16. Banyak sekali gangguan

2.6K 358 52
                                    

Tengah malam, Zidan terbangun dengan kepala yang terasa nyeri dan berdenyut kencang. Dia juga dapat mencium bau obat-obatan juga suara tangis Istrinya.

"Zidan?! Kamu gak jadi mati?! Syukurlah aku gak jadi Janda!" ucap Ona sambil menangis sesunggukkan, gadis itu memeluk Zidan erat sampai badan Zidan mau remuk rasanya. Tangannya sakit dan dia tidak bisa mengeluarkan suara untuk merintih sedikitpun.

"Maafin aku, gara-gara aku kamu jadi jatuh. Aku udah niat mau batalin perjanjian kita, aku gak bakal egois lagi. Asal kamu jangan mati!"

Sejak sore Ona tidak berhenti menangis, dia takut ditinggal pergi oleh Zidan. Dia khawatir pada lelaki yang kini jadi suaminya itu, terlebih dia tidak sadar selama berjam-jam.

Lelaki itu mengelus pelan kepala Ona walau tangannya sakit jika digerakan. "Sak— it."

"Mana yang sakit?" tanya Ona panik dan melepas pelukannya, dengan cepat dia memencet tombol untuk memanggil dokter.

Sementara Zidan hanya bisa memejamkan mata menahan nyeri. Disisi lain dia juga senang karena Ona terlihat sangat khawatir pada dirinya.

Setelah diperiksa oleh dokter, Zidan langsung disuruh istirahat lagi karena badannya memar-memar, untungnya kepalanya tidak luka terlalu parah.

"Kenapa nangis?" tanya Zidan pelan, Ona yang habis menutup pintu langsung duduk disamping ranjang rumah sakit sambil menghapus air matanya.

"Takut." Ona tidak memberi tahu orangtua mereka jika Zidan habis terjatuh dari tangga. Dia gak mau orangtua mereka ikut khawatir, cukup Ona saja.

"Kenapa kamu tadi main pergi aja? Aku salah lagi ya? Padahal aku mau minta maaf lagi sama kamu," ucap Ona pelan.

"Takut khilaf," ucap Zidan pelan, dia tak bisa bicara terlalu keras, karena kepalanya bisa langsung pening.

"Maaf, maaf, maaf, maaf," ucap Ona berulang kali. "Aku mau batalin perjanjian itu, aku ngaku salah udah nuduh kamu yang nggak-nggak, udah jahatin kamu juga. Kamu denger kan?" tanya ONA, pasalnya Zidan sudah hendak menutup matanya lagi.

Lebih dari enam jam Ona khawatir bukan main karena melihat Zidan terbaring tak sadarkan diri, terlebih kepala Zidan tadi sempat berdarah, dan untungnya hanya luka luar. Kalo dia mati, Ona bakal nangis terus!

"Denger. Kepala aku pusing denger suara tangis kamu. Maaf, karena udah nyuekin kamu," lirih Zidan dan menghapus air mata yang masih turun dipipi chubby istrinya. Mata gadis itu terlihat bengkak, dan Zidan yakin Ona sudah menangis banyak.

"Aku mau janji kita buat gak pernah pisah, itu aja udah cukup," lanjut Zidan. Ona senpat terdiam sebentar sebelum mengangguk. Jatuh dan masuk rumah sakit memang tidak ada dalam skenario Zidan, tapi gapapa yang penting mission pertama completed!

Mission kedua ya... Nananina.

***

Ona kini tidur diatas ranjang rumah sakit yang sempit berdua dengan Zidan, lelaki itu tadi memaksanya karena tidak mau melihat Ona tidur disofa single, terlebih perempuan itu memakai celana pendek yang hanya tertutupi Hoodie.

Zidan menyelimuti tubuh mereka berdua, walau sempat berdebat akhirnya Ona hanya pasrah walau tidur dengan hati-hati, karena takut menindih area tubuh Zidan yang memar.

"Maaf ya," ucap Ona untuk yang kesekian kalinya. Mulut kecil itu tak ada hentinya meminta maaf setiap menit.

"Iya bawel." Zidan menarik selimut agar kaki jenjang istrinya tertutupi. Dia bisa kedinginan. "Sini deketan, abis itu tidur, udah malem," kata Zidan pada Ona yang sedikit menjaga jarak. Mepet aja sih! batin Zidan meronta.

YOU AGAIN! | PASUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang