengenali barang yang ada di balik kain lusuh itu. Kayas yang berhasil melepaskan diri dari kungkungan Marun mendekati Anjana seolah paham maksud dari tatapan teman sebangkunya itu. Keduanya kompak menoleh lalu sontak bertukar senyuman.

"Jangan bilang—"

"Kalo gue sih yakin, Kay." ucap Anjana dengan penuh percaya diri.

Percakapan keduanya berhasil menarik perhatian anak-anak yang lain. Marun mendekati Kayas dan membisikan sesuatu. Tak lama kemudian, Kayas mengangguk dengan antusias dan seketika itu juga sebuah seringai tipis terlukis di wajah Marun.

"Emang itu apaan?" tanya Genta, penasaran dengan barang yang ada di balik kain lusuh itu.

"Lu mana ngerti—"

"Gue gak nanya lu ya, Kay!"

"Kalian tuh... bisa gak sih, gak berantem barang semenit aja?" tanya Verdy.

"GAK!"

Keduanya kompak menjawab. Verdy menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu memutuskan untuk pasrah. Memang, hanya dengan pertolongan Tuhan sajalah yang mampu mendamaikan kedua makhluk keras kepala itu.

"Bu-bukan mayat, 'kan?" tanya Ijas spontan. Seketika itu juga ia merasa ngeri dan takut kalau-kalau apa yang ada di bayangannya itu menjadi kenyataan.

"Ya bukan lah, silly!" Anjana menertawakan tebakan konyol dari teman detensinya itu.

Azura yang baru saja selesai merapikan formulir detensi menyadari percakapan yang sedang terjadi. Ia kemudian berjalan menghampiri Anjana dan melarang untuk membuka kainnya— setidaknya untuk saat itu.

"Sebentar ya, teman-teman. Saya bacakan dulu tugas yang harus kalian kerjakan hari ini. Berhubung pihak sekolah akan menggunakan ruangan ini untuk gudang penyimpanan berkas, jadi kalian diminta untuk membersihkan ruangan ini dan memindahkan barang-barang yang ada di sini ke gudang barang yang letaknya ada di ujung koridor dekat ruang kelas XI-5."

Anak-anak yang lain serentak mengangguk menandakan bahwa mereka sudah mengerti dengan tugasnya hari itu.

"Nah, karena peralatan kebersihannya belum sempat disiapkan, saya mau ngabarin dulu Pak Gading untuk membantu menyiapkan semuanya. Kalian tunggu dulu di sini ya. Jangan ada yang kabur." Azura menegaskan kalimat jangan ada yang kabur dengan sedikit penekanan.

"Iyaa..." Anak-anak kembali menjawab dengan kompak, meski sedikit malas-malasan.

Azura tersenyum tipis. Sebelum beranjak ke luar ruangan, ia sempat merapikan tumpukan formulir detensi di atas meja. Baru beberapa langkah saja, tiba-tiba Azura menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke arah tujuh peserta detensi sore itu.

"Awas ya! Jangan kabur!"

"IYA ASTAGAAAA!!"

"ALLAHUAKBAAARRR!!"

"GAK PERCAYAAN AMAT SIH?"

Ketujuh peserta detensi itu kompak protes bersahutan.

Azura tertawa dan kembali mempertontonkan barisan giginya yang dihiasi kawat. Ketujuh pasang mata itu mengunci pandangannya pada sosok Azura yang perlahan meninggalkan ruangan. Mereka ingin memastikan kalau Robot Azura sudah benar-benar meninggalkan ruangan.

"Dia— orangnya emang begitu ya?" tanya Anjana pada sosok yang ia kenal dengan nama Genta.

"Yaa, begitu. Emang agak kaku sih, tapi orangnya baik kok. Pinter juga," jelas Genta.

KATUMBIRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang