Receipt Twelve

22.3K 1.2K 37
                                    

Receipt Twelve

Adriel menarik paksaku ke taman belakang di pojok tangga ketika hari ini jam bebas—waktu bebas dimana guru sedang bolos dan kami disuruh mengerjakan soal bertumpuk. Aku tak bisa berkutik. Dia bilang kalau dia sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan anak-anak Amour padaku. Matanya berbinar ketika bertanya dan memohon sehingga aku tak bisa menolak. Sialan. Kenapa dia harus melakukan itu padaku sih?

Aku memutuskan memulainya dari orang yang pertama sekali memberiku kado: Karel. Dia membuatku senang sekali karena memberiku itu. Sebuah kamera digital. Dari dulu aku suka motret. Dia memang sepupu paling pengertian.

“Kamera digital?” Adriel mengerutkan dahinya. Dia membuka buku yang dari tadi dia bawa-bawa.

“Apa itu?” aku penasaran dengan apa yang dia kerjakan sekarang.

“Ini? Buku ‘Arti Sebuah Kado’. Buku ini sengaja gue beli buat mencari tahu siapa cowok yang benar-benar naksir sama elo.”

Lagi-lagi dia beli buku aneh dan tidak berguna. Aku yakin setelah ini dia akan membelikan sesuatu bagi Ariel dengan buku petunjuk itu.

“Elo harus membuka mata sama cowok yang naksir sama lo dan dekati dia sampai dapat. Apa lo nggak pernah sadar sinyal itu?”

Aku sangat tak suka jika dia berprinsip begitu. Kalau orangnya tak bilang secara langsung, bagaimana aku bisa mengerti?

Jika ada yang memberimu kamera, itu berarti dia ingin merekam setiap momen penting dalam hidupmu. Dia ingin kau mengambil gambar dari setiap kejadian manis dan sesuatu yang indah yang kau rasakan.” Adriel mengerutkan dahinya. “Maknanya masih belum jelas cinta atau tidak. Yang lainnya apa lagi?”

“Orang yang memberiku hadiah kedua…” adalah Hazel, aku menambahkan dalam hati. Pura-pura berpikir. “Sebuah album kosong.” Hazel memberiku sebuah album dengan cover yang berhiaskan namaku. Aku suka kadonya. Kreatif sekali. Walau tak seberapa, aku lebih suka kadonya yang tidak mewah dan sederhana tapi sangat berkesan.

“Album foto kan?” tangan Adriel bergerak lincah membolak-balik buku itu. “Ah, ketemu. Disini album foto itu artinya kenangan. Dia ingin kau mengabadikan semua kejadian. Sesuatu yang akan mengingatkan dirimu pada hal-hal yang luar biasa dalam hidup. Sehingga pada saat kau membuka dan melihat gambar itu, pikiranmu akan melayang segera.” Adriel memiringkan kepalanya. “Ini juga tak jelas cinta atau bukan. Nyokap gue juga sering ngasih gue album walau gue nggak ultah.”

Baguslah. Hazel sudah punya pacar. Jadi aku bisa memastikan diriku kalau Hazel sama sekali tertarik padaku. Fakta kedekatan kami adalah karena kami ini sahabat baik.

“Aku juga dapat kalung.” Kataku lagi. Yah, kalung. Kalung cantik dari emas putih dan sebuah mainan sayap malaikat yang menggantung. Itu barang mahal. Aku tahu itu. Masalahnya aku tak bisa mengembalikannya walau ingin karena itu hadiah ulang tahun dari Felix. Aku juga bertanya-tanya kenapa dia memberiku barang mahal begitu.

Dia cuma ingin berterima kasih. Batinku mengatakan itu, membuatku bisa menerima hadiahnya.

Amour CafeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang