Chapter 14 : Baju Baru

64 5 0
                                    

Selepas mendengar suara Niko, Ais langsung membuka pintu kamarnya, dan entah kenapa, gadis itu malah memeluk erat raga Niko tanpa memberikan aba-aba terlebih dulu.

'Lah, si Ais kenapa lagi?' gumam Niko yang keheranan dengan sikap aneh Ais.

"Kamu ke mana aja si mas, aku kan takut sendirian, aku takut kalau ada yang lihat aku dengan pakaian yang kayak gini!" jelas Ais yang terdengar lirih seperti orang yang hampir menangis.

"Maaaf kalau lama," balas singkat dari Niko.

Namun, Ais tak kunjung melepas pelukannya, dan Niko pun tak tega untuk menolaknya.

Hingga akhirnya, Ais sadar jika dirinya sudah terlalu lama mendekap raga Niko. Bahkan, saking lamanya, aroma tubuh Niko bisa ia cium dengan jelas.

"Oh, maaf mas, aku refleks tadi!" ucap Ais dengan malu.

"Refleks kok sampai lama gitu!" ledek Niko.

Ais tambah malu dan memutuskan untuk kembali ke ranjangnya.

Kemudian, disusul oleh langkah Niko yang mendekatinya dan menyodorkan paper bag cukup besar pada Ais.

Kemudian, disusul oleh langkah Niko yang mendekatinya dan menyodorkan paper bag cukup besar pada Ais

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini apa mas?" tanya Ais dengan memandang wajah rupawan Niko.

"Buka aja." Jawab Niko yang setelahnya langsung melangkah pergi menjauh dari Ais untuk duduk di balkon kamarnya dan menggarap pekerjaannya melalui ipad kepunyaannya.

Sesuai perintah Niko, Ais pun membuka paper bag itu dengan perlahan.

"Wah, ternyata baju!" kejut Ais seusai mendapati isi paper bag pemberian Niko yang dipenuhi dengan baju-baju panjang yang biasa ia gunakan. Bahkan, lengkap dengan kerudung serta kaos kaki.

'Aku nggak mau percaya diri dulu, tapi, kalau Mas Niko terus-terus perhatian gini, aku nggak jamin kalau jantung ini bisa aman!' Ais beragumen atas perasaannya pada Niko.

Niko memang dingin, tak ada perlakuan manis yang dilakukannya selain di hadapan ayah dan bundanya serta perlakuannya untuk menjaga aurat Ais.

Selain kedua hal di atas, Niko seraya menganggap Ais orang asing. Bahkan, nafkah batin yang semalam ia lakukan bersama Ais hanya sebatas usaha untuk menghasilkan benih insan dalam perut Ais.

"Gue nggak bakalan suka sama dia! Gue harus perjuangin Lina, apapun resikonya, dan apapun halangannya, semua bakal gue hadepin!" tegas Niko di sela kesibukannya menggarap laporan salah satu proyek.

***

"Bunda udah coba telepon Ais?" tanya Basri Al Husain kepada istrinya.

Ayah dan ibunda Ais memang sudah lama tak berjumpa dengan anak semata wayangnya. Jadi, tak salah, jika keduanya berencana untuk menghubungi Ais dan mengunjunginya di rumah besar milik keluarga Niko.

Akan tetapi, hingga detik ini, ibunda Ais kesulitan untuk menghubungi anak perempuannya.

"Kenapa nggak telepon Niko aja, bun?" ayah Ais menyarankan istrinya untuk menelepon Niko saja.

"Iya Yah,"

Tak lama kemudian, usaha mereka berhasil dan panggilannya langsung tersambung dengan Niko.

"Assalamualaikum, Nak Niko!" sapa ayah Ais.

"Waalaikumsalam, Ayah," balas Niko.

"Apa kabar Nak? Dan bagaimana kabar anak perempuan ayah?"

"Kami baik, Yah,"

"Syukurlah,"

Selanjutnya, Basri Al Husein langsung menyatakan niatnya kepada Niko. Namun, sesuai dengan realita yang ada, Niko dan Ais sedang tidak ada di rumah dan kemungkinan, mereka akan pulang ke Jakarta esok hari.

"Kalian sedang jalan-jalan yah?" tanya bunda Ais pada Niko.

Niko membalasnya dengan tawa kecil, kemudian ia mengiyakannya.

"Tapi, jika ayah dan bunda ingin ke rumah, silakan saja, pintu rumah saya akan selalu terbuka atas kedatangan ayah dan bunda. Selain itu, Ayah Aji dan Bunda Kirana pun pasti akan senang dengan kedatangan kalian!" tawar Niko.

"Benar juga, ayah pun sudah lama tidak berjumpa dengan ayah dan bundamu, Niko," jawab Ayah Basri.

"Iya ayah, silakan jika ingin ke rumah," balas Niko lagi.

Rencana ayah dan bunda Ais memang tak membuahkan hasil yang memuaskan. Tetapi, berkat Niko, mereka bisa mendapat gantinya. Bahkan, hasilnya pun tak buruk karena kedua sahabat lama itu, yakni Basri Al Husein dan Aji Nandirawata akan melangsungkan temu kangen kembali.

"Ya sudah, kalau begitu, ayah tutup yah teleponnya, dan ayah titip anak perempuan ayah!" pamit Basri.

"Ish, ayah, Ais kan sudah besar, kok bahasanya titip-titip begitu!" bantah ibunda Ais.

Niko yang mendengarnya hanya bisa terkekeh kecil. Setelahnya, salam dilayangkan oleh ayah Ais dan telepon pun berakhir.

***

"Gimana? Suka nggak sama baju-bajunya?" celetuk Niko pada raga Ais yang tengah mencoba beberapa pakaian yang dibelikan oleh Niko.

***

Wah-wah, Ais dapat baju baru nih, readers mau juga nggak? Hehe.

Emang yah, yang dingin tuh kadang perhatian juga, contohnya Niko.


Cukup sudah ocehan dariku, dan sampai jumpa di chapter selanjutnya...

Bye readers... 

Simpul Paksa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang