Receipt Five

25.2K 1.3K 25
                                    

Receipt Five

Aku memelototi Kevin yang muncul di depan pintu rumahku. Ngapain dia pagi-pagi datang ke rumahku?

“Aku bisa pergi sendiri,” kataku jengkel.

“Kemarin nggak terjadi apa-apa dengan Felix kan? Dia bilang kau jadi aneh waktu lihat salah satu cowok yang ketemu di resto. Emang ada apaan sih? Felix tertarik banget loh sama cowok itu.”

“Apa dia sekarang berubah jadi gay?”

“Oh, bukan, bukan.” Kevin menggerakan tangannya seolah menyapu lalat. “Dia masih mencintai gadis malaikat itu. Felix bilang kalau cowok itu menarik. Auranya membuat Felix jadi ingin berteman dengannya, katanya jenis begitu langka banget.”

Yeah, aku bisa tahu kenapa. Mereka sejenis.

“Nggak. Aku nggak tahu,” kataku. Pastinya, aku nggak mau tahu. Peduli amat soal rasa penasaran Felix. Pokoknya aku nggak mau terlibat terlalu jauh pada Kian. “Kau kemari cuma untuk tanya itu, Bos?”

Kevin tersenyum. “Kau harus mengenalkan aku pada temanmu yang cantik itu.”

Sudah kuduga. “Aku tak akan memberikan temanku pada hidung belang sepertimu,” kataku dan kabur.

“Pelit!” aku mendengar teriakannya dari belakang.

Yang benar saja. Dia datang pagi-pagi cuma untuk Adriel? Tidak dapat kupercaya. Sekarang aku merasa kalau daya tarik Adriel lebih luar biasa dari yang aku perkirakan, bahkan sampai membuat Bosku yang playboy itu tergila-gila padanya. Tapi, Adriel saat ini sedang jatuh cinta pada Ariel, jadi aku tak ingin menganggu perasaan Adriel pada cowok manapun di muka bumi ini.

Ha? Kakiku berhenti melangkah dan detik berikutnya aku sudah bersembunyi di balik tembok dengan kecepatan luar biasa. Aku mengintip perlahan, memastikan kalau mataku tidak salah. Ternyata ada Kian di depan tembok gerbang sekolah. Dia sedang menempelkan sesuatu di depan tembok sekolah, kemudian pergi setelah melaksanakan misinya.

Apa yang dia tempelkan? Aku penasaran. Perlahan, aku mendekati tembok sekolah sambil melirik kesana-kemari. Aman. Sekolah masih sunyi, aku bahkan bisa mendengar desahan angin.

“He?” aku tercengang lagi. Di depan tembok ada poster Amour Café. Apa Kian menempel poster ini? Aku memeriksa setiap sudut tembok. Tak ada tempelan lain selain poster milik kami. Buat apa dia menempel poster beginian di depan gerbang sekolah?

“Sedang apa?”

Aku membatu. Suara itu, suaranya Ariel.

“Dilarang menempel selebaran di tembok sekolah,” Ariel mencabut poster itu dan melirikku. “Kau tahu peraturannya kan?”

Bukan aku yang menempel poster itu! Aku ingin bilang begitu, tapi mulutku cuma bisa bungkam. Dan terakhir kali yang aku ingat, aku mengangguk cepat dan dia masuk ke gerbang sekolah.

Amour CafeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang