Berbagi Adik

109 8 0
                                    

PERINGATAN : TERDAPAT ADEGAN BULLYING. PLEASE BE WISE!

Pemandangan di lapangan SMA Nusaindah pagi itu tampak ramai. Para penghuninya hilir mudik bergegas menuju tempat tujuan masing-masing. Upacara Senin pagi baru saja selesai dilaksanakan dan kini para murid beserta guru dan staf sekolah tengah bersiap untuk melanjutkan rutinitas mereka.

Anak lelaki bermata rubah berjalan menuju kelasnya yang berada tak jauh dari lapangan. Ia melepas topi dan memasukkannya ke dalam tas. Ia lalu merogoh saku jaket denim yang ia gantungkan di sandaran kursi dan mengambil satu lembar uang lima ribuan. 

Kinan lalu pergi meninggalkan kelas menuju kantin untuk membeli roti dan permen. Ia berjalan santai menyusuri koridor kelasnya. Masih tersisa waktu sepuluh menit lagi sampai pelajaran pertama hari itu dimulai.

Saat berjalan melewati kelas X-4, mendadak tubuhnya menuntut untuk menambah kecepatan. Kinan sedang tidak ingin berurusan dengan teman berambut cepak yang berada di kelas itu.

"Ki!"

Suara teriakan yang memanggil namanya sempat membuat jantung Kinan terasa merosot sampai ke mata kaki. Langkahnya seketika terhenti. Ia memejamkan mata lalu menghembuskan napas lega sebab Kinan tahu pasti siapa pemilik suara tersebut.

Kinan berbalik seraya melemparkan senyuman manisnya yang khas. "Kenapa, Ver?"

"Mau ke mana?"

"Kantin,"

"Ngapain? Sarapan?" tanya Verdy. Yang ditanya hanya mengganguk pelan.

Verdy lalu merangkul pundak Kinan. Ia kemudian mengajak teman bermata rubahnya itu untuk mampir sejenak ke kelasnya.

"Udah, ke kelas gue aja. Gue bikin nasi goreng cikur (kencur). Kita sarapan sama-sama ya!" pintanya.

"Hmm..."

"Udah, ikut aja! Ijas juga udah gue suruh nyusul ke kelas kok. Mana ya tuh anak? Katanya pagi ini dia bikin roti bakar," celoteh Verdy seraya mengajak Kinan untuk berjalan menuju kelasnya.

"Woy, Kinantan!"

Sama seperti sebelumnya, suara seseorang berhasil menghentikan langkah kaki Kinan. Bedanya, kali ini jantungnya benar-benar dibuat berdegup tak karuan. 

Perlahan, Kinan menoleh ke arah sumber suara dan melihat anak laki-laki berambut cepak sedang berjalan menghampirinya.

"Ke mana aja sih lu? Dari tadi dicariin! Sini, gue ada perlu."

"Mau ngapain?" tanya Verdy dengan suara tegas. Ia menatap anak laki-laki berambut cepak itu dengan tatapan tidak suka sebab anak itu menarik paksa tangan Kinan. "Lepasin!"

"Gue ada urusan sama Kinan, bukan sama lu!"

"Gak! Gue gak ngizinin!"

"Lah, ngatur! Siapa elu?"

"Gue kakaknya!"

Si Rambut Cepak mengerutkan kening lalu melempar tatapan heran pada Kinan. "Lagi? Kakak lu lagi? Kemaren Si Bule, terus sekarang ini? Emangnya lu punya berapa kakak sih, Ki?" tanyanya dengan meninggikan suara.

Kinan memaksakan senyumannya. "Enggak, ini—"

"Udah lah, Ki. Mending ke kelas gue sekarang, takut keburu bel masuk." kata Verdy. Ia lalu menarik tangan Si Rambut Cepak dan berusaha melepaskan cengkeramannya dari tangan Kinan.

"Aw!" pekik Kinan.

Kedua bola mata Verdy seketika membulat. Ia menatap tajam netra Si Rambut Cepak karena anak laki-laki itu justru malah menguatkan cengkeramannya. 

KATUMBIRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang