Part 09

3K 92 1
                                    

Part 09

Setelah mengantarkan Fikri sampai di depan rumah, Diandra kembali masuk ke dalam, kakinya melangkah ke arah sofa lalu duduk di sana. Sedangkan di tangannya kini ada ponselnya, ia berniat menghubungi Laura, sahabatnya.

Di saat seperti ini, terutama saat Diandra merasa ada yang janggal di dalam rumah tangganya, yang membuat hatinya kepikiran tak karuan, menghubungi Laura dan memberitahu isi hatinya adalah cara terbaik yang mungkin bisa Diandra lakukan sekarang. Meskipun ia sendiri tak yakin, sahabatnya itu bisa membantunya atau tidak, namun setidaknya Diandra akan merasa didengarkan.

"Halo, Ndra. Ada apa? Tumben pagi-pagi gini telepon?" Suara Laura menyambut sambungan telepon tersebut, membuat hati Diandra merasa lega dan sedikit merasa lebih tenang.

"Aku cuma mau cerita, Ra." Diandra menjawab lirih, nada suaranya juga tampak tak sehangat biasanya.

"Cerita apa?"

"Kamu sekarang lagi sibuk ya?"

"Enggak kok. Kamu kalau mau cerita, ya cerita aja, Ndra. Aku pasti dengerin kamu kok."

"Aku takut ganggu waktu kamu, Ra. Sekarang kan kamu sudah menikah, pasti kamu sibuk dengan banyak hal kan di rumah." Diandra menundukkan wajahnya, ia sendiri merasa tak enak hati bila teleponnya itu justru mengganggu waktu sahabatnya.

"Kamu lupa ya aku menikah sama siapa? Sama Mas Ali, Ndra. Dia enggak mungkin membiarkan aku melakukan pekerjaan rumah, kan pembantunya sudah banyak, jadi bisa dipastikan sekarang aku lagi santai dan enggak ada pekerjaan." Laura menjawab yakin yang sempat didiami oleh Diandra, yang diam-diam merasa bersyukur sahabatnya mendapatkan lelaki yang tepat.

"Oh ya tadi kamu mau cerita apa?" tanya Laura kini, yang sempat membuat Diandra ragu mengatakannya, karena apa yang dirasakannya saat ini hanya pikirannya saja, namun entah kenapa ia ingin menceritakannya pada sahabatnya.

"Aku ngerasa Fikri sedikit berubah akhir-akhir ini, Ra ...." Diandra menjawab sendu sembari sesekali menghela nafas panjangnya.

"Berubah bagaimana?" tanya Laura terdengar penasaran.

"Ya berubah, dia jadi sering telat pulang kerja." Diandra menjawab jujur, hatinya juga merasa ada yang janggal dari sikap suaminya. Bukannya Diandra melebih-lebihkan, namun apa yang dirasakan benar-benar mengganggu hati dan pikirannya sekarang.

"Astaga, Ndra. Kamu berpikir Fikri berubah cuma karena dia sering telat pulang kerja? Kamu bercanda kan, apa menurut kamu pemikiran itu enggak terlalu berlebihan?" tanya Laura terdengar tak habis pikir, yang sebenarnya sangat Diandra setujui, karena ia pun merasa pemikirannya itu terlalu berlebihan, namun tetap saja perasaannya merasa ada yang salah.

"Aku tahu pemikiranku ini berlebihan, tapi aku merasa Fikri sudah berubah, Ra. Dia juga bersikap seolah ada yang disembunyikan, aku sendiri enggak tahu apa, tapi aku takut ...." Diandra menghentikan ucapannya, ia tampak ragu mengatakan dugaanya.

"Takut apa?"

"Takut kalau Fikri berselingkuh di belakang aku, Ra." Diandra menjawab yakin, namun Laura justru tertawa kecil mendengarnya.

"Diandra, menurutku apa yang kamu pikirkan itu sudah sangat berlebihan. Fikri itu sangat mencintai kamu, mana mungkin dia berani mengkhianati kamu? Jadi tolong jangan berpikir buruk dulu, apalagi kalian baru menikah, seharusnya kalian menikmati masa-masa kebersamaan kalian."

"Iya sih, tapi tadi pagi aku mencium bau parfum perempuan di kemeja Fikri."

"Oh ya? Terus kamu tanya enggak itu bau parfum siapa?"

"Iya. Tapi Fikri bilang itu parfum teman kerjanya, tapi baunya kuat banget, kaya sengaja disemprot di kemeja itu." Diandra menjawab yakin.

"Iya mungkin itu memang parfum temannya, Ndra. Jadi apa yang harus kamu takutkan?"

Dicintai suami temanku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang