Receipt Fourteen
“Kau menyuruhku masuk ke Amour dengan muka digambar begini? No way!”
Aku menjerit frustasi dan berusaha sekuat tenaga untuk menahan tarikannya. Tapi lagi-lagi, Adriel memelototiku dan aura bosnya keluar dalam sekejap sehingga aku tak bisa berbuat apa-apa selain menurut begitu saja. Aku memasang tampang memohon padanya.
“Kumohon padamu, Adriel, aku benar-benar tak mau.”
Aku ingin kabur secepatnya dan tak mau kembali kesini dengan tampang begini. Tapi terlambat, Adriel sudah membuka pintu café dan lonceng berdering. Adriel mendorongku masuk.
Amour Café masih sunyi.
“Maaf, café kami belum buka,” terdengar suara Kevin dari dalam. Langkah kakinya yang mendekat justru membuatku semakin panik.
“Adriel…”
“Sssssh! Lihat reaksinya!” Adriel mendesis.
“Tapi—”
“Oh, kau Adriel dan—” Kevin muncul, membawa catatan panjang dan saat menyebut namaku, dia seakan tercekik. Dia membatu, menatapku dan tak bisa bicara.
“Kevin, kau membawa catatanku. Harusnya—” Hazel keluar dari dapur, memegang buku catatan besar dan menjatuhkannya ketika melihatku. Reaksinya sama persis seperti Kevin. Aku merasa perasaanku tak beres. Jika sisa yang lainnya muncul saat ini….
“Ngapain kalian ada di depan pintu?” Felix mengaggetkanku. Dia membuka pintu dan lonceng kembali berdenting. Dia masuk, awalnya tidak melihatku yang sengaja tidak menoleh ke belakang. “Kalian kenapa?” dia memperhatikan reaksi Kevin dan Hazel lalu melihat arah pandangan mereka. “A—” Felix menahan napas dan ikutan-ikutan terpaku.
Apa yang sebenarnya terjadi? Aku bukan medusa!
Kian keluar dari ruang ganti dan menatapku. Dia menabrak kursi sampai jatuh. Ariel membantunya berdiri dari belakang dan ketika melihatku, Ariel mengerjap dan seperti kehabisan kata-kata.
“A… Alex…” Kevin berhasil mendapatkan kesadarannya. “Apa yang sebenarnya terjadi denganmu?”
Aku melirik Adriel, yang cuma bisa senyam-senyum, tak bisa mengatakan apa-apa. “Aku akan cuci muka dulu, Bos,” aku memberikan senyuman singkat dan buru-buru masuk kamar mandi. Menghindari tatapan mereka yang masih mengikutiku dari belakang.
Tampilan diriku di cermin menampilkan seseorang yang bukan diriku. Aku sampai tak menyangka kalau pantulan yang ada disana adalah diriku. Gadis yang ada di depan sana cantik sekali. Dengan rambut tergerai indah dan bando pink manis yang terlilit di kepala. Matanya besar dan lentik dengan buku mata panjang. Bibirnya pink dan kulitnya putih.
Aaaah! Apa yang sebenarnya dilakukan Adriel? Aku mencuci wajahku dengan air. Aku tak tahu kalau aku bisa secantik itu. Tapi aku tahu kalau aku tak pede dengan tampang begitu. Dalam sekejap aku bahagia juga sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour Cafe
Teen FictionCopyright to SaiRein, 2013 Dilarang mengopy, menjual, atau mengubah, sebagian atau seluruh isi dari cerita ini tanpa seizin Penulis. Jika para Pembaca menemukan hal yang sama, maka telah terjadi campur tangan pihak ketiga tanpa sepengetahuan Penulis...