On The Ride

85 7 0
                                    


Selama perjalanan, suasana di mobil tak jauh berbeda dengan suasana di gazebo. 

Gaduh. 

Gaduh. 

Gaduh. 

Entah siapa yang memulai, tapi kini Marun dan Verdy sedang memperdebatkan jajanan Bandung mana yang paling enak dan paling populer di kalangan orang luar Bandung. 

Suara teriakan keduanya bersahutan. Ijas yang kebetulan duduk diantara Marun dan Verdy, menutup telinganya karena tak tahan dengan volume suara yang ia dengar. Beruntung mereka ditempatkan di barisan kursi paling belakang. Setidaknya, suara mereka tidak mengganggu konsentrasi Pak Wis ketika menyetir.

Di tengah kegaduhan, tiba-tiba ponsel Kinan bergetar menandakan ada panggilan masuk. Ia menatap layar ponselnya sambil tersenyum, kemudian menggeser tombol hijau dan menerima panggilan tersebut.

"Assalamu'alaikum. Iya, Yang? Maaf gak sempet ngabarin," sahut Kinan, mulai mengobrol dengan Si Penelepon.

Di belakang, Kayas yang sayup-sayup mendengar percakapan Kinan itu berusaha untuk menguping sambil mengerutkan kening. Tatapan matanya penuh selidik.

"Enggak, kok. Nanti Kinan kabarin lagi ya, Yang. Assalamu'alaikum."

"CIEEEE... Temen kita yang paling bontot kayaknya udah punya pacar nih!" Kayas berteriak dari kursi belakang sesaat setelah Kinan menutup sambungan teleponnya.

Kinan menoleh dan tatapan mata rubahnya langsung tertuju pada Kayas. Semua anak akhirnya ikut menoleh dan menatap teman yang pipinya mirip tupai itu. Orang yang sedang ditatap jadi salah tingkah.

"Lah? Itu tadi di telepon udah ayang-ayangan? Berarti udah pacaran, 'kan?" tanya Kayas.

"EYANG!" Semua anak kompak menjawab pertanyaan Kayas yang menguras emosi itu.

"Yee, bilang dong kalo itu Eyang. Ya mana gue tau? Eyang, sayang, goyang—" sahut Kayas melantur seolah sedang berusaha untuk membela diri.

"Makanya, hodob itu jangan dipiara! Kalo udah gede, susah balikinnya!" timpal Verdy.

"Hah? Hodob apaan?" tanya Kayas.

"BODOH!" jawab semuanya serempak dalam satu suara.

Kini keadaan mobil malah lebih gaduh dari sebelumnya gara-gara kehodoban Kayas. Mereka masih tertawa dan Kayas hanya bisa tersenyum malu.

"Ooh, ternyata begini ya rasanya diledekin berjama'ah? Okay! Nice!" ujar Kayas sambil bertepuk tangan untuk mengurangi rasa malunya karena tebakan yang keliru tentang Kinan.

Kinan hanya menggeleng pelan sambil tersenyum. Ia lalu menatap Pak Wis yang tengah fokus menyetir.

"Maafin temen-temen saya ya, Pak. Kerjaannya emang ribut mulu," ujar Kinan.

"Ah, gak apa-apa. Justru Bapak senang, di mobil jadi rame begini. Biasanya sepi, cuma ada Bapak dan Mas Zura," jawab Pak Wis sambil tersenyum. Ia lalu menanyakan arah yang harus diambil selanjutnya.

"Kiri, Pak. Nanti di depan ada tugu, terus belok kanan." jawab Kinan, mencoba mengarahkan Pak Wis menuju rumah Eyang.

Barisan kursi belakang memang diisi oleh anak-anak penyebab kegaduhan— kecuali Ijas, tapi berbeda dengan barisan penumpang yang lain. 

Mobil yang ditumpangi mereka berkapasitas sembilan orang. Susunan barisan tempat duduknya membentuk formasi dua-dua-dua-tiga. Dua kursi di paling depan, dua kursi di tengah, dua kursi lagi di belakangnya, dan tiga kursi di paling belakang.

KATUMBIRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang