duapuluh lima

54 2 0
                                    

25.

"Jangan berharap lebih. Dia baik sama lo itu karena kasian, bukan karena sayang apalagi jatuh cinta,"---Aisha Valerie.
.
.
.
.

Motor ninja itu melesat membelah jalanan. Aisha berkali-kali memantapkan hatinya untuk mencoba membuka obrolan. Tetapi hanya tinggal angan-angan saja. Karena ia berpikir sepertinya cowok di depannya sedang fokus berkendara. Angin jalanan membuat rambut sebahu milik Aisha berantakan berkibar menerpa wajah bulatnya.

Di sisi lain, wajah cowok yang tertutup helm fullface itu berkali kali mencuri pandang dari kaca spion. Ia melihat cewek yang duduk di belakangnya seperti sedang bingung. Dan lagi, ia melihat rambut Aisha masuk ke dalam mulut saat cewek itu membuka mulutnya. Hal itu membuat Reyes memelankan laju motornya.

"Lo komat-kamit ngapain?"

"Eh-em... itu anuu... ngapalin tabel periodik," dusta Aisha tergagap.

Melihat ada celah untuk bicara, Aisha tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk bertanya.

"Lo nggak malu kemarin jadi tontonan anak-anak gara-gara gandeng tangan gue?" Gandengan sama orang sejelek gue.

Harap-harap cemas ia menunggu jawaban. Memejamkan mata dan memiringkan wajah agak ke depan. Ia takut dijatuhkan sedalam-dalamnya.

"Enggak, kenapa? Lo malu?"

Apa Aisha baru saja tidak salah dengar? Tolong jangan bikin baper. Ini mirip banget sama ucapan cowok-cowok idaman di novel yang pernah ia baca.

"Gu-gu-gue...."

"Gue tau lo malu, aslinya gue juga malu banget. Tapi yaudahlah mau gimana lagi."

BOOMMM!

Kenyataan pahit menampar Aisha tanpa ampun.

"Ngapain tanya begituan? Lo naksir sama gue?"

"Dih, apaan coba?" Kalo iya, kenapa?

"Mending jangan deh, gue nggak mau pacaran sama lo?"

Degh

Aisha mencoba menetralkan hatinya yang bergejolak aneh. Seperti robek dan patah. Sakit tapi tak berdarah.

"Pede banget lo, gue juga nggak suka kali sama lo!" Padahal gue suka, suka banget sama lo.

Nada ketus dan sinis itu ia gunakan untuk menyembunyikan luka batinnya yang menganga.

"Ya, kali aja gitu," sahut Reyes santai.

Tidak tahan dibuat gemas oleh Reyes, ia mencoba berterus terang.
"Lah lo ngapain maksa nganter gue pulang? Bilang aja lo peduli sama gue?"

"Gue itu kasian aja, lo kek pasien RSJ soalnya. Berdiri nggak jelas di deket parkiran," terang Reyes sembari menghentikan motornya. Karena mereka sudah berada di pekarangan rumah Aisha.

Sepertinya berbicara dengan Reyes selalu mengundang emosi.

"Anjir lo!" maki Aisha. Tangannya refleks menggeplak punggung Reyes.

"Dianterin baik-baik bukannya bilang makasih, malah nabok sembarangan. Lo gorila apa cewek?" Cowok itu membuka kaca helmnya. Memandang Aisha yang sudah turun dan berdiri di sampingnya dengan mencondongkan wajahnya ke arah lawan bicara.

"Iyaaa, maaakassiiih, Reyes Delvin Anderson yang baik tiada duanya," Aisah berucap dengan terpaksa dan terkesan agak dibuat-buat.

"Eh, catatan yang gue kasih kemarin minggu depan harus selesai!"

Aisha hanya mengangguk pasrah. Pasalnya ia belum mencatat samasekali.

----------------------

Eska yang sedang mengambil jemuran mendengar suara deru motor dan orang mengobrol pun segera berbalik menuju pekarangan depan rumah. Agak kaget ketika mendapati putri sulungnya pulang dengan seorang cowok.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang