Receipt Six

23.7K 1.2K 40
                                    

Receipt Six

“Hoah,” aku menguap lebar. Pagi ini rasanya capek sekali. Mataku mengantuk dan tanganku pegal. Mereparasi café memang sangat berat, tapi pengalaman yang cukup menyenangkan. Kevin bilang kalau hari ini aku bisa datang sedikit lebih lambat karena mungkin aku tak punya kerjaan lain.

“Aku capek,” gumamku meregangkan tubuhku. Aku melihat gerbang sekolah di depan dan masuk. “Oh,” aku kaget dan berhenti tepat pada waktunya saat Kian tiba-tiba muncul di depanku.

Ngapain dia disini?

Aku melangkah ke kiri, dan dia ikut melangkah ke kiri juga. Aku melangkah ke kanan, dia juga ikut kanan. Kanan, kiri, kanan, kiri. Dia mau apa sih?

“Silakan jalan duluan,” kataku jengkel padanya.

Kian masih tetap berdiri di hadapanku. Dia menyipitkan matanya padaku. Er… dia ngapain sih sebenarnya?

“Erm… mau apa?” suaraku bergetar, tidak berani melihat matanya saat dia menunduk kepadaku dan memandangku lekat-lekat. Jantungku mulai merasa tidak beres saat melihat wajahnya yang mendekat.

“A-Lex,” dia membuka mulutnya, mengucapkan satu nama yang membuat rahangku jatuh. Dia tersenyum kecil, wajahnya kelihatan senang sekali. “Jadi, memang benar kau.”

Aku terbata-bata, tak bisa bilang apa-apa. “Er, anu, itu—”

“A-Lex,” Kian mengulang lagi, “Aku sama sekali tak menyangka kalau aku akan bertemu denganmu disini, A-Lex.”

Kenapa dia harus mengulang namaku dengan nada aneh begitu sih? Aku membatin jengkel. Dapat kulihat senyuman yang muncul di balik bibirnya yang berwarna pink dan aku bisa mencium aroma tubuhnya yang sangat khas dari jarak sedekat ini.

“Eh, itu—em, bisa kujelaskan—”

“Apa A-Ri-El tahu kau sekolah disini, A-Lex?”

Pertanyaan barusan mengejutkanku. “Dia nggak tahu. Eh, Kian, aku mohon, jangan bilang-bilang dia. Maksudku, dia pasti akan kaget jika—” aku berhenti bicara ketika Kian menggeleng. “Kau tak mau menolongku?”

“Bukan, A-Lex, tapi A-Ri-El ada di belakangmu.” Aku melotot. “Dia mendengar semuanya.”

APA?

“Bicara rahasia di depan gerbang sekolah bukan ide yang bagus ya?” dari belakang ada suara Ariel dan aku cepat-cepat menoleh ke belakang. Di belakangku sudah berdiri Ariel—yang berpakaian rapi dengan tasnya yang disandang—dan dia tersenyum bersemangat. “Pagi, Alex dan Kian.”

Aku tak bisa berkata apa-apa. Keringat dingin segera muncul di dahiku. Mereka berdua sudah tahu kalau aku ada disini. Aku ini payah banget sih? Kok bisa-bisanya aku langsung ketahuan dalam waktu satu hari? Dasar Alex bego! Bego! Bego! Bego! Aku mengutuki diriku sendiri.

Amour CafeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang