Chapter 5 : Tragedi Makan Siang

94 13 2
                                    

"Begini saja sayang, kamu coba antar makan siang ke Niko, dan pastikan, suamimu itu sudah makan atau belum, oke?" Bunda Kirana mengusulkan hal tersebut pada Ais.

Namun, Ais tak terlalu setuju dan ia akan memikirkan cara lain saja.

"Bunda udah tebak sih, pasti kamu nggak akan setuju!" ucap bunda Kirana lagi dan Ais tak bisa menjawabnya.

Selang beberapa detik, ibunda Niko itu nampak merogoh sakunya dan menelepon seseorang.

"Kamu ke rumah sekarang yah, Wan! Ada tugas penting!" serunya kepada Iwan, asisten pribadi Niko.

***

"Sudah siap kan, bi, rantang makanannya?" tanya Kirana pada salah seorang asisten rumah tangganya.

Akan tetapi, rantang yang telah terisi nasi putih serta lauk pauk itu tidak ia biarkan ada di genggamannya terus menerus, melainkan ia berikan kepada Ais sambil berkata, "Ini rantang makanannya, nanti, kamu antarkan ke suamimu yah sayang,"

Ais sempat terkejut dan tak tahu akan menolaknya dengan cara apa.

Tak lama setelah itu, Iwan datang guna menjemput Ais.

***

'Kantor Mas Niko besar juga!' kesan pertama Ais ketika memasuki kantor suaminya.

"Silakan masuk Nona Muda!" ujar Iwan seusai membukakan pintu ruangan Niko untuk Ais agar gadis itu bisa masuk ke dalam ruangan Niko dengan mudah.

Sesampainya di dalam ruangan Niko, Ais melihat lelaki yang telah menjadi suaminya itu duduk di depan laptop dengan tatapan serius.

"Siang Mas Niko," sapa Ais dengan gugup.

Sontak, Niko yang mulanya terfokus pada satu pandangan, mau tak mau harus mengalihkan pandangannya dahulu.

"Ais! Kok lo ke sini?" kejut Niko.

"Aku cuma mau nganterin makan siang buat kamu." Ais meletakkan rantang makan yang dibawanya di atas meja kerja Niko.

Detik itu, Niko ingin sekali menolak pemberian Ais. Namun, cacing di perut Niko menghambat niat buruknya itu.

"Nanti gue makan!" ucapnya tanpa melirik ke arah Ais.

"Kamu masih sibuk kah?" tanya Ais lagi.

"Iya,"

"Ya udah, kalau begitu, aku siapin makanan kamu yah,"

Niko tak menghiraukan ucapan Ais.

Semenit kemudian, Ais benar-benar menyiapkan makanan untuk Niko. Bahkan, ia sudah menarik satu kursi agar bisa berdampingan dengan Niko.

"Kamu mau apa?" tanya Niko sedikit terkejut melihat raga Ais yang sudah ada di sampingnya.

"Mau suapin kamu! Kan kamu lagi garap laporan itu, dan aku nggak mau kalau kamu sampai terlambat makan. Jadi ..."

"Nggak perlu!" Niko menolak dengan ketus.

Akan tetapi, Ais tak menggubrisnya, ia tetap melancarkan hajatnya, terlepas Niko mau atau tidak menerima niat baiknya itu.

"Ayo, mas! Sesuap ... aja!" pintanya pada Niko sembari mengulurkan sendok di depan wajah Niko.

'Sial! Gadis ini ternyata keras kepala! Tapi, apa boleh buat, aku harus menurutinya!' gumam Niko.

Akhirnya, Niko mau menerima suapan demi suapan dari Ais. Sampai akhirnya, Niko merasa ada gejolak lain di hatinya.

'Nggak! Nggak mungkin kalau gue mulai suka sama cewek ini! Ingat Niko, lo punya Lina!' Niko tak ingin terbawa perasaan dengan Ais.

"Udah Is, gue udah kenyang!" ucap Niko.

"Iya, mas, kalau begitu, minum dulu gih!" Ais memberi Niko segelas air putih yang sudah ia siapkan.

Kemudian, Ais menata rantangnya kembali.

"Oh ya mas, sebelum aku pulang, apa aku boleh minta sesuatu?" tanya Ais yang cukup menarik perhatian Niko.

"Lo mau minta apa?" Niko meladeninya.

'Jiwa matrenya mau keluar nih!' gumam Niko.

Namun, dugaan Niko salah. Ais tak meminta uang, apalagi barang branded kepadanya. Ais hanya ingin Niko mengubah panggilannya.

"Kalau kamu nggak keberatan, jangan gunakan lo gue lagi yah, soalnya, aku rasa, kurang etis aja sepasang suami istri pakai sebutan itu," jelas Ais.

"Apa hak lo buat minta gue lakuin hal itu, hah!" bentak Niko.

Seketika, nyali Ais menciut, dan akhirnya, wanita itu melayangkan maaf.

"Ya udah mas, kalau kamu memang keberatan, aku nggak akan memaksa. Sekarang, aku mau pamit ke kamu!" ucap Ais dengan mengulurkan tangannya pada Niko.

Niko paham jika istrinya itu akan menyalami tangannya dan berpamitan kepadanya.

"Hati-hati di jalan!" ucap Niko.

Ais terkejut bukan main. Bahkan, wanita itu sampai menghentikan langkahnya dan menengok kea rah Niko.

'Kayaknya gue udah buat dia salah paham!' gumam Niko.

"Pasti mas, pasti aku akan hati-hati!" balas Ais.

"Ya udah, sana pergi! Dan jangan lupa, bilang ke bunda kalau makanannya enak!" sambung Niko.

"Loh, kok bunda sih! Kan aku yang masak!" jawab Ais dan langsung membuat Niko salah tingkah.

'Sial! Manah gue puji-puji lagi, tuh masakan!' Niko membatin.

"Ya udahlah, mau kamu, mau bunda, sama ajalah, yang penting kan tanda terima kasihnya!" balas Niko.

"Kamu?" Ais terkejut lagi ketika Niko dengan fasihnya mengganti panggilannya pada Ais dengan kata kamu, bukan lo lagi.

***

Bagusan aku kamu, atau gue lo?

Apapun itu, paling bagus sih panggilan sayang yah, hehe

See you di chapter berikutnyaa

Simpul Paksa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang