Chapter 3 : Mengantarkanmu

152 13 2
                                    

"Sayang, makanannya jangan cuma diliatin dong, tapi dimakan yah!" Ucap Niko sembari mengelus pipi kanan Ais.

Sontak, wanita itu menjadi salah tingkah dan heran dengan sikap suaminya.

"Ehm, iya mas, aku makan sarapannya!" balas Ais dengan gugup.

'Kenapa Mas Niko jadi semanis itu bicaranya?' tanya Ais dalam hati.

'Terpaksa gue bersikap manis ke dia, karena nggak mungkin gue cuek ke istri gue sendiri di depan ayah dan bunda,' Niko bergumam.

Ternyata, itulah alasan Niko mengubah sikapnya.

"Oh ya, kamu ini sudah rapi Niko! Dan Ais pun sama. Kalian memangnya mau ke mana?" tanya ayah Niko.

"Mau berangkat ke kantor Yah, dan Ais, mau ke kampus kayaknya," balas Niko.

"Kok kayaknya sih!" bantah bunda Niko.

Seketika, Niko tak jadi menelan makanannya.

'Sial! Gue salah jawab!' gumam Niko.

"Ais memang belum bilang ke Mas Niko kalau Ais mau berangkat ke kampus, bunda. Jadi, Mas Niko bilang kayaknya," Ais berusaha membantu Niko.

"Iya bunda, Ais benar," Niko menyetujui ujaran Ais.

"Ya sudah, nanti kamu antar Ais ke kampusnya," jawab Kirana.

Beberapa menit kemudian.

"Sudah selesai makannya sayang?" tanya Niko pada Ais.

"Sudah, mas," jawab Ais.

Tak lama setelahnya, Niko menggandeng tangan Ais dan gadis itu nampak sedikit risih.

Namun, Niko tak memedulikan keadaan Ais, yang ia peduli hanyalah sikap pura-pura bahagianya di depan ayah dan bunda.

"Kita berangkat dulu bunda, ayah!" Pamit Niko pada kedua orang tuanya dan tak lupa ia menyalami tangan kedua orang tuanya itu.

Kemudian, disusul oleh Ais di belakangnya.

"Oh ya, seharusnya kamu nggak perlu ke kantor, Niko, dan Ais pun harus izin dulu ke kampus, kan kalian ini pengantin baru!" ujar ayah Niko.

"Bunda juga sependapat dengan ayah, kenapa kalian masih sibuk dengan dunia kerja dan pendidikan? Bukannya semalam, kalian ..." gantung bunda karena ditahan oleh Niko.

"Bunda ini bisa saja! Tapi, kami nggak apa-apa kok! Lagipula, kantor butuh Niko bun, dan Ais juga pasti ada tanggungan di kampusnya, iya kan sayang?" Niko mengarahkan pandangannya ke samping dan menatap wajah Ais lekat-lekat.

"Iya bun, Mas Niko benar!" jawab Ais.

"Ya sudah, terserah kalian saja!" tanggap bunda.

Selepas itu, Niko kembali berpamitan dan melayangkan pamit kepada kedua orang tuanya. Begitupun dengan Ais yang mengikuti langkah Niko dan tetap menerima tangan Niko yang tiba-tiba menggandengnya.

***

"Kita berangkat sekarang, Tuan?" tanya Iwan, asisten Niko yang sudah bekerja dengannya hampir enam tahun lamanya.

"Iya Wan, kita berangkat sekarang," jawab Niko pada Iwan.

Tak lama kemudian, Iwan menyalakan mesin mobilnya dan melajukan kendaraan roda empat itu ke arah kampus Ais.

Niko akan mengantar Ais ke kampusnya. Walaupun, sebenarnya, Ais tidak meminta, apalagi merengek kepadanya. Tetapi, karena ayah dan bunda Niko menyuruh Niko untuk mengantarkannya, maka, mau tak mau, Ais pun harus menerima niat baik Niko.

'Oh ya, handphoneku di mana yah?' tanya Ais dalam hati, dan gadis itu hendak mengeceknya di dalam tas. Namun, langkah Ais terhambat.

'Duh, tanganku masih dipegang Mas Niko! Gimana mau cari handphone coba!' kesal Ais.

Tangan putihnya masih digenggam oleh Niko dan sepertinya, Niko tak sadar akan hal tersebut.

Sampai akhirnya, mobil yang mereka naiki telah sampai di halaman depan kampus Ais. Di situlah Niko tersadar bahwa tangannya masih menggenggam tangan Ais.

"Sorry, gue nggak sadar kalau tangan lo masih gue gandeng!" ucap Niko.

Dengan malu-malu, Ais menjawabnya, "Nggak apa-apa kok mas,"

Kemudian, Ais turun dari mobil Niko dan disusul oleh suaminya.

Setelah itu, Ais mengulurkan tangannya ke depan wajah Niko.

"Kenapa?" tanya Niko dengan santai.

"Aku mau salim sama kamu," jawab Ais dengan posisi tangannya yang masih ada di depan Niko.

Mendengar kalimat itu dari mulut Ais, sontak, membuat Niko menerima uluran tangannya dan Ais pun langsung menyalaminya.

"Aku masuk yah mas," ucapnya setelah menyalami tangan Niko.

Lelaki itu hanya mengangguk sekali dan masuk ke dalam mobilnya kembali.

***

"Loh Ais! Kok kamu berangkat ke kampus sih!" celetuk gadis ayu berhijab pashmina dan tak berkacamata.

"Laras!" balas Ais.

Dia Laras, sahabat karib Ais. Kedua gadis itu sudah berteman sejak kecil, dan mereka pun bertekad untuk meraih cita-citanya bersama. Hanya saja, Ais lebih dulu menikah daripada Laras.

Namun, pernikahan Ais ini tak banyak yang tahu, dan karena hubungan dekatnya dengan Laras, maka, Ais mengundang Laras ke pernikahannya dengan Niko.

"Ish Laras! Pelankan suara kamu!" Ais memperingati sahabatnya.

"Oh iya, aku lupa!" jawab Laras.

Kemudian, Ais menggandeng tangan Laras dan duduk di bangku taman kampus.

"Kamu kok berangkat sih Is?" Laras mengulang pertanyaan yang belum sempat Ais jawab.

"Memangnya kenapa? Kan aku ada jadwal kelas pagi ini, dan nggak mungkin aku izin!" jawab Ais dengan santai.

"Tapi, kan, kamu baru kemarin menikah, dan nggak capek gitu?" tanya Laras lagi.

Ais langsung melirik ke arah Laras dan menegaskan kembali tentang tanggung jawabnya pagi itu.

"Memangnya, malam pertama itu nggak melelahkan yah Is, bukannya..." sebelum Laras melanjutkan perkataannya, Ais sudah membungkam mulut sahabatnya yang ceplas ceplos itu.

***

Ada yang sama kayak Ais nggak nih?

Punya sahabat yang mulutnya agak ember, hehe

See you di chapter berikutnya readerss

Simpul Paksa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang